PENCERAHAN - part 2

340 25 7
                                    

4 Juni 2030, 20.30 GMT+8

Istana Malacanang, Manila, Filipina

55 Jam sejak Shotdown

"Jadi begitulah laporan kami, Mr. President", tutup seorang perwira militer atas laporannya kepada Presiden James Duarte.

Orang yang diberi laporan hanya termangu, kedua tangannya tertangkup didepan wajahnya, sementara pandangan matanya nampak nanar dan kosong.

"Jadi memang ada pengkhianat dalam organisasi kita, Joaquim?", tanya Presiden Duarte beberapa saat kemudian kepada perwira militer didepannya itu, Jenderal Joaquim Marcos. Sebuah pencerahan perlahan menguat di kepalanya. Ada pihak lain yang turut bermain di konflik di negaranya ini.

"Ya, Yang Mulia", jawab Jenderal Marcos.

"Rodrigo terlibat dalam hal ini?"

"PSPK pasti terlibat, tetapi apakah Rodrigo juga terlibat, saya belum bisa menjawabnya. Namun sebagai tindakan pencegahan, militer telah mengepung gedung kantor PSPK. Termasuk Rodrigo dan beberapa orang anak buahnya yang mungkin terlibat dalam masalah Jakarta ini"

Presiden terdiam kembali. Ia tidak menyahut ucapan terakhir perwira militer kepercayaannya itu selama beberapa waktu kemudian.

"Crisanto Labog adalah anak didik Rodrigo", akhirnya terdengar ucapan Presiden Duarte. "Tentunya penugasannya ke Jakarta sebagai bagian dari rombongan Ambassador Aquino tentunya sepengetahuan Rodrigo juga. Dan fakta bahwa Dialah pelaku percobaan pemboman Jakarta Initiative ini, sudah jelas tujuannya untuk mencoreng muka Filipina..."

Sesaat Presiden Duarte terdiam, lalu melanjutkan kata-katanya, "... atau mencoreng mukaku"

Suasana kembali hening. Baik Presiden Duarte maupun Jenderal Marcos tidak berkata apa-apa selama beberapa saat kemudian.

"Hentikan agresi, Jenderal, tarik seluruh pasukanmu dari Malaysia, tinggalkan Lahad Datu saat ini juga. Pulangkan mereka ke Filipina, kembalikan mereka ke baraknya. Aku akan menghubungi Jakarta dan meminta Presiden Indonesia meminjamkan beberapa pesawat dan kapal angkut mereka. Tengah hari besok, pasukan organik kita dan perlengkapannya, sudah harus meninggalkan tanah Sabah. Pasukan-pasukan yang ternyata belum kembali dan berada diluar Lahad Datu, berarti telah melanggar perintahku sebelumnya, dan untuk itu mereka adalah pengkhianat"

Wajah Presiden Duarte mendadak tegang. Sorot matanya langsung tajam, "dan tidak ada hukuman yang lebih layak bagi seorang pengkhianat, kecuali hukuman mati"

Jenderal Marcos bergidik sesaat melihat respon Panglima Tertinggi dihadapannya itu. Sebagaimana ia telah mengenal Duarte ketika mereka masih sama-sama aktif berdinas di kemiliteran.


13 tahun yang lalu Brigjen Duarte, dibawah kepemimpinan Presiden Rodrigo Duterte menjadi Panglima Operasi saat Pertempuran di Marawi, yang saat itu menjadi basis organisasi terorisme Abu Sayyaf, afiliasi ISIL di Filipina dan Asia Tenggara. Penunjukkannya yang tiba-tiba adalah karena besarnya jumlah korban yang jatuh di kalangan pasukan Filipina.

Dan sepertinya Presiden Duterte waktu itu tidak salah menunjuk Duarte untuk memegang komando di wilayah Mindanao. Kurang dari 2 bulan berikutnya, Duarte yang merupakan lulusan terbaik Sekolah Staf Komando Filipina dan pernah mengenyam pendidikan di Seskoad, Indonesia, dengan lihai memobilisasi pasukan tempurnya ke titik-titik strategis untuk menghentikan jalur supply ke pemberontak di Marawi.

Hubungan baiknya dengan sejumlah perwira di Indonesia-pun menghasilkan bantuan tidak resmi intelijen Indonesia. Tentunya tambahan mata menjadi keunggulan mereka dibanding pihak lawan.

Sayap Tanah Air 2 - Dibalik Konflik...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang