Zaswa Wulandari Hudiyanto
Sebuah nama yang selalu jelas aku ukir di dalam relung hati. Yang tak pernah lekang oleh waktu dan terganti kedudukannya oleh siapapun. Mungkin benar, cinta ini hanya perlu dirasakan dan tak berbalas.
Bahkan harapan demi harapan yang aku ciptakan sendiri untuk sekedar memotivasi diriku untuk bisa melangkah menghadapi dunia ini.
Sebuah nama yang mengajari aku tentang cinta dan kehidupan namun juga tak mengizinkan aku kembali. Walau hanya sedetik.
Menunggu tak semudah itu. Menunggu tak seasyik itu. Menunggu itu menyebalkan, makan hati, terkadang membuatku gila. Menunggu itu serasa digantung. Antara mati dan hidup. Antara muncul dan tenggelam. Antara ada dan tiada.
Dalam sebuah penemuan, persahabatan yang terjalin selama 6 tahun akan berlangsung seumur hidup.
Bagaimana dengan cinta? Yang bahkan masih sama. Sejak awalnya hingga sekarang. Bukan hanya 6 tahun. Bahkan sudah 10 tahun cinta ini ada.
Bukan hanya mencintainya dari pria untuk seorang wanita, namun sungguh dia juga merupakan satu dari sahabat yang selalu berhasil menghangatkan hatiku.
Aku hanya bisa memberikan perhatian yang bahkan rela menjadi bahan olokkan oleh sahabat-sahabatku.
"Har, kau serius masih menunggu si Zaswa?" Lamunanku terbuyar sudah oleh salah seorang sahabatku yang berada di hadapanku saat ini.
"Mau bagaimana lagi lif? Kau tahu sendiri kan bagaimana pengorbananku? Bagaimana kekeras kepalaan hatiku ini?" Balasku dengan menatap sendu sahabatku dari SMP ini.
"Sudah 10 tahun Har. Kau tidak kasihan pada dirimu sendiri? Bukalah hatimu. Coba kau periksa otakmu itu kembali" tegur Alif padaku kembali. Dan itu telah berlangsung Selama ratusan kali.
"Aku sud..."
"Woyyyyy" sebuah suara dari arah kiri meja kami membuatku memotong balasanku yang baru saja akan ku ungkap pada Alif. Walau dengan balasan yang ratusan kali sama pula.
"Ooh jadi kalian mejeng jam makan siang disini ya. Hebat tidak ngabarin" jelas saja kami tidak akan memarahi wanita di hadapan kami ini. Dia adalah wanita yang meng cover wajahnya dengan tampang cantik dan polos. Sebenarnya.... otaknya itu sedikit geser.
Marjan Amira Mumtaz. Atau biasa kami sapa dengan Rarra. Sahabat kami sejak SMP yang juga merupakan calon isteri Alif.
Masih banyak lagi wanita rempong binti ajaib yang sangat sulit di mengerti. Ini hanya satu dari mereka.
"Lagi ngomongin apaan sih? Serius sekali" gumam Rarra sembari mengangkat tangannya menunjuk kode pada pelayan agar segera datang menuju meja kami. Dan aku yakin obrolan yang seharusnya hanya satu jam ini akan berlangsung lebih dari yang di harapkan.
"Soal Zaswa" gumam Alif sambil menyeruput mocca latte miliknya.
"Hmm. Masih Har? Dia udah tunangan Har"
"Aku tahu" jawabku singkat.
Jelas saja aku tahu, kami kan 'bersahabat' pula. Walau sewaktu dia melangsungkan acara pertunangan itu aku tak berada di tempat. Tetap saja aku tahu.
"Susah Har. Aku dan yang lain juga sudah coba terus untuk membujuknya..." ungkap Rarra terlihat menggantung ucapannya karena kehadiran pelayan.
"Aku pesan yang ini ya" ucap Rarra singkat dan si pelayan pun mengangguk dan berlalu.
Rarra mendesah sebelum melanjutkan ucapannya yang terpotong.
"Dia sangat mencintai Rey" ucap Rarra sambil tertunduk. Aku tahu bahwa dia juga mampu merasakan perasaanku saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You
RomansaApakah tidak cukup hanya dengan membuktikan kesungguhanku selama ini untuk berhasil membuka sedikit cela di hatimu? Apakah sungguh sia-sia pengorbananku selama ini yang benar-benar tulus untukmu? -Davidaus Harly Adam