-oOo-
HEAVEN memandangi Claude yang berdiri menumpu birai pagar geladak kapal sambil menekuk lutut. Ekspresinya murung, seperti baru saja mendengar kabar pahit. Itu memang bukan ungkapan belaka.
"Sejak tadi kau hanya diam," kata Heaven.
"Aku sudah menduga bahwa tidak akan ada akhir yang baik untuk kami," balas Claude, berpaling dari hamparan lautan yang gelap. "Pernahkah kau berpikir jalan keluar yang lebih mudah dari ini?"
"Jangan bodoh," kata Heaven, tahu ke mana arah pembicaraan ini. Tidak ada jalan keluar yang instan selain bunuh diri, begitu maksudnya.
"Dua temanku sudah tewas," sahut Claude. "Aku yang mengajak mereka dalam misi ini."
Heaven mengetuk-ngetukkan jemari di susuran geladak. Euros. Nathaniel. Seperti halnya ketakutan akan kegagalan, kematian juga mengintai mereka dalam bayangan. Claude menjadi jauh lebih murung dan putus asa setelah dua kawannya gugur dalam misi. Gerak-geriknya menambah keyakinan bahwa dia bisa melompat kapan saja dari kapal ini lalu menenggelamkam diri, kabur dari dunia kekacauan tempat semuanya bermula dan berakhir.
"Dengar," kata Heaven. "Ini tidak berarti kau menjadi satu-satunya yang merasa bersalah atas kematian mereka. Itu keputusan mereka sendiri untuk mengikutimu, dan kalian yang semua yang tersisa masih bisa menjadi pahlawan setelah semua ini selesai."
"Oh, tutup mulut," Claude mendesau jengkel seraya menatap titik hitam di kejauhan laut. "Menjadi pahlawan untuk apa dan untuk siapa? Setelah semua ini selesai, manusia dan monster tetap tidak bisa bersama. Kami akan selamanya sembunyi di balik bayang-bayang dan melihat dunia semakin tua dan layu. Barangkali di masa depan nanti akan muncul virus yang jauh lebih dahsyat dampaknya, dan fase ini akan terulang terus sampai menewaskan manusia terakhir yang hidup. Menjadi pahlawan hanyalah gelar kekanakan yang disematkan untuk memberi kami harapan palsu."
"Baiklah, Tuan Pesimis," kata Heaven, kemudian menarik pistol dari keliman celananya. Kemarahannya melihat Claude sudah tidak terbendung. "Jadi sekarang sudah bulat tekadmu untuk menyerah. Mengapa tidak mengakhirinya saja sekalian? Laut ini bisa menjadi pemakaman yang pas buatmu. Perlu dorongan sedikit untuk menjungkirkanmu ke dalamnya?"
"Aku tidak bisa," kata Claude, lirih. Iris matanya yang segelap minyak mentah terikat pada Heaven. "Aku ingin kabur dari semua ini, Heaven. Tapi aku tidak bisa meninggalkan teman-temanku berjuang sendiri."
"Mereka membutuhkanmu," Heaven menyelipkan kembali pistol ke kantongnya, lalu memutus kontak dari jerat tatapan Claude. Keduanya praktis menatap titik entah di kejauhan. "Dan aku tidak mau bepergian bersama orang yang seluruh semangatnya telah terkuras. Tunjukkan satu kali keraguan, lalu aku akan membuat kematianmu lebih mudah."
"Tampaknya kau yang penuh ambisi untuk pergi ke sana." Claude memeriksa raut Heaven yang terimbas cahaya bulan. "Apa yang mencegahmu untuk mati, Rubah Api?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐏𝐈𝐎𝐍𝐄𝐄𝐑𝐒 (𝐒𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝟐)
FantasyBACA SEASON 1 DULU YANG BERJUDUL THE LEFTOVERS ⭐ Follow sebelum membaca ⭐ -oOo- Semenjak rombongan monster Kureiji menyingkir dari wilayah perkotaan, mereka menemukan satu masalah baru yang harus ditangani. Tak mau masalah ini larut dalam kekacauan...