Berita meninggalnya Kenzo sudah mulai mereda, bahkan siswa-siswi 11 A sudah terbiasa melanjutkan aktivitas mereka tanpa membicarakan perihal kematian Kenzo yang tragis. Itulah manusia, menghilang lalu terlupakan.
Terlihat Arsya yang sedang melepas masa jabatannya sebagai ketua osis Angkasa, kini Ketua OSIS baru telah hadir, Arsya berharap semoga ketua OSIS kali ini lebih baik darinya.
Setelah acara pelantikan untuk anggota OSIS baru, Arsya segera turun dari panggung, ia melihat Hawa yang sedang tersenyum kearahnya lalu berjalan menghampirinya.
"Proud of you, Ar! Kamu udah berjuang keras selama ini di OSIS, dan akhirnya sekarang kamu sudah melepas masa jabatan kamu," ucap Hawa.
Arsya tersenyum senang. "Rasanya lega banget udah melangkah sejauh ini, tinggal kita melaksanakan UAS lalu naik kelas dua belas," ucap Arsya.
"Iya, semoga kita semua di takdirkan satu kelas lagi ya," ucap Hawa.
Arsya mengangguk. "Kamu nggak sama yang lain?" tanya Arsya. Hawa terdiam mencerna pertanyaan Arsya apakah ia salah dengar atau tidak?
"Kamu? Tumben biasanya kamu pake embel-embel lo, gue," ucap Hawa seraya terkekeh pelan.
Arsya terkekeh mendengarnya. "Gapapa kan? Rasanya panggil aku kamu lebih sopan dan enak didengar," ucap Arsya.
Hawa mengangguk. "Tentu aja boleh," ucap Hawa.
"Kamu belum jawab pertanyaan aku, tumben kamu nggak sama yang lain?" tanya Arsya lagi.
"Mereka ada di kantin, aku hanya ingin melihat mantan ketos melantik ketos baru," ucap Hawa. Arsya terkekeh mendengarnya.
Arsya menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sudah jam 10 pagi, kamu sudah sholat dhuha?" tanya Arsya.
"Belum, sekarang aku mau sholat."
"Yasudah bareng saja, aku juga akan ke mushola," ucap Arsya. Hawa mengangguk.
Mereka berjalan beriringan dengan menjaga jarak, tak ada obrolan diantara mereka. Mereka sesekali membalas sapaan yang diberikan oleh para siswa-siswi Angkasa.
Mereka berwudhu di tempat terpisah setelah berwudhu Hawa menatap Arsya yang sedang mengibaskan rambutnya yang basah akibat terkena air wudhu, seketika Hawa terdiam sejenak menikmati ciptaan Allah yang sangat sempurna, sampai sadar jika itu adalah zina ia langsung memalingkan wajahnya.
"Astagfirullah, zina Hawa!" ucap Hawa mengingatkan dirinya sendiri.
Tak sadar Arsya sudah berada di dekatnya. "Sudah wudhu?" tanya Arsya.
"Sudah."
"Boleh aku minta tolong?" tanya Arsya.
"Minta tolong apa?" tanya Hawa.
"Sedikit aneh, tapi aku hanya minta tolong aminkan setiap do'a ku ya? Walaupun kita nggak berjamaah sholatnya tapi niatkan di dalam do'a kamu agar doa seorang Arsya terkabul," ucap Arsya sembari tersenyum tipis.
Hawa terkekeh mendengarnya walaupun ia tak tahu apa isi do'a Arsya nanti tapi ia tetap menyetujuinya.
"InshaAllah aku akan aminkan," ucap Hawa.
Arsya tersenyum. "Ayo sholat."
Arsya dah Hawa pun melaksanakan sholat Dhuha dua rakaat, usai sholat selesai Arsya mengadahkan kedua tangannya, berdoa kepada Allah meminta permohonan.
"Ya Allah, sesungguhnya kau lebih tau apa isi hatiku sebenarnya. Aku terlalu malu untuk mengatakan cinta yang terlanjur tumbuh, karena wallahi cinta yang tumbuh sebelum menikah adalah ujian. Karena tidak ada cinta sejati tanpa pernikahan. Ya Allah, aku mencintai salah satu hambamu, aku mencintai Hawa ya Allah. Gadis itu yang telah berhasil masuk kedalam hatiku. Ya Allah aku yakin jika pada akhirnya Hawa yang bukan tercatat untuk diriku, sungguh aku yakin kau akan menghapus cinta dalam diamku untuknya, karena kau adalah dzat yang maha membolak-balikkan hati. Tapi jika nama Hawa lah yang tercatat untuk diriku, aku yakin diam dan kesabaran ku selama ini akan kau hadiahkan keindahan," ucap Arsya dalam do'anya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terbaik Takdir
Ficțiune adolescenți[SEQUEL DARI CINTA SANG GUS] Angkasa High School, siapa yang tidak mengenali sekolah itu? Sekolah dari kalangan elit nomor satu di Indonesia, yang berisikan anak-anak jenius didalamnya. Terlebih Angkasa memiliki kelas unggulan yang diberikan nama ke...