Musuh Terbesar

442 19 3
                                    

Junior High School- 2011

Sudah hampir 2 tahun aku dan Harly berpacaran. Memilikinya adalah hadiah pelengkap dari Tuhan. Dia mampu menjadi sahabat dan pacar yang hebat.

Hampir setiap hari ada saja hal yang dia lakukan yang membuat tawaku tak henti membuncah. Walau kadang tak di pungkiri perkelahian antar pasangan pada umumnya juga kami rasakan.

Dan mungkin, inilah perkelahian terbesar kami.

Aku hanya mampu menitikan air mata mendengar ucapan pedas dari mulut lelaki yang aku cintai ini.

Kami sebentar lagi akan segera lulus dan melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Dan dia justru membuat akhir yang membuatku tak akan pernah melupakan kisah ini.

"Maaf Zas. Aku tidak bermaksud menyakiti perasaanmu. Sungguh, kau kenal siapa Callista. Aku tidak pernah menggodanya seperti yang di tuduhkan olehnya" Harly menatapku sendu. Berharap aku mampu percaya padanya dan terus saja begitu hingga mati.

Aku membuang wajahku menjauh darinya.

"Putus" Aku segera berdiri dan melangkah pergi. Baru saja aku mau melangkahkan kaki keluar Aula, Harly menahan lenganku.

Kilatan merah pertanda dia benar-benar marah tergurat jelas disana.

"Bagaimana bisa dengan mudah kau memutuskan hubungan ini?? Apa kau gila??" Harly membentakku dengan sangat kasar. Aku mengernyit ke arahnya dengan tak kalah sinisnya.

"Hah! Pergi kau. Aku sudah tak mencintaimu" aku melepaskan diri dari Harly dan berjalan cepat menjauh darinya.

Setibanya dikelas, aku segera membenamkan kepala di atas meja. Pikiranku tak hentinya berpikir.

Chika muncul dari balik pintu dan tersenyum manis ke arahku.

Cih, apa dia tidak tahu aku sedang patah hati.

"Kau menangis Zas? Ada apa?" Chika menatapku dengan tatapan bingung.

"Putus sama Harly"

jawabku singkat dan segera di balas tatapan tak percaya darinya.

aku membuang muka dan menikmati rasa sakit ini.

Selang berapa jam seluruh sahabatku sudah mengetahuinya. Tapi mereka tahu betapa keras kepalanya aku. Hingga tak seorang pun mau membenarkan permasalahan ini.

Aku tahu, mungkin inilah saatnya.

Sudah waktunya hubungan kami berakhir.

Tidak ada lagi kisah-kisah lanjutan yang harus ditorehkan didalam hubungan kami.

Benar salahnya keputusanku,biar aku sendiri yang menanggung akibatnya. Seperti aku sendiri yang menanggung rasa sakit ini

--------

Mengingat kembali kejadian bertahun-tahun lalu, membuat kerutan di dahi Harly muncul lagi.

Berbagai pertanyaan dan penyesalan kembali muncul.

Kenapa aku tak menjelaskan lebih waktu itu??

Kenapa Zaswa tak mempercayaiku??

Kenapa tak ada kesempatan???

"Arrrrgghh!!" Harly membuang gelas di atas nakasnya.

"Tidak. Kali ini, aku tak akan menyerah seperti dahulu"

Harly kembali mengingat perbincangan dengan para sahabatnya di caffe kemarin. Tapi, hingga saat ini Rey nampak belum bertindak apa-apa.

"Ada baiknya aku menghubungi Arie terlebih dahulu" Harly segera membuka grup Alumni di LINE dan mendapati nama Arie disana.

Loving YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang