Belum terlambat (#3)

302 32 5
                                    

Sepanjang koridor rumah sakit Singto terus berlari, tak memperdulikan banyak orang yang memprotes ulah nya.

Persetan dengan protesan orang. Fokus Singto hanya pada ruang operasi dimana Krist ada didalam sana.

"TUNGGU!"

Krist, perawat, serta dokter tentu saja terkejut dengan kedatangan Singto yang tiba-tiba masuk ke ruang operasi.

"Kalian tidak bisa melakukan operasi ini!" ucap Singto.

"P-phi Singto." gumam Krist.

Singto berjalan mendekat pada Krist yang kini sudah duduk di atas ranjang.

"Kau curang! Kau tidak mengatakan isi hati mu yang sebenarnya pada ku. Jangan mengelak lagi Krist, katakan apa yang ingin kau minta untuk ku lakukan?"

Krist meremas baju operasi nya. Ia sedikit ragu, apakah ia masih bisa meminta ini pada Singto atau tidak.

"Katakan padaku Krist Perawat!" desak Singto karena Krist tak kunjung membuka suara nya.

"A-aku, ingin melahirkan anak ini, tapi aku tidak berani untuk membesarkan nya seorang diri. Aku takut."

Singto menyentuh kedua pipi Krist, menghapus air mata pria itu dengan kedua ibu jari nya. Singto menatap Krist dengan tatapan teduh nya.

"Lahirkanlah. Aku akan berada di sisi mu. Kita akan merawat nya bersama-sama."

Tangis Krist langsung pecah saat itu juga. Hal yang ia harapkan kini menjadi kenyataan.

Singto membawa Krist pulang dengan terus menggenggam tangan pria itu seolah takut jika ia lepas pria itu akan pergi.

"Phi Sing."

"Hmm..."

"Kenapa kau ingin aku melahirkan anak ini?"

Singto menghentikan langkah kaki nya dan memutar tubuh Krist agar menghadap dirinya.

"Karena aku mencintai mu. Itu sebab nya aku juga harus menerima bagian dirimu yang lainnya, termasuk anak itu. Lagipula anak itu juga anak ku."

"Tapi sebelum nya kau tidak mau menerima anak ini kan?"

"Siapa bilang? Waktu itu aku mengatakan kalau aku belum siap jadi ayah, tapi aku tidak mengatakan kalau aku menolak anak itu dan kau sudah pergi begitu saja."

"Bagaimana dengan perempuan itu?"

Krist bertanya soal perempuan yang ia temui di rumah Singto waktu itu. Respon Singto justru membuat Krist bingung, karena pria itu tertawa terbahak-bahak.

Apa yang lucu?

"Kau cemburu heh?" ejek Singto.

"Tidak! Jangan sombong."

Singto terkekeh. Ia menarik Krist ke dalam pelukan nya dan ia juga mendarat kan kecupan hangat di puncak kepala pria itu.

"Dia phi Davikah, anak dari suami mom ku yang sekarang. Dia datang atas perintah mom untuk menanyakan kabar ku, dan saat itu dia melihat ku sedang kacau, dia memaksa ku untuk bercerita."

"Dan kau menceritakan nya pada dia?"

Singto mengangguk. "Kau tau, dia memberikan tamparan yang sangat menyakitkan karena aku mengatakan bahwa aku belum siap menjadi seorang ayah."

Krist mendongak menatap Singto kaget. Krist tak sadar saat itu jika Singto mendapatkan tamparan, karena ia sudah terlanjur marah dengan apa yang ia lihat.

"Maaf...." Krist kembali memeluk Singto dengan erat.

"Bukan salah mu. Wajar jika kau marah dengan apa yang kau lihat, karena sampai sekarang aku belum memperkenalkan saudara tiri ku pada mu bukan?" Krist mengangguk.

Singto Krist (mini story) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang