Bab 19: Yours?

5.2K 500 53
                                    

Kaisar mengambil buku agenda bersampul kulit warna hitam yang tergeletak rapi di atas meja kerjanya. Ya, buku agenda! Lelaki itu masih memegang teguh tradisionalitasnya untuk mencatat semua di buku daripada ponsel. Yang pastinya sudah dapat komentar pedas dari Orleanna semasa masih berpacaran dulu.

Lelaki itu membuka-buka lembar demi lembar. Ia meneliti pekerjaannya untuk hari ini. Jadwalnya hari ini cuma satu, berjaga di IGD rumah sakit di jam sepuluh pagi sampai enam sore.

Arlojinya menunjukan jam delapan. Masih ada dua jam lagi. Kaisar mengulum bibir. Ia memain-mainkan jari jemarinya di atas meja sebelum kemudian menutup buku itu dengan senyum.

Ia berdiri. Kakinya melangkah ke arah pintu keluar lalu membuka pintu mobilnya. Tak lama, Kaisar sudah melajukan mobil SUV hitamnya ke jalan raya. Hanya lima belas menit perjalanan, Kaisar sudah sampai di depan rumah gadis pujaan hatinya. Hari ini, ia ingin mengajak Orleanna makan pagi dan mungkin mengantarnya ke kantor kalau ia mau.

Matanya memicing melihat mobil sedan milik Orleanna masih ada di sana. Mengindikasikan bahwa gadis itu belum pergi.

Dengan senyum merekah, ia berjalan ke arah pintu dan menekan bel. Jantung Kaisar berdegup tak karuan. Lelaki itu dengan gelisah menunggu ketika akhirnya seorang wanita paruh baya yang merupakan asisten rumah tangga Kinardjo membuka pintu.

"Loh, Mas Kaisar ke sini? Mbak Lean-nya baru pergi," ucap si asisten rumah tangga itu kaget.

"Pergi?" Kaisar mengerutkan dahi. "Lah, mobilnya Lean masih di sini."

"Ah, itu, anu, tadi ada yang jemput."

"Ada yang jemput?" Seketika Kaisar mengerutkan dahi. "Orion?"

"Bukan," jawab si asisten rumah tangga lagi. "Temannya mas Xion."

"Hah?" Kaisar mengepalkan tangan. Warren? Matanya melirik ke arah mobil lain milik Oxion yang masih berada di tempat. Ia berjalan dengan sedikit emosi ke dalam kediaman Kinardjo.

Oxion yang tengah duduk di sofa menengok. Ia sedari tadi sudah memerhatikan Kaisar dari jendela tapi enggan untuk menyambut keluar. Lelaki itu pura-pura bodoh terkait kedatangan Kaisar apalagi tampang mantan kekasih adiknya yang terlihat tegang dan keras. Pasti si Mbak udah ngasih tau soal Warren.

Mata Kaisar dan Oxion bertemu dan saling menatap tajam. Kaisar menarik napas sepanjang-panjangnya.

"Mau kopi?" tawar Oxion santai sambil mengacungkan cangkir kopinya.

Kaisar memutar bola mata. "Lean, mana?"

"Kalo lo mau jemput Lean, lo telat," ucap Oxion santai. "Dia udah pergi sama--"

"--Warren?" Senyum miring tercetak di bibir Kaisar.

Oxion terkekeh kecil dengan ejekan begitu melihat reaksi Kaisar yang terganggu. Tanpa memperdulikan Kaisar, ia masih membaca korannya. "You may go, get the other girls or whoever."

Kaisar menarik napas panjang. Kesal dan sedikit marah. "She is mine, Oxion," desis Kaisar tak senang.

"Yours?" Oxion berdecak. Kata-kata itu membuat atensi laki-laki itu seutuhnya beralih ke Kaisar. Tangan Oxion melipat koran harian yang ia baca dan meletakkannya di meja.

Oxion berdiri. Ia kemudian berjalan mendekat ke arah Kaisar. Wajahnya benar-benar bertampang mengejek.

"She isn't yours anymore, Kaisar," bisik Oxion pelan. "Bahkan kalau dia jadi pacar atau istri lo, she is on her own, she owns herself, adik gue itu manusia bukan komoditas."

Kaisar mengepalkan tangan. Ia sadar bahwa bertarung debat dengan keluarga Kinardjo tak akan pernah mudah. Siapapun lawannya.

"I'm glad that you two broke up." Oxion makin memanasi Kaisar. "Kalo gue tau selama ini lo cuma menganggap adik gue sebagai barang, harusnya, gue pisahin lo dari awal."

REKINDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang