2

113 6 1
                                    

Semalam Fani terus memikirkan tentang Ray yang pindah di rumah depan dan jadi tetanggaan sekarang, masih ngga percaya aja, Fani ngebayangin kalau setiap hari ribut apa ngga mati muda nanti? Jam 1 dini hari Fani baru tidur. Dan berakhir dengan Mamanya yang teriak teriak bangunin Fani, karena asal kalian tau aja, Fani itu kebo pake banget.

Kembali bertemu dengan pagi, kini keluarga Fani lagi sarapan bareng. Ya gitu lah walaupun sibuk semua, tapi tetap luangin waktunya untuk sarapan bareng. Karena mereka ngga mau gara-gara pekerjaan, keharmonisan keluarga mereka hilang.

"Fan, udah punya pacar belum?" Bram, ngga ada angin ngga ada hujan tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang membuat nasi dimulut Fani keluar tanpa disuruh. Makanan yang takdinya mau ditelan jadi keluar lagi.

UHHUUKK!

"Aduh hati-hati dong sayang. Nih minum dulu." Amy memberikan Fani segelas air putih.

"Huft.. ya lagian Papa nanyanya kaya gitu. Ya jelas Fani gak punya pacar lah, males punya pacar. Ga baik tau Pa pacaran."

"Berati kalo nikah langsung mau?"

Fani merasa pertanyaan Papanya makin ngaco. Kok malah jadi nyambar ke nikah?

"Ya tergantung sih, udah ah Fani berangkat dulu" Fani bangun dari duduknya, mengambil tasnya  lalu mencium pipi Mama dan Papanya. "Dah.. "

~*~

Pelajaran pertama kelas Fani dimulai. Fani duduk dikelas XI Ipa 3 lagi dan lagi bareng sama cowo yang namanya Rayhan. Bisa dibayangkan, udah tetanggan, satu sekolah, satu kelas lagi. Benar benar mempercepat kematian Fani. Semoga ngga kena mental.
Kali ini guru yang masuk itu guru yang Fani ngga suka, gurunya nyebelin, tapi percaya dirinya selangit kalo dirinya cantik mempesona tralala ulalala, namanya Bu Dwi. Syut jangan bilang-bilang Bu Dwi. Tapi walaupun nyebelin, Fani tetap memperhatikan dan mencatat materi apa yang diterangkan Bu Dwi.

Pas mau nulis materi eh..

"Heh Ray! Lo ambil pulpen gue lagi ya?" ucap Fani lirih. Lagi dan lagi orang yang pertama kali Fani tuduh adalah Ray.

"Apaan ngga! Ini gue pake pulpen gue sendiri." Ray menunjukkan pulpennya yang terdapat tulisan RAYHAN GANTENG.

"Lah trus puplen gue yang diloker meja mana? Masa ilang lagi sih kemarin aja baru beli."

"Curhat?"

"Ishh ngeselin banget sih lo, lo harus beliin gue pulpen, pasti lo yang ambil kan? Lo kan selalu pulang terakhir, pasti lo ambil pulpen gue du-" cerocos Fani yang ngga sadar kalau didepan ada guru yang lagi ngeliatin dengan mata tajam bak mata elang.

"FANI! NGOBROL APA KAMU SAMA RAYHAN, BUKANNYA NGERJAIN!"

"Mampus, gara gara Fani nih kalo gue dihukum."  batin Ray.

"Anu Bu, saya lagi nanyain pulpen ke Rayhan." Fani berbicara pelan, sedikit takut juga.

"Nanyain pulpen kok ngegas! Kamu keluar sama Rayhan sana! Jangan ikut pelajaran Ibu." diusir sama Bu Dwi. Bu Dwi kalau marah mainnya ngusir.

"Ampun deh, ini semua gara gara Ray!" batin Fani.

Akhirnya Fani sama Ray keluar dari kelas. Ada rasa senang sama nyesel juga sih, tapi dominan seneng, Ray sama Fani ngga munafik tentang itu. Fani berjalan didepan Ray, niatnya dia mau pergi ke perpustakkan. Lumayan bermanfaat dari pada pergi ke kantin. Fani jalan terus aja sampai berhenti didepan ruang perpustakaan, Fani kira Ray pergi entah kemana tapi malah sekarang Ray ada dibelakang Fani persis, ternyata Ray ngikut.

"Pagi Bu." sapa Fani ke Ibu Esti, selaku penjaga perpustakaan.

"Pagi, kamu kenapa disini? Bukannya lagi pelajaran?" tanya Bu Esti.

Kisah Kita [Nikah Muda vers.2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang