BACA SEASON 1 DULU YANG BERJUDUL THE LEFTOVERS
⭐ TERSEDIA LENGKAP DI WATTPAD ⭐
-oOo-
Semenjak rombongan monster Kureiji menyingkir dari wilayah perkotaan, mereka menemukan satu masalah baru yang harus ditangani. Tak mau masalah ini larut dalam kekac...
Mm, haloo... mungkin chapter ini bakalan bikin kalian kesel. Namun, tolong dibaca dengan hikmat yaah. Aku juga minta tolong untuk komen di akhir chapter, buat ngasih aku semangat, karena makin ke sini desakan untuk ngaret mulai tak terhindar 😮💨
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-oOo-
MEREKA berempat terpisah.
Claude dan Heaven berlari masuk ke dalam hutan, sementara Euros dan Nathaniel menuruni landaian berbahaya yang membentuk ceruk jurang sedalam tujuh meter. Kebrutalan kawanan monster yang mengejar mereka tidak memberi waktu untuk berpikir. Satu-satunya hal yang ada di pikiran semua orang adalah terus berlari.
"Claude! Di belakangmu!" Heaven berteriak mengatasi guncangan kehancuran di depan mata. Dia berlari di antara barisan pepohonan dan meletuskan peluru mutakhirnya pada monster yang hendak memangsa Claude di kejauhan sana. Makhluk itu mengaum liar saat timah panas Heaven menembus leher, lalu roboh ke tanah. Claude tidak sempat berpaling mengucap terima kasih, sebab dia masih sibuk menembaki makhluk buas yang berdatangan dari segala penjuru hutan, seakan tak ada habisnya.
Lima, enam, bahkan tujuh. Mungkin akan bertambah lagi di belakang. Sulit untuk melawan mereka hanya dengan berbekal senapan yang―sial, pelurunya habis. Claude membuang senapannya dan berpaling pada Heaven, yang tampaknya mengalami kesulitan serupa di kejauhan sana.
Tranformasi menjadi jawaban atas upaya perlawanan ini. Maka Claude berlari mengecoh para monster untuk memberinya sedikit waktu tambahan agar bisa berubah. Dia melempar dirinya pada monster yang hendak menyerang Heaven hingga membuatnya bergulingan di sepanjang lahan belantara. Claude mendengar teriakan Heaven―sudah pasti wanita itu terkejut melihat pengorbanan yang dilakukannya. Namun, tak mengapa. Claude tak akan tewas semudah itu. Dia menyodok rahang sang monster dengan kepalanya, lalu merasakan tangan monster itu berkelepak di dekat dadanya. Cakar-cakar tajamnya menusuk leher Claude, membuat pemuda itu berjengit, tetapi sensasi aneh yang lain muncul dari kedalaman benaknya―ganjarannya atas rasa sakit yang diterimanya―memberinya kemurkaan untuk berubah.
Pakaian Claude tertarik seiring otot dadanya membesar di baliknya. Urat-urat nadi tebal menyebar di sepanjang lengannya yang dia gunakan untuk mengunci tinju monster itu. Ketika sang monster membuka mulutnya untuk memekikkan kekesalan, Claude menghantamkan bonggol sikunya amat keras sehingga rahang musuhnya bergeser. Perkelahian itu dipimpinya dengan cepat―satu tangannya menggapai leher monster, dia menanamkan kukunya yang memanjang ke dalam langit-langit mulut monster yang terbuka, sementara tangannya yang lain menekan lidah monster yang bengkak dan berbuih. Dalam satu entakan, Claude menarik kedua tangannya menjauh, seketika mengerkah rahang goyah itu hingga terbuka lebar bagai kelopak merah yang berpendar.
"Heaven, pergi dari sini!" Claude melihat Heaven membeku tak jauh dari titik bantainya―tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Cari tempat perlindungan! Biar aku yang melawan mereka!" Claude menerjang satu monster lain yang muncul dari semak-semak gelap, membuatnya terbanting sejauh beberapa meter di lahan terbuka yang penuh bau busuk memualkan. Mereka bergelut di tanah, saling mencabik dan menggigit. Hantaman antara tulang dengan tulang terdengar. Bunyi derik dan geraman buas binatang menggetarkan udara di sekelilingnya.