-oOo-
TAK berselang lama sampai semuanya musnah, meninggalkan keempat dari mereka dengan jati diri baru sebagai monster berdarah dingin yang digerogoti depresi. Barangkali tidak ada jalan keluar dari semua ini, sebab sekalipun dunia nantinya sembuh, mereka masih harus menyingkir dari peradaban untuk menyembunyikan cakar dan taringnya.
River merasakan kecemasan atas pemikiran itu menjalar di antara benaknya bagai kabut yang menyela malam. Untuk pertama kalinya sejak dia menyadari bahwa dirinya bukan lagi manusia, dia berpikir tak lama lagi nasib untuknya telah ditentukan; yaitu sendirian, atau setidaknya menghabiskan sisa umurnya bersama tiga puluh monster lain yang menyimpan nafsu besar kepada darah dan daging mentah.
"Ini tidak akan jadi masalah." Juan menjejalkan ke dalam tasnya beberapa potong pakaian ukuran jumbo dari lemari pajang sebuah toko butik yang terbengkalai selama setahun lamanya, lalu secara kasar menyodorkan tas yang telah menggelembung itu kepada River. "Kau kelihatan lebih bagus mengenakan pakaian oversize. Setidaknya kalau nanti bertransformasi menjadi monster, pakaian ini tidak akan robek dan sia-sia. Mau ambil yang warna biru sekalian?"
River menggeleng lesu dengan tawaran Juan. Dia menarik tas dari tangan adiknya dan langsung mencangklongkan ke pundaknya, secara praktis membuat Juan mengerutkan kening.
"Hei, River, aku sungguh-sungguh. Kalau kau masih murung tak jelas seperti ini, lama-lama kutendang bokongmu sampai kau harus pulang ke rumah sambil merangkak."
"Sudahlah, aku capek mendengar ocehanmu terus," kata River, sementara mereka berputar ke lorong yang lain dan masuk ke rak-rak perhiasan yang hampir kosong lantaran habis dijarah oleh peradaban lama. Di belakangnya, Juan masih sempat-sempatnya menyambar sebuah topi koboi dari tiang gantung dan mencoba memakaikannya di kepala River. Abangnya membuang napas, lalu dengan tidak minat melepas topi dari kepalanya dan gantian menangkupkannya di kepala Juan.
"Nah, Juan," kata River seraya menatap Juan yang sibuk mematut diri di hadapan cermin berdebu yang sudah pecah setengah. "Ada berapa orang yang masih hidup di negara ini? Apa jangan-jangan kita adalah yang terakhir?"
"Kau murung seharian penuh karena alasan itu? Serius?"
River menatap Juan lurus-lurus. Alis matanya mengerut dongkol. "Memangnya kemurungan yang kurasakan tidak valid?"
"Oh, jangan sok filosofis," Juan melepas topi dari kepalanya dan membuangnya asal, lalu berputar menghadap River dan lanjut mengatakannya dengan enteng, "Hapuslah rasa cemasmu, sebab sekarang inilah dunia kita―tempat kita menyongsong masa depan yang baru―dunia para monster."
"Duniaku saja."
"Apa?"
River menghadap Juan yang memasang tampang tak paham.
"Duniaku saja yang monster," Suara River terdengar pelan dan penuh renungan. Mata menatap adiknya lurus-lurus. "Duniamu tidak, Juan. Kau kan masih manusia."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐏𝐈𝐎𝐍𝐄𝐄𝐑𝐒 (𝐒𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝟐)
FantasyBACA SEASON 1 DULU YANG BERJUDUL THE LEFTOVERS ⭐ Follow sebelum membaca ⭐ -oOo- Semenjak rombongan monster Kureiji menyingkir dari wilayah perkotaan, mereka menemukan satu masalah baru yang harus ditangani. Tak mau masalah ini larut dalam kekacauan...