1.1 | MENAHANNYA SENDIRIAN

88 11 2
                                    

Saat berada di kegelapan, ada rasa sedih dan ketakutan yang di hadapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat berada di kegelapan, ada rasa sedih dan ketakutan yang di hadapi. Berusaha berteriak, tetapi sudah jelas tidak akan ada yang menanggapi. Pada akhirnya, ia menjadi terbiasa. Kosong. Baik dari sorot matanya, maupun perasaannya.

-Next Time, Find Me in Our World-

...

"Lo ke ruangan musik memangnya bisa main musik?"

Pintu ruangan terbuka, langsung saja Bintang menghalangi pandangan dengan sebelah tangan begitu kilau cahaya matahari dari jendela jelas memenuhi ruangan. Wajar saja, mengingat letak tempatnya yang jelas menantang matahari saat siang hari. Aroma lembab, lalu sedikit debu begitu terasa ketika berhasil melangkah masuk.

Bintang membuka kaus kaki, lalu menutup kembali pintu ruangan musik. Tampak sepi, di pertengahan hari seperti ini. Hanya menyisakan ia dan Eve. "Nggak."

"Hah?" Eve yang membuka penutup tuts piano menoleh seketika, ekspresi aneh yang ditunjukkan berhasil membuat Bintang nengangkat sebelah alis. "Terus lo ngapain ke sini, hm? Jujur, gue nggak ngerti lo manusia jenis apa sebenarnya."

Bintang tersenyum sinis, melipatkan kedua kaki, duduk bersandar di sisi dinding. Ya, hanya pinggiran dinding yang teduh. Sisanya? Lihat saja, baru lewat semenit, bulir keringat jelas terlihat di dahi Eve.

"Beritahu sandi hp lo secara terang-terangan, sekalinya lo izin bakal lama buat masuk sekolah lagi, dan sekarang? Ke ruang musik, tapi lo--"

"Apa kamar hanya berfungsi untuk tidur? Apa dapur hanya untuk masak? Apa ruang tengah hanya untuk menonton televisi?" tanya Bintang balik. Eve menggeleng, meskipun menahan diri mati-matian untuk tidak mendengkus sebal, berhasil membuat Bintang tersenyum kemenangan. "Begitu juga gue ke ruangan ini."

"Jadi tujuan lo ke sini mau ngapain?" tanya Eve, menarik bangku kecil yang berada di hadapan piano, lalu merenggangkan ke sepuluh jari. Siap sedia menekan tuts yang ada, tanpa berniat menoleh ke arah Bintang sedikit pun.

"Tidur," jawab Bintang, mata bundar itu terpejam tenang, setenang jawaban yang bagi Eve begitu menyebalkan.

Musik klasik yang hanya Bintang ketahui milik Beethoven dimainkan dalam tempo cepat. Ah ... bahkan Bintang bertaruh bahwa cewek itu pasti dengan mudah menjiwai musik yang dimainkan mengingat sifatnya yang mudah terbakar.

Karya seni memang tidak bisa bohong, pikir Bintang.

Tak ingin diabaikan, Eve mulai bermain dengan tempo tenang, sesekali memperhatikan Bintang yang menyandarkan kepala di sudut dinding.

"Lo tahu? Chandra Utama, memang terlihat santai. Seakan-akan setiap murid diberi waktu luang yang banyak dibandingkan pemberian materi akademik di sekolah, tapi apa lo tau di balik itu ada syarat yang harus dipegang?"

Bintang hanya bergumam, mengiyakan.

"Nggak mudah untuk masuk karena standar nilai yang gila-gilaan, tetapi setelah lo masuk? Tekanan juga nggak ada habis-habisnya. Nggak cukup harus mempertahankan atau menaikkan nilai-nilai pelajaran. Di sekolah ini, setiap murid wajib punya satu hal di luar akademik yang bisa dibanggakan."

Next Time, Find Me In Our World [TERBIT-COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang