Hari Kamis hari kesialan bagi Fani bagaimana tidak, yang pertama berangkat bareng Ray dan disorakin satu sekolah, yang kedua Gladis yang kepo sama cincin di jari Fani tapi Fani masih bisa mengelak, dan yang ketiga sekarang ini Fani sedang diinterogasi oleh Jino.
Di jam istirahat tadi Fani tidak ikut Gladis ke kantin karena alasan Fani bawa jajan sendiri dan Jino juga tetap netap dikelas karena ada satu hal yang ingin dia bicarakan dengan Fani.
"Lo ada hubungan apa sama Ray?" Jino sedari tadi terus bertanya apa hubungan Fani dengan Ray. Fani yang tidak mau hubungannya dengan Ray tersebar terus memberikan seribu alasan bahwa dirinya tidak ada hubungan apa-apa dengan Ray. Tapi sial mata Jino jelalatan sana sini, jadi dia tau kalau cincin yang ada di jari Fani sama dengan cincin yang ada di jari Ray. Kan sialan! Fani bisa apa sekarang, pakai alasan apapun juga percuma.
"Lo liat ini?" Fani tersenyum miris sambil menunjukkan cincin di jari manisnya ke Jino.
"Liat lah, lo ngga tau mata gue kaya cctv? Lagian akhir-akhir ini lo juga sering berangkat bareng Ray. Yang mana itu tuh ngga mungkin banget."
"Ah lo mah!" Fani mengerucutkan bibirnya kesal. Sedetik kemudian Fani memelototi Jino sambil menunjuk-nunjuk bibir Jino.
"Gue ternyata yang dijodohin sama Ray. Diem ni bibir kagak usah ember!"
BRAK!
Jino terkejut sampai reflek menggebrak meja, untung kelas lumayan sepi. "HA? SERIUS LO? Demi apa si mustahil banget."
"Nah ye kan mustahil? Tapi ya gini. Btw jangan kasih tau siapa-siapa. Awas aja lo!"
"Iyee, eh ntar kalo udah berumah tangga jangan ribut terus ya. Kasian anak lo ntar tertekan."
"Ih mimpi apa gue punya anak sama cowo ternyebelin sepanjang masa."
"Lah pan dia suami lo, lo mau hamil sama siapa nanti jubaedah?!"
"Sama lo."
"Lo tau definisi goblok?"
~*~
Sore ini sepulang sekolah, Ray mengajak Fani jalan ya sekedar jalan sore di sekitaran komplek. Fani yang notabenenya anak mager, anak malas, nolak lah ajakan Ray. Tapi dengan tidak sopannya Ray menggeret Fani yang lagi rebahan di kasur untuk segera cuci muka, Ray juga menyiapkan celana training dan kaos untuk Fani, bahkan Ray mengikat kuncir rambut Fani. Fani spechless melihat tingkah Ray yang seperti ini. Meleleh sedikit, hanya sedikit.
"Wahai gadis cantik, sudahi magermu mari jalan bareng sama cowok ganteng." ucap Ray dengan tangannya yang sibuk menguncir rambut Fani. Fani cuman bisa duduk anteng karena demi apapun sikap Ray di sekolah beda dengan saat Ray di rumah. Di sekolah Ray selalu usil, ribut terus sama Fani. Tapi kalau di rumah rada manisan sedikit. Fani sebagai manusia normal yang punya hati pasti baper lah sedikit.
"Pake sampo apa Fan?"
"Kenapa?"
"Enak baunya."
"Ih lo cium-cium ya?"
"Gue punya hidung normal kali, dari jarak 5 senti aja udah kecium wangi."
"Hm.. pake sampo biasa, vanilla milk."
Ray tidak merespon ucapan Fani tadi mungkin lagi menikmati wangi rambut Fani. Fani menggeleng pelan, tangannya meraih ponsel yang tergeletak di atas bantal, baru saja memegang ponsel miliknya, Fani tiba-tiba teringat sesuatu, dia berbalik menghadap Ray membuat Ray kehilangan sesuatu yang sedang ia hirup-hirup tadi.
"Ray!"
"Hm?"
"Nanti malam gue mau main bentar."
"Kemana ha? Cewe main malem! Tidur kek!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kita [Nikah Muda vers.2]
De TodoJadi ini adalah Nikah Muda Versi 2. Alur beda dikit, mungkin lebih rapih tulisannya. Jadi ya tidak sepenuhnya dirubah. Jadi kalaupun kalian ngga baca/belum baca "Nikah Muda" kalian ngga bakal bingung kalau langsung baca cerita ini. Enjoy ya