29

54 2 0
                                    

2 minggu berlalu begitu cepat, waktu 2 minggu itu belum cukup untuk memulihkan hati Fani karena setiap malam Fani masih selalu teringat akan suka dukanya ketika bersama Ray. Fani sudah mencoba untuk memaksa pikirannya agar jangan mengingat Ray lagi tapi susah, jujur Fani sedikit merindukan kejailan dan kata-kata manis yang keluar dari mulut Ray, Fani juga terkadang memikirkan kabar Ray sekarang, apakah baik-baik saja dengan Lea atau sebaliknya?

Ara sampai lelah sendiri memarahi Fani setiap malam, setiap malam pasti mendapati entah Fani yang melamun, menangis atau kadang berbicara sendiri. Ara paham sebenarnya, susah untuk melupakan orang apalagi orang tersebut memberi kenangan buruk juga baik untuk Fani, tapi ya kembali lagi ke awal, Fani hanya perlu mengikuti jalannya waktu pasti kebiasaan itu perlahan-lahan bisa hilang.

Ngomong-ngomong tentang aktivitas yang sedang mereka jalani, sekarang Fani sudah mulai homescholling dan Ara juga mulai masuk universitas terdekat dan mengambil program S2 sesuai rencananya. Setelah selesai dari aktivitas belajarnya, mereka akan berangkat bekerja. Fani yang bekerja sebagai pelayan cafe dan Ara yang bekerja sebagai barista disebuah coffee shop. Mereka memutuskan untuk bekerja karena mereka berpikir tidak mungkin hanya mengandalkan uang dari Papa Fani, mereka juga perlu bekerja untuk menambah penghasilan. Itu rutinitas yang sekarang mereka jalani.

"Fan ayo berang-... Ace?"

Ketika Ara keluar dari rumah, Ara mendapati Fani yang tengah bersama dengan Ace. Ace itu teman kerjanya Fani, mereka bekerja ditempat yang sama dan di bidang yang sama. Mereka dekat dari satu minggu yang lalu, ketika Fani baru masuk kerja. Ara tidak masalah, malah senang karena Fani mendapakan seorang teman yang Ara harap bisa melindungi Fani kapanpun dan dimanapun ketika dirinya tidak bersama Fani.

Ace itu laki-laki dengan postur tubuh tinggi, berwajah lumayan tampan untuk standar pria, dan yang membuat Fani tersentak ketika pertama kali berhadapan dengan Ace adalah matanya, mata Ace sama dengan mata Ray, tajam dan menusuk, maka dari itu Fani sering menghindari kontak mata dengan Ace.

"Ikut siapa?" Ara bertanya ke Fani ingin berangkat dengan siapa.

"Ace, so I'm sorry." ucap Fani lalu dia mendekatkan mulutnya ke telinga Ara dan kembali berkata, "Ace who invites, it's not good if you refuse."

"Okay, I'm going first, don't come home late! Ace take care of Fani."

"Don't worry."

Begitulah Ara, sudah seperti Ibu bagi Fani. Ara peduli sekali dengan Fani, selalu mengkhawatirkan Fani dan harus menjamin keselamatan Fani. Fani benar-benar sangat beruntung ada Ara disampingnya, dia rela ini itu hanya demi Fani. Sering kali Fani merasa tidak enak karena gara-gara dirinya, Ara harus pisah dengan keluarganya, harus bekerja setelah kuliah  padahal kalau di Indonesia Ara tidak mungkin melakukan hal seperti ini. Fani berutang budi kepadanya.

"Let's go, tapi tolong tutup pintunya dulu."
Fani berbalik dan mendapati pintu rumah yang masih terbuka lebar, Fani berdecak lalu menutup pintu rumahnya, "Thanks for telling me, my sister is really troublesome haha."

~*~

Jam 10 adalah waktu pulang kerja bagi mereka, dan sudah menjadi kebiasaan kalau sehabis pulang kerja mereka berdua tidak langsung tidur, melainkan mengobrol-ngobrol sedikit karena waktu yang tepat untuk mereka mengobrol hanya setelah pulang kerja saja, siang mereka habiskan untuk belajar dan mengerjakan tugas, sore sampai malam mereka bekerja jadi sebisa mungkin mereka menjaga komunikasi agar tetap ada dengan cara meluangkan waktu untuk mengobrol sebentar.

Seperti sekarang ini, Ara dan Fani asik bercerita ditemani segelas susu panas dan udara kota london yang mulai sedikit menusuk kulit karena musim dingin segera tiba. Oleh karena itu, sebelum musim dingin tiba mereka sengaja untuk mengobrol diluar, lebih tepatnya duduk dibangku kayu yang ada didepan rumah, karena setelah salju turun mereka tidak akan bisa lagi mengobrol dengan bintang-bintang sebagai pendengar setia mereka.

"Hari ini mama ngga telepon?" tanya Ara sambil menyesap segelas susu hangat yang ia genggam.

