8 Juni 2030, 18.00 GMT+7
Lanud HLP, Jakarta
Adzan Maghrib sudah selesai berkumandang ketika pesawat bernomor ekor AE-7326 touch down di Runway 24 Lanud Halim. Beberapa saat setelah roda menjejak landasan, Reverse thrust dari kedua mesin turbofan LEAP-1C menderu dan membuat pesawat itu dapat mengurangi kecepatannya dalam waktu cukup singkat. Tak lama kemudian pesawat berbalik dan langsung mengarah ke Apron Selatan, lalu masuk ke hangar Skadron Teknik 021.
Begitu pesawat masuk, pintu geser berukuran raksasa langsung bergerak menutup. Hangar itu langsung tertutup dan terhindar dari mata orang-orang awam, meskipun sudah beberapa tahun Lanud Halim tidak lagi dipakai untuk penerbangan komersial sejak perluasan Bandara Soekarno-Hatta selesai.
Tidak butuh waktu lama, satu orang ground crew mendorong tangga mendekati pintu kiri pesawat, dan setelah itu pintu-pun terbuka dan dua orang yang pertama keluar adalah Rama dan Mayor Liana.
"Selamat datang di Halim, Mayor Liana Halim", ujar Rama bergurau pada perwira menengah disebelahnya itu
"Kamu itu, status masih orang yang diperiksa, tapi sehari ini sudah iseng dua kali sama penyelidiknya", ujar Mayor Liana terkekeh. Namun sesudahnya ia membuka tas tangannya dan merogoh, mengambil sesuatu dari dalamnya, "Oh iya, Letnan. Semestinya mengingat statusmu sekarang, ini belum saatnya. Tapi ini kukembalikan saja dulu Ponsel-mu"
"Mam?", tanya Rama tidak mengerti.
"Pulanglah malam ini, besok pagi kita bertemu di Mabes TNI Cilangkap"
---
20.30 GMT+7
Rumah Keluarga Prastomo
Sebuah Small SUV berwarna biru tua dengan pelat dinas TNI-AU, terlihat berhenti didepan sebuah rumah di bilangan Cipayung, Jakarta Timur. Pintu depan sebelah kiri terbuka, sosok tubuh tegap itu turun dari mobil sambil menenteng ransel kecilnya itu di tangan kanan. Tangan kirinya lantas menutup kembali pintu mobil, bersamaan jendela mobil bergerak turun.
"Kalau begitu, besok jam setengah delapan saya jemput disini, Let?", seorang berpangkat tamtama namun wajahnya terlihat cukup senior yang duduk di bangku pengemudi melongok ke kiri dan bicara melalui jendela yang terbuka tadi.
"Kalau tidak merepotkan, Bang", jawab lawan bicaranya yang ternyata adalah Rama, "dari sini ke Cilangkap sih dekat, saya bisa berangkat sendiri"
"Memang dekat sih, Let, tapi kalau nggak saya jemput, saya yang kena disiplin POM, Let", jawab si tamtama pengemudi tadi sambil tersenyum.
"Oke kalau begitu", jawab Rama, "hati-hati, Bang, selamat sampai rumah dan istirahat", ujarnya lantas mundur selangkah dari mobil.
Si tamtama pengemudi itu memasukkan tuas persneling otomatis-nya ke gigi 1, namun bahkan sebelum mobil itu bergerak, ia menengok lagi kearah Rama dan bicara, "Izin Let, terlepas apapun yang Letnan alami, kami semua hormat pada Letnan. Apa yang Letnan alami, menunjukkan bahwa pelatihan kita memang sudah benar"
Rama terdiam mendengarnya, sedikit rasa haru muncul dalam hati, ternyata orang-orang di satuannya, yang bahkan tidak mengenalnya secara pribadi, memberikan dukungan. Dan beberapa orang yang ia temui, hampir semuanya memberikan dukungan moral.
Mobil dinas satuan itupun berlalu, Rama berjalan mendekati pagar rumah dan mendorong pintu kecilnya. Dilangkahkan kaki memasuki pekarangan rumah yang cukup luas itu, sampai seseorang yang terlihat sudah baya menyambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap Tanah Air 2 - Dibalik Konflik...
ActionKonflik terjadi antara dua negara tetangga. Dan Indonesia harus menyiagakan pasukan militernya untuk mengamankan wilayah perbatasan, baik di daratan maupun batas laut. Ketika hampir seluruh prajurit terbaik bangsa ini bertugas, satu musibah terjadi...