Halo, aku menemukanmu begitu mudah di antara keramaian. Namun, mengapa aku begitu sulit menemukan cahaya? Ah, mudah saja, karena aku terbiasa dengan kegelapan dan memilih untuk berteman baik dengannya.
-Next Time, Find Me in Our World-
...
Ingat. Bintang harus ingat. Ia tidak boleh menyesal meskipun sebenarnya ada banyak hal yang ingin disesali, dan ingin berlari jika saja rasa tanggung jawab tidak ada lagi. Ya, contohnya pagi ini.
Pemilik sepatu Converse dengan ukuran 42 itu melangkah pelan, baru saja usai keluar dari ruangan guru yang berada di lantai satu. Mencekam, di mana hanya berisi para orang yang serius, belum lagi ditambah dengan ruangannya yang minim cahaya dan ramai.
Entah harusnya ia menyesali untuk pindah ke sekolah ini atau sebaliknya, tetapi yang pasti ingin rasanya ia mengeluarkan seluruh isi perutnya sekarang.
"Woi! Ming--"
Belum sempat dari seberang menyelesaikan ucapan. Sontak bola oranye yang terpantul dari anak tangga menabrak belasan buku cetak tebal begitu saja, berhasil menimbulkan suara berat ketika barang yang tadinya digenggaman Bintang mendarat mulus di lantai koridor.
Sabar. Baiklah, di hari pertama bukankah orang-orang bilang harus mengambil dan memberi kesan baik agar hari-hari selanjutnya tidak terasa buruk? Ya, meskipun Bintang tidak yakin seutuhnya benar, tetapi setidaknya dapat meminimalisir masalah yang akan terjadi.
"Maaf. Lo ... anak baru?"
Bintang yang setengah menahan dongkol itu, berusaha mati-matian tidak menggubris. Lengan jenjang di balik jaket biru tuanya terjulur, memungut dan menumpuk kembali buku yang terjatuh.
"Gue nanya padahal, etdah. Kenalin gue Oliver, XII Bahasa 1. "
Bintang menoleh sejenak, dengan wajah datar hanya sedikit bergumam sebagai pertanda iya.
"Maafin gue, elah!" sahut siswa dengan seragam basketnya itu, rambut dengan potongan spike itu masih terlihat rapi sebagai pertanda belum menginjakkan kaki ke lapangan. "Nih, buku lo. Nama lo siapa?"
Tidak menjawab, Bintang bangkit. Kembali menenteng belasan buku tebal seraya membayangkan apakah tubuhnya baik-baik saja ketika sesampainya di lantai tiga?
"Ini orang sariawan atau gim--"
"Bisa lihat name tag di baju gue, kan?" jawab Bintang, tak tahan. Telinganya memanas mendengar gerutuan seseorang di sampingnya sedari tadi. "Kelas XII Bahasa 1, lantai tiga di bagian mana?"
Oliver tersenyum puas, melemparkan bola ke arah lapangan dan disambut dengan baik oleh beberapa orang di sana. "Kanan, paling ujung. Jangan sampai kaget."
Bintang yang mulai meniti satu anak tangga, menoleh sesaat. "Hah?"
"Jadi, lo anak baru di kelas gue, hm?" tanya Oliver, langsung saja menyambar setengah dari tumpukkan buku di genggaman Bintang. "Sini, gue bantu. Keburu pingsan lo kalau sendiri."
___
Ya, sepertinya benar akan pingsan jika saja ia tidak dapat menahan diri. Memang melelahkan meniti anak tangga untuk mencapai kelas yang berada di tingkat paling atas, belum lagi dengan suasana di kelas ini.
Meja dan kursi yang tidak lagi teratur pada tempatnya, buku-buku yang harusnya diletak di laci bawah meja ataupun sudut meja kini banyak yang tergeletak di lantai, tanpa berminat diambil pemiliknya.
"Lo duduk sini aja, kebetulan teman sebangku gue kemarin keluar dari sekolah ini."Langsung saja Bintang meletakkan tas, lalu melepaskan jaket yang menyelimuti seragam. "Keluar?"
"Ya." Oliver mengembus napas jengah, memperhatikan beberapa siswa di kelas. Sekilas tampak keadaan sekolah pada umumnya, ada beberapa yang selalu saja belajar tanpa peduli waktu, ada menikmati bekal sarapan, dan ada pula yang menimbulkan keriuhan. "Gue menyebutnya sebagai seleksi alam."
Sebelah alis Bintang terangkat. "Maksud?"
"Lo tau nilai di sini gila-gilaan, kan?" Oliver mendaratkan tubuh di kursi, setengah memukul meja dengan pelan. "Lo harus cukup waras di tengah lingkungan yang ... entahlah, agak nggak waras menurut gue. Anak-anak yang udah nggak betah, bakal milih keluar. Sementara anak-anak sekolah di luar sana, belajar mati-matian supaya bisa pindah dan diterima di sekolah ini."
"Kayak gue maksudnya?" tanya Bintang menunjuk diri sendiri, setengah meringis.
"Yep." Oliver menjentikkan jari, lalu menunjukkan beberapa catatan yang tertulis di telapak tangannya. Ya, sebagai hafalan salah satu mata pelajaran, meskipun sedang melatih para junior di bawah dalam bermain basket. "Ada satu pertanyaan yang selalu didapatkan anak baru. Ngomong-ngomong, gue boleh tau alasan lo sekolah di sini?"
"Alasan gue ...." Bintang berpikir lama, hingga membuat Oliver yang mencondongkan tubuh dengan penasaran akhirnya mengembus napas jengah. Bintang tertawa pelan. "Kayaknya lo bakal nggak nyangka."
"Apaan memang?" tanya Oliver penasaran, lalu menyikut Bintang dengan kuat. "Buruan bilang! Penasaran gue! Buat apaan? Lo diimingi apa? PSP? Iphone? Macbook?"
"Entahlah." Bintang mengangkat kedua bahu, memandang jail. "Alasan gue masuk ke sini biar gue bisa pamer ke anak sekolah yang lama mungkin?"
"Pamer? Tak ada alasan lain?" tanya Oliver, menggeleng tidak percaya, menepuk dahi dengan kuat.
Gila. Benar-benar tidak masuk akal, pikirnya.
Halo! Hari kedua update! Sesuai dengan jawaban atas pertanyaan yang pernah kuajukan beberapa hari sebelumnya. Jadi cerita ini bakal ku update setiap hari Rabu, Jumat, sama Minggu, ya. Dalam satu hari kemungkinan kubisa dua kali update. So, pantengin terus, ya.
Masih permulaan, kenalan sama tokoh-tokohnya dulu, ya! Hehe .... moga bisa berteman baik dengan Bintang dan Oliver.
Up : 02.11.22
KAMU SEDANG MEMBACA
Next Time, Find Me In Our World [TERBIT-COMPLETE]
Teen FictionMenurut Bintang, setiap kisah akan berakhir pada epilog nantinya. Begitu juga dengan hidupnya. Ia yang mulai menyerah, mendadak saja mengetahui tujuan hidup di saat detik-detik terakhir menghantuinya. Tidak ada tujuan baik yang terlintas, melainkan...