Bab 21: That's Okay

4.4K 436 9
                                    

Orleanna berjalan ke depan. Ia sesekali melirik Warren yang masih terserang serangan panik mendadak. Orleanna kadang berpikir, apakah dahulu, ia juga seperti ini?

"Bisa bawa mobil? Mau gue yang bawa aja mobil lo?" tanya Orleanna sambil mengulurkan tangan meminta kunci.

Warren menggeleng. "Nggak apa-apa, gue bisa kok!"

"Bisa apanya! Sini!" Orleanna merampas kunci mobil Warren. Ia membuka mobil tersebut lalu naik di kursi pengemudi. "Cepetan!"

Warren yang masih setengah lemas tersenyum kecil seraya menaiki mobilnya di kursi penumpang. Dengan cepat, Orleanna mengemudikan mobil milik lelaki itu ke jalan raya, meninggalkan kafe tersebut.

Gadis itu masih sesekali melirik Warren yang mulai menetralkan napas. Lelaki itu memejamkan mata lalu menutupnya dengan lengan.

"Maaf," lirih lelaki itu.

"Nggak apa-apa," jawab Orleanna cepat. "Gue juga pernah ada di posisi lo."

Warren mengangguk pelan. Ia menatap langit biru di balik jendela sambil termenung sebentar.

Mobil hening. Yang terdengar hanyalah sayup-sayup dari radio yang terputar pelan. Tak ada yang berbicara. Semua sibuk dengan pikirannya masing-masing. Orleanna berjalan tanpa tujuan. Mereka hanya berputar-putar di daerah sana.

"Kita mau ke mana?" tanya Warren sadar bahwa mereka hanya memutar.

"Nggak tau, gue nggak ada ide." Orleanna berkata cepat. "Gue cuma mau menghindarkan lo dari mantan lo aja."

Warren tersenyum. Ia menarik napas sepanjang-panjang. "Makasih loh," ucapnya tulus.

Orleanna mengangguk lalu suasana kembali hening. Gadis itu kemudian berinisiatif berbelok. Ia rasa, ada baiknya kalau mereka mencari makan siang atau tempat lain untuk bekerja.

"Ngomong-ngomong, Lean," panggil Warren pelan.

"Ya?"

"Lo bakalan nikah juga sama mantan lo?"

Orleanna menarik napas. Ia menatap jalan yang mulai padat. "Mungkin," kata Orleanna asal.

"Mungkin?"

"Bokap nyokap kita nggak tau kalo kita udah putus. Jadinya, mereka dengan semangat empat lima mau bikin acara pernikahan." Orleanna tertawa geli sekaligus getir.

"Terus, lo terima aja?"

"Dulu gue pikir, kesempatan. Gue masih sayang sama Kaisar dan pertunangan itu jadi kesempatan baik, kan? Jadi, menurut gue, gue lebih baik diam dan menurut." Gadis itu berkata seraya menyandarkan tubuh karena mobil yang berhenti total akibat macet. "Kalo lo putus sama mantan yang paling lo sayang tapi tiba-tiba disuruh kawin, lo pasti nggak nolak, kan?"

Warren mengangguk. "Ya, nggak nolak sih."

Tawa getir terdengar dari bibir Orleanna. "Ya, kurang lebih begitu sih pikiran gue dulu."

"Dulu, past tense. Berarti, ada sekarangnya?" tanya Warren bingung.

"Sekarang gue lagi berpikir—mungkin, akal sehat gue baru jalan sekarang—gue kan sama dia putus karena nggak sejalan. Karena kita sama-sama saling tidak mengenal satu sama lain setelah terlalu lama jarak jauh. Sebenernya, gue bisa nggak sih nerima diri dia yang sekarang? Dia yang mungkin awam dan baru buat gue kenal lagi setelah sekian lama."

Warren mengangguk. "Bener sih, kayak kenal orang baru lagi."

"Yah," kata Orleanna melirik Warren yang mengangguk-angguk dengan lucu. "Bohong sih kalo sisa rasa itu udah nggak ada. Tapi, bukan artinya gue membuat diri sendiri jadi bias dengan itu semua, kan?"

REKINDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang