Belum Menyerah

342 16 10
                                    

Hari ini ternyata sekolah kami libur, kenapa tak ada yang memberitahu aku? Huh! Sial!

Aku segera melangkahkan kaki gontai menjauhi pagar sekolah yang tertutup rapat.

Menunggu jemputan adalah hal yang tidak mungkin, pantas saja tadi pagi pak mus tidak menjemputku ternyata sekolah sedang libur.

Ya, sudah sedari SD aku memakai jasa supir jemputan antar sekolah untuk mengantarku pulang dan pergi sekolah.
Pak Mus bahkan sudah ku anggap sebagai pamanku sendiri.

"Hey, tertipu juga ya?" Sebuah suara mengejutkanku dari lamunanku soal jemputan.

Aku menolehkan wajah dan mendapati anak laki-laki kemarin.

"Zaswa kan? Pulang sama aku yuk?"
Keningku berkerut, aku bahkan sudah lupa namanya. Siapa? Riyan? Reyan? Ah sudahlah.

"Aku Reymon"

Deg! Apakah dia bisa membaca pikiran??

"Haha kau lucu sekali dengan wajah seperti itu. Semua orang pasti mampu menebak jalan pikiranmu"

Deg! Aku harus berhati-hati padanya.

"Jadi? Bagaimana? Mau pulang denganku? Aku yakin jemputanmu takkan datang" tawarnya sekali lagi.

Dengan terpaksa aku menganggukkan kepala dan Rey pun tersenyum begitu manisnya mendapati jawabanku.

Di dalam perjalanan, aku hanya bisa terdiam mendengar kebisingan dan melihat kemacetan kota yang mungkin akan memperlambat waktu pulangku.

"Macet ya. Oh iya, kamu kelas sepuluh berapa?" Aku menolehkan wajah ke arah Rey yang sudah menatapku. Tatapan yang sulit di artikan.

"Kelas sepuluh satu. Kamu?

"Aku kelas sepuluh lima" ucapnya dan tersenyum lagi ke arahku.

"Kamu udah ada SIM?" Tanyaku lagi.
Dia menggelengkan kepala dan menyengir kuda.

"Tidak hehe. Tidak akan yang bisa menangkapku" jelasnya padaku. Aku tidak suka padanya, sombong.

Aku segera memalingkan wajah darinya.
Dia berbeda dengan Harly yang selalu sederhana dan menghargai apapun.

Kenapa aku mengingat Harly lagi?!!!

Setelah 2 jam lebih aku pun tiba di rumah.
"Oh iya Zas. Boleh minta nomormu gak?"
Aku hanya menatapnya bingung.

"Itu zas.. aku hanya ingin bertanya soal tugas. Dan siapa tahu kita bisa bersahabat" aku menahan tawa. Anak ini pintar sekali menganalisa pikiran dan raut wajahku.

Aku segera menyerahkan nomor HP dan dia pun berlalu dari hadapanku dengan mobilnya.

Hmm dasar orang kaya. Selalu seenaknya, batinku.
besok. Aku harus menceritakan hal ini pada para sahabatku
---

Terkadang, apa yang dilihat oleh awam memang tak seperti kelihatannya.

Terkadang, teliti itu perlu walau hanya segelintir orang yang sadar.

Karna ketika orang telah menemukan apa yang di cari, maka tidak butuh apapun lagi untuk mengincar hal lain kecuali orang tersebut memang punya misi. Seperti diriku yang memang paham betul pasti bukan Alex dalang di balik semua ini. Walau di mata orang dialah penyebab segalanya.

Ya harus aku akui bahwa Rey cerdas dalam mengcover semuanya sesuai kemauannya. Harusnya dia menjadi sutradara bukan?

Itulah sepenggal pengalaman yang aku rasakan pada saat menghadiri sidang yang tidak adil 3 hari lalu

Loving YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang