Ep. 6 - Libélula

859 152 16
                                    

Tsunade pamit pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tsunade pamit pulang.

Sakura mengantarnya hanya sampai di daun pintu kamarnya. Menurutnya dia tidak perlu mengantar neneknya sampai depan. Tsunade tidak buta arah.

"Sepertinya memang harus dia dulu." Sakura tersenyum. Ia melepas seluruh bajunya, menurutnya cuaca panas hari ini cocok sekali untuk berendam.

Shizune meminta izin untuk mengantar Tsunade dan menginap di kediaman lama. Karena di sanalah dia bisa menemui ayahnya. "Aku tidak menyangka sudah sejauh ini." Shizune tersentak kaget. Tsunade pasti sedang membahas Sakura. "Bukankah dulu dia hanyalah gadis kecil yang lucu? Dia terlihat mungil di gendonganku." Benar, Shizune juga setuju dengan itu.

Dulu Sakura adalah gadis kecil paling manis menurutnya.

"Lihatlah sekarang, dia menjadi orang yang sangat berbahaya." Tsunade teringat mata Sakura yang tidak pernah tidak waspada. Ia selalu mengamati lawan bicaranya. "Aku khawatir dengan Putra Mahkota itu, apakah dia lawan yang seimbang untuk Sakura?" Tsunade mencemaskan Itachi.

"Sebentar lagi, anakku juga akan habis di tangannya." Shizune jadi khawatir meninggalkan Sakura sendirian di mansion. Tapi dia harus menemui ayah tercintanya.

Kereta kuda sampai di depan rumah Shizune.

"Terimakasih atas tumpangannya Tsunade-sama!" Tsunade melambaikan tangannya, itu bukan apa-apa.

Shizune mengenggam erat bungkusan roti kesukaan ayahnya. Dia tidak sabar bertemu dengan ayahnya. "Shizune, pulang!"

Bruk!

"Ayah!" Shizune terkejut bukan kepalang, melihat ayahnya yang tergeletak di lantai tidak sadarkan diri. Ia mengecek deru napas sang ayah, lalu menghela napas lega, sejenak. Dia dengan sekuat tenaga membopong ayahnya sampai ke kamar.

Menunggu dengan cemas, Shizune tidak membawa uang. Semua hartanya ada di Mansion Haruno. Tidak bisa memanggil tenaga medis.

"Ayah..." Shizune merengek. Sudah 1 jam dia menunggu, namun ayahnya tidak kunjung membuka mata.

"Suhu tubuhnya tinggi sekali, hiks. Aku harus ba-bagaimana?" Suara Shizune tercekat. Ayahnya adalah harta paling berharga miliknya, dia rela bekerja dan jauh dari ayahnya agar sang ayah tidak kelelahan lagi. "Apakah ayah diam-diam bekerja lagi?" Shizune tahu, pertanyaan itu tidak akan ada jawabannya.

Saat-saat terakhir dimana harapannya memudar, pintu rumahnya di dobrak.

"Tuan Putri!" Sakura bersama dengan dokter datang. Dokter itu bergegas memeriksa ayah Shizune. "P-Pintunya!" Nyawa Shizune tampak melayang. "Kau baik-baik saja, Shizune?" Tentu saja dia tidak baik-baik saja, pintu itu adalah bagian paling mahal di rumah ini. Gaji Shizune selama sebulan tidak mampu melunasi atau membeli pintu itu.

The Duchess Haruno [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang