"Aneh, dia begitu ingin menjadi Raja." Saat ini Sakura dan Shisui berada di dalam kereta kuda yang menuju ke suatu tempat. Shisui memulai sebuah percakapan dengan pendapatnya.
"Padahal, selama ini dia begitu pasif dan terlihat tidak memiliki ambisi dengan kekuasan." Lanjut Shisui.
Sakura juga terkejut, saat Sasuke bilang bahwa dia ingin naik tahta. Karena dia berpikir, Sasuke akan lebih fokus dengan masalah Itachi. Sekarang dia tidak tahu, apa rencana Sasuke ke depannya nanti.
"Itu, juga sedikit mengagetkanku. Tapi mari kita percaya padanya, mungkin saja dengan dia menjadi Raja, misi kita akan semakin mudah." Sakura masih mencoba untuk berpikir positif.
"Aku harap begitu, omong-omong kau pernah berkata, Itachi bukanlah akhir bukan?" Tanya Shisui yang dijawab anggukan oleh Sakura.
"Sebenarnya aku tahu itu dan cara untuk memancingnya keluar bukanlah dengan Sasuke naik tahta. Mereka tidak peduli lagi dengan kuasa setelah Itachi terdakwa bersalah, mereka punya rencana lain. Aku hanya ingin tahu, apakah Sasuke berbeda dengan Uchiha lainnya atau tidak. Aku berharap dia menolak rencanaku waktu itu, tetapi di luar dugaan dia justru bersemangat naik tahta." Penjelasan Shisui membuat Sakura memperbaiki posisi duduknya. Dia serius.
"Jadi, kau sudah tahu siapa dalang di balik semua ini!?" Tanya Sakura.
"Bukan aku, tapi seseorang yang akan kita temui nantilah yang tahu." Jawab Shisui santai.
"Maka dari itu Sakura, jangan terlalu berharap untuk menjadi ratu. Karena sepertinya Sasuke hanya menjadikan dirimu sebagai batu loncatan saja." Sakura menyeringai. Batu loncatan katanya?
Sakura memilih diam, jika Shisui benar apakah dia terima dengan semua itu?
"Tuan, kita sudah sampai." Shisui melemparkan satu bungkus koin emas kepada sang kusir yang lalu melepas topinya sebagai tanda terimakasih. Kereta kuda itu melaju kencang meninggalkan mereka. Mereka ada di dermaga, ada banyak kapal-kapal berlabuh di sana.
"Kau tahu siapa pemimpin tertinggi dermaga ini Sakura?" Shisui bertanya.
"Tidak..."
"Sasori, Haruno Sasori."
"Haruno?" Cicit Sakura pelan.
"Kau bisa tahu dia pasti memiliki suatu hubungan denganmu dilihat dari marganya. Dia adalah kakakmu, namun berbeda ibu. Dulu, ayahmu menjalin hubungan terlarang dengan gadis dari dermaga ini dan memiliki anak. Tetapi Klan Haruno menolak kekasih ayahmu dengan alasan dia bukan bangsawan. Klan Haruno memilih ibumu sebagai menantu utama Klan Haruno, ayahmu tidak bisa berbuat apa-apa saat itu dan menerima semuanya. Namun kekasih ayahmu tidak. Dia merasa dunianya telah berakhir dan bunuh diri dengan cara menenggelamkan dirinya di laut. Ia meninggalkan bayi kecilnya di sebuah panti asuhan dermaga. Dialah Haruno Sasori." Sakura mendengarkan cerita Shisui tanpa berkedip.
"Lama tidak bertemu, Shisui." Suara itu membuat lamunan Sakura terpecah.
"Maaf aku datang tanpa memberitahu dari jauh-jauh hari terlebih dahulu. Ini penting." Shisui menepuk bahu lelaki itu.
Rambut merahnya sangat mirip dengan kakek Sakura. Tetapi milik Sasori lebih pekat. Suaranya berat walaupun wajah Sasori mirip bayi. Sorot matanya itu, sangat mirip dengan ayah Sakura saat masih muda. Benarkah dia adalah kakaknya?
Mata mereka bertemu, Sasori tampak terkejut melihat Sakura ada di sana.
"Melihat dari reaksi anda, anda pasti sudah mengetahui semuanya..." Sasori lupa, Sakura itu cerdas. Buru-buru dia memperbaiki ekspresi wajahnya.
"Mungkin akan lebih menyenangkan jika kita minum teh di ujung dermaga sana." Saran Shisui yang sudah lebih dulu melangkah pergi. Sasori menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia bingung harus bagaimana dalam bersikap. Namun Sakura tidak begitu, ia tetap tenang dalam situasi yang tidak masuk akal sekalipun.
"Hah... bisa gila aku." Keluh Sakura.
"Kemarin ayahku dipermalukan, lalu fakta penghianatan, dan ini kenyataan kalau sebenarnya aku memiliki kakak?" Lanjutnya sembari mendengus. Sasori jadi semakin bingung harus bagaimana menghadapi Sakura.
