Bab 8: What Do You Want?

8K 683 21
                                    

Minggu pagi dan hal yang harus Orleanna lakukan hari ini adalah nihil. Gadis itu tak punya pekerjaan atau kegiatan apapun. Alhasil, perempuan satu ini melompat ke kolam renang di dalam rumahnya sesederhana untuk membunuh waktu dan berolahraga di pagi hari.

Kalau dipikir-pikir, Orleanna tak punya teman di Jakarta kecuali Freya dan kedua kakaknya. Sialnya, Freya masih sibuk mengurusi Rius—anaknya—begitupula Orion. Sementara, Oxion sepertinya hilang dan tidak bisa dihubungi. Mungkin sedang tidur dengan wanita mana tak tahu di hotel apa. Di sisi lain, ayah dan ibunya sedang ke Singapura untuk mengurus urusan bisnis mereka.

Jika kesempatan—rumah kosong—ini terjadi dua atau tiga tahun lalu, Orleanna pastikan ia akan menelepon Kaisar. Meminta lelaki itu menginap lalu mereka menghabiskan waktu bersama tanpa jeda. 

Bagaikan lelaki panggilan, kalau kata Orion.

Sayangnya, Kaisar bukan lagi 'lelaki panggilan' Orleanna. Ia sudah punya dunianya sendiri, dan kekasih barunya sendiri. Menyedihkan! Setiap memikirkan itu, dada Orleanna sesak setengah mati.

Kemarin, ayahnya mengajak bicara terkait pertunangan dengan Kaisar lagi. Ia menanyakan jika Orleanna senang dengan acara itu.

Bohong kalau Orleanna tak senang, sehingga, ia menjawab sejujurnya. Tetapi, rasanya tetap menyakitkan mengingat mungkin Kaisar keberatan dengan pertunangan itu.

Orleanna menendang tendangan terakhir sebelum meraih tepian kolam renang. Ia mengatur napas yang masih terengah-engah. Sudah berapa lama ia berenang? Apakah sudah cukup siang? Kolam renang dalam rumahnya itu tertutup polikarbonat sehingga sinar mentari tak langsung menyorot.

Gadis itu memegangi pinggiran kolam namun, matanya menangkap sepasang kaki yang berjalan mendekat. Wajahnya mendongak. Kini, ia dapat melihat seorang lelaki bertubuh tinggi yang berjalan mendekat. Tangannya terlipat di depan dada dengan senyum khas yang sedikit dingin.

"Kaisar?"

Kaisar tersenyum sambil melirik ke arah Orleanna yang masih di dalam kolam. Lelaki itu kemudian berjongkok dan duduk di tepian yang kering. "Hai," sapanya.

"Ngapain?" Orleanna tampak kaget. Gadis itu buru-buru menuju tangga untuk naik. Tangannya merampas handuk kimono untuk menutupi badan basahnya.

Kaisar tersenyum geli. Dalam hati bingung, apa lagi yang perlu gadis itu tutupi? Bahkan setiap senti kulitnya saja sudah pernah Kaisar jamah.

"Bawain sarapan buat lo, dari nyokap." Kaisar menunjuk ke arah bungkusan di dekat meja pinggir kolam. "Katanya, kasian Lean sendirian. Takut nggak ada yang masakin."

Orleanna tersenyum lebar. Ia berjalan ke arah bangku di pinggir kolam sementara Kaisar mengikuti dari belakang. Gadis itu membuka bungkusan plastik yang berisikan bubur ayam dalam kotak plastik.

Dengan tangannya yang masih keriput, Orleanna membuka kotak itu lalu mencoba membuka plastik-plastik kecil yang berisikan ayam, kacang, saus dan kecap satu per satu.

Kaisar hanya memerhatikan Orleanna. Perempuan itu masih tampak seperti anak kecil. Ia berusaha membuka ikatan plastik pada saus sambal dengan susah payah.

"Sini," ucap Kaisar mengambil plastik itu. Dengan cepat, ia mengigit ujung bawahnya, membuat lubang di sana.

Orleanna hanya memajukan bibir bawah. Ia juga tahu cara itu, hanya saja, tak ingin menggunakan cara tersebut karena dianggap kurang higienis.

"Kenapa ngerenggut?" tanya Kaisar menyadari wajah Orleanna yang tertekuk.

"Kan jorok," decak Orleanna kesal.

"Jorok?" Kaisar memiringkan kepala bingung.

"Itu ludah lo."

"Kayak nggak pernah tukeran ludah bareng gue aja," ucap Kaisar santai.

REKINDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang