— 🌟 —
Ino bersama merpati putih berada di atas menara ibukota. Tenten berdiri di tengah keramaian kota. Mereka saling menatap satu sama lain. Ino melepas tali merah yang terikat di kaki sang merpati. "Sekarang."
Sakura berada di balkon mansionnya, tersenyum cantik saat wajahnya di terpa angin.
"Saya berhasil menyelamatkan semua korban, Tuan Putri." Sakura menoleh dan mendapati Naruto berdiri di atas pohon. "Bagus, kemarilah." Sakura lalu mengelus kepala Naruto. Membuat sang empu tidak bisa menahan rasa malunya. "Jadi apakah menurutmu ini akan berjalan lancar?" Sakura bertanya kepada Naruto.
"Tentu saja, anda yang memegang semua kendali." Naruto memberikan catatan kecil yang berisi daftar nama korban.
"Pergilah." Naruto mencium tangan Sakura dan melesat pergi.
"Sebentar lagi." Sakura menghela napas kasar. Sepertinya ada yang mengganjal di hatinya. Tapi apa?
"Jangan menghela napas seperti itu." Sakura menoleh, sepertinya kedatangan Sasuke sudah menjadi hal yang biasa baginya. "Kenapa datang?" Tanya Sakura ketus. Sasuke memainkan rambut Sakura yang tergerai. "Karena aku rindu padamu?" Sakura menatap datar Sasuke. Entah sejak kapan sikap pangeran kedua ini jadi menjengkelkan baginya.
"Naruto sudah menyelamatkan para korban, setelah ini Itachi pasti akan mengetahui semua rencana kita." Itu benar, Itachi akan tahu ada yang ingin menjatuhkannya karena sanderanya hilang. "Iya, dia hanya tahu ada yang berusaha mengacaukan rencananya. Tapi dia tidak tahu kalau itu kita."
"Ujian royal akademi tidak lama lagi, mau sampai kapan kau menyembunyikan semuanya? Mereka sudah sangat memandang rendah dirimu." Cetus Sakura, ia menatap ke arah Sasuke. "Yeah, itu bisa nanti-nanti saja. Semua pelajaran di sana terlalu mudah bagiku. Jadi ya malas saja untuk mengerjakannya dengan sungguh-sungguh." Sakura tersenyum pahit. Sombong sekali Uchiha ini.
"Terserah kau saja. Setelah ini apa?" Tanya Sakura.
Sasuke mengangkat kedua bahunya, "Itu tergantung pada kedua temanmu, kalau rakyat percaya dengan rumor itu rencana kita akan lebih mudah." Semua bergantung pada Ino dan Tenten. Ini sih sudah bakat alami Ino. Sakura yakin mereka bisa menjalankan tugas dengan baik. "Kau benar, tapi kenapa aku jadi khawatir?"
"Hn?"
"Tuan Putri, ada dua lady yang ingin menemui anda di taman." Seseorang memberitahu dari balik pintu. Sakura dan Sasuke bergegas menuju taman. Ino dan Tenten berdiri di sana bersama sang merpati.
"Hei, kau benar-benar gila! Bagaimana kalau salah satu dari mereka ingat aku terlibat di sini?" Ino berseru cemas. Tenten menghela napas, sebenarnya dia lebih khawatir dari siapapun saat ini. "Tenang saja, semakin banyak yang tahu maka posisimu akan aman." Ini mirip dengan cerita rakyat, sumbernya dari mulut ke mulut. Tidak tahu siapa yang pertama kali menceritakannya.
"Oh iya tapi reaksinya sangat di luar dugaan. Sepertinya mereka percaya, ini karena sebelumnya mereka mencurigai bangunan kuno itu. Terdengar jeritan dan tangisan yang memilukan. Karena terkenal angker jadi mereka mengira itu adalah arwah yang sedang marah. Tapi dengan rumor ini membuat semua jadi masuk akal. Perdagangan manusia. Semoga saja rumor ini meledak sampai ke seluruh penjuru." Ino menjelaskan dengan detail. Informasi baru.
"Hn, kerja bagus." Sasuke pamit pulang karena ia harus ada di istana sekarang. Itachi akan curiga kalau dia tidak ada di istana.
"Jika memang terbukti benar Grand Duke terlibat. Apakah kau siap dengan hukuman ayahmu?" Ino menatap sahabatnya itu, "Memangnya kenapa? Dia pantas menerima hukumannya." Jawab Sakura terdengar tidak peduli.