"A...Ah, Putri Sakura... Ak-"
"Putri Sakura? Apakah itu cara baru untuk seorang kakak memanggil adiknya?" Sindir Sakura.
"Kau menerimaku?" Sakura terbelalak, apa itu artinya Sakura menerimanya?
"Menurutmu bagaimana, Kak Sasori?" Sasori tersenyum lebar mendengar itu. Selama ini dia hanya bisa melihat dari jauh adik perempuannya itu dan tidak terbayang kalau Sakura akan memanggilnya kakak suatu hari nanti. Semua itu menjadi nyata. Kehadirannya diterima.
"Ternyata kaulah yang selama ini memantauku dari menara. Aku sempat bingung karena kau hanya melihat tapi tidak menyerang." Sasori lagi-lagi dibuat salah tingkah oleh Sakura.
"Maaf aku tidak memiliki keberanian untuk menyapamu, Sakura." Mereka sampai di ujung dermaga.
"Kau tahu, dia mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan Klan Haruno yang membuangnya. Ada satu serangan besar yang harusnya terjadi di Mansion Haruno. Tetapi gagal karena Sasori berhasil membunuh mereka semua di tengah perjalanan." Ujar Shisui menambahi.
"Sakura, aku membawamu kemari karena kami ingin kau tahu bahwa sebenarnya kami sudah tahu siapa dalang utama di balik semua ini." Hati Sakura berdebar. Apakah akhirnya dia tahu siapa orang yang selama ini ia cari?
"Siapa?"
Sasori dan Shisui saling memandang.
Lalu Sasori mengangguk, "Uchiha Madara."
"Dia adalah pewaris utama sebelum Fugaku Uchiha tetapi karena dia memiliki ideologi yang menurut para menteri bertentangan dengan prinsip dasar negara, dia dibuang." Cerita itu cukup menjelaskan semuanya. Sakura termenung. Uchiha Madara siapa lagi? Kenapa bisa luput dari pengawasannya selama ini?
"Kalian sudah tahu ini semua, kenapa tidak bilang padaku?" Tanya Sakura.
"Karena kami ingin membuat Madara merasa dirinya telah berhasil." Jawab Sasori.
"Kau tahu seberapa menderitanya aku karena orang yang bernama Madara itu? Tahukah kalian tentang usahaku mencari orang dibalik semua ini?" Hari ini, entah mengapa Sakura menjadi sangat sensitif. Suasana hatinya cepat sekali berubah-ubah. Bahkan Sakura sendiri bingung dengan perasaannya sendiri.
"Maafkan kami, tapi ini juga demi keselamatan Klan Haruno Sakura. Jika salah satu langkah saja, bisa jadi kalian berada dalam bahaya." Sasori berusaha menenangkan Sakura yang sangat emosional. Seorang Sakura yang biasanya tenang dan memasang wajah datar setiap kali menghadapi situasi apapun, kali ini begitu marah kepada Sasori dan Shisui. Ia merasa tidak ada yang peduli dengan perasaannya dan hanya memanfaatkannya sebagai batu loncatan ataupun umpan.
"Maaf, Sakura..." Lirih Sasori yang saat ini bersimpuh di hadapan Sakura.
Sakura mengusap wajahnya frustasi, ia menghela napas kasar. "Jadi sekarang aku harus bagaimana?" Tanyanya pasrah.
"Kita akan melakukan pembersihan di pemerintahan. Kami telah berhasil menyapu bersih anak buah Madara sampai akar-akarnya. Kali ini kita perlu menunggu Sasuke naik tahta. Kita akan menangkap Madara dihari yang sama saat Sasuke menjadi raja." Sakura tidak menyangka, sudah sejauh ini mereka bergerak dibalik layar. Pergerakan mereka sama sekali tidak terlihat oleh Sakura maupun Naruto. Ini hebat.
"Kalau begitu, Kak Sasori harus pulang ke Klan Haruno. Sepertinya aku butuh Kakak untuk memimpin Klan beberapa tahun ke depan." Pinta Sakura yang saat ini masih mencerna segala hal yang baru saja ia dapatkan.
"Bagaimana dengan Ibumu? Nenek? Ayah?" Tanya Sasori ragu.
"Gerbang Klan Haruno selalu terbuka untukmu Haruno Sasori. Anggap saja sebagai tanda permintaan maafmu padaku karena menyembunyikan hal sebesar ini dariku. Menyembunyikan dirimu dan tidak jujur padaku, adikmu." Sasori terbungkam, ia memiloh menurut saja kepada Sakura daripada harus berdebat dengannya.
"Aku sangat ingin makan kerang..." Ucapan Sakura membuat kedua orang lelaki itu semakin tidak mengerti dengan suasana hati wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duchess Haruno [ END ]
Historical Fiction[SASUSAKU IN THE PASADO] ⚠️ Disclaimer : "This story is pure fiction with a historical background." Tumbuh tanpa mengenal apa itu cinta, dia bahkan tidak mendapatkannya dari kedua orangtuanya. Hidup mewah dalam sangkar emas tanpa tahu apa itu dunia...