-oOo-
SEJAK masuk kamp pelatihan prajurit, Heaven diajarkan untuk tak gentar menghadapi kematian, bahkan bila dia tahu bahwa kematiannya akan menjadi parade pembantaian menyakitkan yang melibatkan peledakan seluruh organ di kepala.
Dan itulah yang akan Heaven hadapi sekarang.
Moncong pistol mengarah pada dahinya. Lalu, suara setajam ombak yang membelah karang; "Aku tidak akan ragu-ragu menembak kepalamu bila kau menunjukkan tanda-tanda kebohongan."
"Kelihatannya aku tak mau coba-coba denganmu," kata Heaven, sedikit mendongak dan berusaha menjaga suaranya agar tak pecah. Wanita itu berpaling sedikit ke belakang, lalu melihat, secara bergantian, pistol kedua dan ketiga yang turut menodong kepalanya. Sepasang pria mengawasinya dengan sikap dingin―yang satu jangkung dengan raut wajah tegang hampir waspada, dan satunya lagi lebih pendek, tetapi ekspresinya kecut dan nyaris jijik. "Dengar," kata Heaven pada Claude, "aku tidak akan ke mana-mana, dan aku tahu nyawaku terancam. Jadi, bisakah kalian mengurangi kecemasanku dengan menjauhkan pistol itu supaya aku bisa memberikan informasi dengan pikiran jernih?"
Permohonannya disambut baik oleh Claude. Dia melirik Nathaniel dan Euros, lalu dua rekannya menurunkan pistol dari kepala Heaven. "Aku bisa menangani orang ini sendiri," kata Claude pada temannya. "Dan saat ini kawasan luar perlu dijaga. Kalian bisa menyusul ke sana untuk mengawasi."
"Oke, terserah," Euros menyarungkan pistol kembali ke celananya. Dengan raut lega yang disembunyikan, melanjutkan, "Lagi pula aku tidak sudi memuntahkan makan siangku karena menyaksikan kepala yang meledak." Kata-kata tajamnya diikuti dengan Nathan yang ikut berputar mengiringi kepergian Euros. Kedua orang itu dalam sekejap menghilang di balik pintu.
Kini di dalam kamar hotel tua itu hanya ada mereka bertiga―Claude, Heaven, dan Juan yang masih beristirahat di kasur dan tak menunjukkan tanda-tanda untuk sadar. Berdasarkan pengalaman Claude, cairan yang disuntikkan dalam tubuh pemuda itu baru akan menunjukkan reaksi setelah lima jam pertama.
"Dari mana kau tahu soal serum perubahan?" Claude bertanya seperti memulai sebuah investigasi kriminal.
"Kau sungguh tidak tahu kekacauan luar biasa yang terjadi di High Point enam bulan lalu?" Heaven mengernyit memastikan.
"Apa harus kujawab lagi karena kau ini bocah lima tahun yang perlu pengulangan?"
"Laboratorium DEEP menguji serum perubahan itu," jawab Heaven sambil menahan kecut karena kesinisan Claude. "Hanya orang-orang yang tinggal di pangkalan militer Forbs yang tahu mengenai serum perubahan, setidaknya itu sebelum Dr. Janeth melarikan diri dan membawa ratusan botol serum itu bersamanya."
Jantung Claude merosot ke dasar perut saat dia mendengar nama wanita itu disebut dengan enteng.
Setelah mendengar cerita dari Daniel―teman mosternya yang pernah menjadi kelinci percobaan Dr. Janeth, belum lagi perihal nama wanita itu yang selalu disebut-sebut menjadi partner terbaik almarhum ayahnya dahulu, Claude menjadi semakin yakin bahwa musuh mereka sebenarnya yang harus diawasi adalah Dr. Janeth. Andai bisa mengulang peristiwa saat kelompok mereka menyusup ke pangkalan Forbs, dia pasti akan membunuh Dr. Janeth. Namun, saat itu Claude terlalu sibuk melarikan diri sehingga kesempatan itu keburu gugur. Claude ingin tahu lebih banyak tentang masa lalu Dr. Janeth―seberapa jauh dia mengenal ayahnya dan rahasia apa yang mereka simpan di tengah-tengah bumi yang kacau ini, mengapa mereka masih sempat-sempatnya terobsesi membuat pasukan setengah monster dan tidak menyembuhkan virus yang ada terlebih dahulu. Akan tetapi, saat Claude melihat Heaven, pertanyaan itu berhenti di ujung lidah, lantaran dia mendapatkan kesimpulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐏𝐈𝐎𝐍𝐄𝐄𝐑𝐒 (𝐒𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝟐)
FantasyBACA SEASON 1 DULU YANG BERJUDUL THE LEFTOVERS ⭐ Follow sebelum membaca ⭐ -oOo- Semenjak rombongan monster Kureiji menyingkir dari wilayah perkotaan, mereka menemukan satu masalah baru yang harus ditangani. Tak mau masalah ini larut dalam kekacauan...