"Darah lebih kental dari air. Sorot matamu itu mengatakan semuanya Jidat. Kau khawatir bukan?" Desak Ino tidak puas dengan jawaban Sakura. "Apa maksudmu Pig?" Sakura balik bertanya. Tenten dan Ino saling pandang. Jelas sekali raut wajah Sakura itu. Baru pertama kali mereka melihat ekspresi Sakura seperti itu. Biasanya terkesan dingin dan datar.
"Lindungi selagi masih bisa Jidat. Kau persiapkan segalanya. Jangan sampai menyesal." Sakura terdiam. Ino adalah teman baik Sakura. Sudah saling kenal sejak kecil. Sakura yang dulu adalah pribadi yang hangat dan penyayang. Entah sejak kapan menjadi gadis berdarah dingin. Kemana Sakura yang ceria itu? Ino sampai tidak mengenali sahabatnya lagi.
Ino memeluk erat Sakura. Sakura tidak menyangka mendapatkan pelukan dari Ino. Matanya terbelalak. Tenten merasa tersentuh dan ikut berpelukan. Sesaat terasa sangat menyentuh hati. Bahkan rasanya air telah berhasil mengikis batu. Sakura luluh. Ia ikut memeluk keduanya. Sudah lama dia tidak seperti ini. Rasanya aneh tapi sangat nyaman.
"Pulanglah. Ayahku akan segera pulang, suasana hatinya tidak bisa di tebak." Ino dan Tenten pulang dengan hati yang berat. Khawatir Sakura akan di hajar ayahnya lagi. "Jangan cemas." Ucap Sakura tersenyum dengan sangat lebar. Seakan tahu apa yang tengah kedua sahabatnya pikirkan. "Jaga dirimu Sakura." Ino melangkah lebih dulu. "Anda harus tetap sehat Putri, saya akan merindukan anda." Tenten ikut menyusul. Sakura memastikan keduanya sampai hilang di balik dinding besar. Ia masuk ke dalam. Hati kecilnya merasa hampa setelah kedua temannya pulang.
***
Benar saja. Rumor tersebut menyebar ke seluruh penjuru Konoha. Menyebar tidak terkendali sampai ke telinga raja. Raja, keadaannya tidak sebaik awal pemerintahannya. Fugaku Uchiha. Ratu tidak mengatakan apapun. Istana menutup semua gerbang. Menghindari para wartawan.
Grand Duke mengurung diri di kamar. Sakura mendesaknya. "Ayah, jika anda tidak bersalah. Kenapa anda harus mengurung diri seperti ini?" Hening. Tidak ada jawaban dari dalam. Jujur saja, Sakura tidak ingin terjadi apa-apa kepada ayahnya sebelum sidang di mulai. "Ayah, kita harus menghadiri undangan istana. Anda lebih tahu konsekuensinya lebih dari saya."
"Sakura." Langkah Sakura terhenti. Ini suara sang ibu.
Sakura berbalik menatap sang ibu yang saat ini berdiri dengan wajah pucat pasi. "Ya?" Tidak ada tanda-tanda ibunya akan meneruskan ucapannya. Sakura memutuskan tidak mendesak. Dia beranjak pergi. "Tunggu, Sakura!" Ibunya menahan lengan Sakura. Air mata mengalir deras membasahi pipi Mebuki.
Sakura membeku. Dia jelas tidak tahu bagaimana menghadapi situasi ini. Dan bagaimana ia harus bersikap kepada sang ibu. Sedangkan sang ibu berhenti mengajarinya mengekspresikan perasaannya. "Selamatkan ayahmu, aku mohon."
"Tapi kenapa? Kenapa aku harus menyelamatkannya? Adakah alasan yang bagus bagiku untuk menyelamatkannya, Bu?" Mebuki tertegun. "Dan apa alasan yang bagus bagiku untuk mempertimbangkan ucapanmu?" Cengkraman tangan Mebuki melemah. Seakan sudah tidak ada lagi harapan baginya berharap Sakura menyelamatkan suaminya.
Sakura melangkah pergi, meninggalkan Mebuki yang jatuh terduduk di lantai. Meskipun suaminya memperlakukan dirinya dengan buruk, tetapi rasa cinta dalam hatinya masih ada. Mebuki tahu penyebab di balik perubahan sikap suaminya. Dia ingin memberitahu Sakura. Tapi sebelum itu ia harus menyelamatkan suaminya.
- To be Continue -
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duchess Haruno [ END ]
Historical Fiction[SASUSAKU IN THE PASADO] ⚠️ Disclaimer : "This story is pure fiction with a historical background." Tumbuh tanpa mengenal apa itu cinta, dia bahkan tidak mendapatkannya dari kedua orangtuanya. Hidup mewah dalam sangkar emas tanpa tahu apa itu dunia...