"Ngga. Ngomong-ngomong Kak, Ra-"

"Stop it! Coba cari topik yang lain." ucap Ara jengah dengan suasana seperti ini, ketika dirinya dan Fani sedang membicarakan aktivitas sehari-harinya pasti akan Fani sangkut pautkan dengan Ray atau Fani akan dengan sendirinya memilih topik yang membahas Ray, Ray dan Ray.

"Please just this time let me express something in my heart about Ray." Fani memohon kepada Ara untuk kali ini saja membiarkannya berbicara tentang Ray, pandangan Fani beralih, yang awalnya menatap Ara sekarang dia mendongak menatap langit atas dan tersenyum manis,"Before these beautiful stars disappear and turn into white snow."

"Oke, silahkan."

"Kangen Ray, kangen semua yang berhubungan sama Ray. Tapi setiap kali mencoba membayangkan wajah Ray kenapa cuma rasa sakit yang gue rasa. Sekarang hanya karena rasa kangen aja berhasil bikin hati nyeri, padahal kangen itu wajar kan? Mau pulang terus ketemu Ray tapi nanti gue jahat sama hati gue, tetep disini dengan rasa kangen yang menyakitkan juga sama, gue jahat sama hati gue, harus gimana lagi?"

Tanpa sadar air mata Fani mengalir membuat jalur di sepanjang pipinya, tangannya mencengkam erat gelas di tangannya melawan rasa panas bahkan mungkin tangan Fani tidak merasakan panas sekali, seolah semuanya sudah mati rasa, hanya hati Fani yang masih bisa merasakan sakitnya digempar realita.

"Kapan gue bisa lepas dari masa ini? Why am I still in this bad time?" Fani menangis tersedu-sedu sampai bahunya bergetar kecil. Ara yang melihat Fani menangis hanya bisa menghela napasnya, Ray jahat sekali sampai membuat gadis secantik Fani menderita.

"Konsepnya sama kaya anak sekolah yang tinggal kelas, karena apa coba? Ya karena ngga mau belajar. Sama kaya lo, setidaknya kalau lo udah berusaha belajar buat ngelupain Ray ayo tingkatkan lagi, bu guru kan sering bilang gitu hahahah. Waktu itu terus berjalan Fan, percaya aja kalau lo pasti bakal bisa lewati masa buruk ini, hanya kapan waktunya itu yang kita ngga tau."

"I will wait for that time."

~*~

Sementara di negara yang berbeda, sepasang laki-laki dan perempuan sedang bergelut dengan ego dan pendapat masing-masing. Ruang keluarga mereka jadikan sebagai tempat berbincang dan kesunyian rumah memberikan kesan serius didalamnya.

"Le, tinggalin gue aja, gue cowok berengsek."

Menurut Ray hidupnya sekarang benar-benar hancur, masalah rumah tangganya, Fani yang pergi entah kemana dan dia yang merasa dibuang oleh orangtuanya terlebih Alex. Sekarang dirinya pasrah, dia meminta Lea untuk pergi dari hidupnya, Ray terima keputusan Lea yang entah iya akan pergi atau tetap bersama Ray.

Selama 2 minggu ini, Ray benar-benar seperti orang linglung, berdua dirumah hanya bersama Bi Irah tanpa ada Fani yang biasanya teriak-teriak membuat suasana rumah serasa hidup. Ray seperti orang yang tak mempunyai gairah hidup, jarang makan, jarang keluar rumah, jangankan keluar rumah, keluar kamar pun jarang, karena setiap Ray keluar dari kamar pasti bayang-bayang Fani dan kenangan bersamanya tentang Fani langsung menyergap pikirannya. Bahkan hanya dengan melihat rak sepatu pun mengingatkannya tentang Fani, bayangan ketika sepatunya yang biasa tertata berdamping dengan sepatu Fani, kini hanya ada sepatu miliknya sendiri. Ray tertawa sumbang, dengan membayangkan sepatu Fani yang masih tertata rapi di rak membuat Ray sadar kalau sepatu milik Fani sangat kecil jika dibandingkan dengan sepatu miliknya. Sangat terlihat jelas sekali bila disandingkan berdampingan.

"Ray ih ngomong apaan si, ngga mungkin gue ninggalin lo. Stop bilang kalau lo cowok berengsek, lo tetap sahabatnya Lea."

"Gue hilang tujuan Le, gue sendiri sekarang, pengin cari Fani tapi orangtuanya benar-benar tutup mulut soal kepergian Fani."

"Hei! Ada gue yang ngga bakal pergi ninggalin lo."

"Tetep disini Le sama gue."

Ray menggenggam tangan Lea dan dibalas pelukan oleh Lea. Tapi senyaman-nyamannya pelukan Lea, hati Ray masih meneriaki nama Fani, rasanya berat sekali hidup tanpa Fani. Ray berharap ada seseorang yang membawanya ke masa depan, dia muak dengan masa yang saat ini tengah dia jalani.

Oke, mari kita bertemu di 4 tahun setelahnya.

Kisah Kita [Nikah Muda vers.2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang