PUNCAK TEROR - part 3

128 18 7
                                    

4 Juni 2030, 17.00 GMT+8

Kawasan Liang Butan, Sabah

51 Jam sejak Shotdown

Rama sendiri sudah tidak bisa memperkirakan cobaan apa lagi yang akan dialaminya. Dalam 2 hari ini ia sudah mengalami ujian hampir semua materi yang dipelajarinya selama 4 tahun di akademi, plus sejumlah latihan-latihan rutin sejak ia berdinas.

Manuver pesawat menghindari serangan rudal, teknik ejection dari pesawat menggunakan kursi lontar, penggunaan parasut, teknik survival, evasion, resistance, bahkan usaha escape sudah berkali-kali dilaksanakannya. Terakhir, gara-gara gagal memijak dengan sempurna saat dalam kondisi mendapat serangan dari penembak gelap, ia jadi terjatuh lagi dari ketinggian, dan kali ini, tercebur ke sebuah kolam alami yang ternyata ada di sebuah cerukan di bukit itu. Sebuah kolam besar yang kemungkinan airnya merupakan tampungan air hujan, atau rembesan air tanah, namun tidak langsung mengalir menjadi sebuah anak sungai. Mungkin karena tempatnya yang bukan sebuah punggungan bukit.


Rasa yang dialami tubuhnya semakin kacau. Sakit macam kebas atau perih yang tadi dirasakannya akibat terjangan peluru atau mortir kemarin, kini sudah hilang, berganti dengan gatal yang mendera akibat sejumlah luka-lukanya mulai muncul infeksi.

Dehidrasi akut juga menjadi musuh terbesarnya. Terlebih kini kedua kaus kakinya sudah 'tercemar' dengan air kolam yang dipenuhi lumut tadi.

Dan ketika dilihatnya batang sebuah tanaman merambat, dengan langkah tergopoh-gopoh, Rama mendekati pohon itu. Mengeluarkan pisau lipat kecilnya, lalu menusuk pohon itu dan menyayat kulit pohonnya. Menarik sedikit kulit pohonnya kebawah. Menanti beberapa waktu, hingga akhirnya setetes air mulai menggumpal di ujung sayatan kulit pohon tadi. Dan ketika gumpalan air itu sudah cukup besar, titik air itupun jatuh dari ujung sayatan kulit, menetes.

Dan Rama membuka mulutnya lebar-lebar, menangkap tetesan air pertama, dan...

'Ah... segarnya'

Dan selama beberapa menit berikutnya, Rama tetap di posisi itu, menikmati tetes demi tetes air yang keluar dari sayatan kulit pohon tadi. Tak dipedulikan rahangnya yang mulai terasa kaku akibat menunggu tetesan air itu.

Namun tidak lama kemudian...


Gluduuuuuggggggg

Gemuruh terdengar dari langit, bersamaan terlihatnya awan-awan gelap mulai berkumpul. Dan tetesan air dari langit mulai membasahi bumi Borneo

'ALHAMDULILLAAAAAAAAAAAAAAH', teriak Rama dalam hati saja.

Dan ia berbaring saja diatas tanah dengan mulut terbuka, meletakkan kedua tangannya diatas wajah, menutupi hidungnya, dan membiarkan derasnya air hujan berebutan memasuki rongga mulutnya.

Beberapa menit kemudian hujan turun semakin deras. Rama yang awalnya bisa menikmati tetes demi tetes air jatuh dan mengalir masuk ke mulutnya, kini mulai terganggu ketika aliran air itu bergerak memasuki hidungnya. Membuatnya terpaksa membuka mata dan bangkit dari sikap terlentangnya tadi.

Diambilnya lipatan plastik dari kantong di betis kirinya, lalu dibukanya kantong itu selebar-lebarnya, berharap tetes air yang memasuki kantongnya sebanyak mungkin.

===


4 Juni 2030, 20.00 GMT+8

Lanud ANB, Tarakan

54 Jam sejak Shotdown

Bangunan berbentuk seperti container berukuran 2.4 x 6 meter itu dimasuki oleh 2 orang. Komandan dan Operator dari UCAV CH-4B. Mereka kembali dari istirahatnya, dan sebentar lagi mereka akan mengendalikan UCAV itu kembali ke Tarakan, sebagai akhir dari masa loitering-nya 24 jam terakhir. Sehabis ini UCAV akan diistirahatkan dan digantikan oleh Firefly-Five, UCAV yang lainnya.

Sayap Tanah Air 2 - Dibalik Konflik...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang