6. BERBEDA

80 24 4
                                    

Meskipun belum sempat menjadi milik saya. Tapi dia hebat bisa membuat saya bahagia ketika di samping dia.” — Dafa Sanjaya.

6. BERBEDA

“Thea kamu mau ikut camping tahun sekarang?” tanya Vania yang sedang berjalan bersama Athena keluar gerbang sekolah. Mereka baru saja mendapatkan informasi bahwa sebentar lagi camping tahunan akan segera dilaksanakan.

Mereka wajib mengikuti camping ini. Entah itu tahun ini bersama angkatan mereka. Entah itu tahun yang akan datang bersama Adik kelas mereka. Mereka memiliki dua pilihan ini yang berarti camping ini wajib dan tidak ada alasan untuk tidak mengikuti.

“Ikut dong, Van. Yakali gue gak ikut,”

“Aku ragu, Thea. Aku takut nanti ...”

“Nggak, Van. Selama ada gue, semuanya bakal aman,” ujar Athena yang diangguki Vania. “Lo gak usah khawatir. Lagian katanya Elanggar ikut camping juga, Van. Tapi ... Pasti Kak Dazel ganggu-ganggu gue,”

“Kenapa mereka ikut tahun ini? Bukannya mereka Kakak kelas kita?” tanya Vania. “Lagian kenapa sih kamu gak nerima Kak Dazel aja? Dia kurang apa?”

“Katanya sih, mereka gak ikut tahun kemarin,” jawab Athena. “Gue gak suka sama Kak Dazel, Van. Gue takut nyakitin dia. Hati gue bener-bener masih buat masalalu gue,” Raut wajah Athena terlihat murung.

Namun beberapa saat kemudian ia membuang raut sedihnya. “Gue duluan ya Van! Pasti tau dong gue mau kemana,”

Vania mengangguk dan tersenyum. Ia kembali menatap lembaran kertas yang harus orang tuanya tanda tangani sebagai bukti bahwa ia boleh mengikuti camping itu.

Vania menoleh kala suara deru motor mendekatinya. “Lagi nunggu jemputan?”

“Iya. Tapi, lebih tepatnya, sih. Jemputan taksi,” Vania menyengir.

Dafa memberi kode pada Vania. Matanya mengarah pada jok di belakangnya yang masih kosong. “Naik,”

“Kakak lagi gabut?” tanya Vania karena mengingat suatu malam ketika Dafa mengantarkannya pulang dengan alasan gabut.

“Gue baik hati nawarin lo tumpangan gratis. Malah ditanya lagi gabut,”

“Bukannya Kakak sendiri yang bilang waktu anterin aku pulang di caffe itu?”

Dafa mencoba mengingat, “Nyebelin banget lo, Van. Untung cewek,”

“Kalo cowok?”

“Udah gue jadiin pangan buaya,”

“Ngeri sepuh!”

“Mau sampe kapan ngoceh disini?”

Vania tersenyum lalu menaiki motor Dafa. Vania memegangi bahu Dafa, “Ojek pribadi! Meluncur!”

Dafa mulai melajukan motornya dan tertawa kecil dibalik helmnya. Entah apa sebenarnya yang sedang ia rasakan saat ini. Tepatnya, selama berada di sisi gadis itu, ia merasa senang luar biasa.

“Kak,” panggil Vania lalu Dafa bergumam.

“Kata Thea Kakak sama yang lain ikut camping juga?” tanya Vania.

Dafa melirik Vania dikaca spion. “Iya, gue ikut.”

“Karena gak ikut tahun kemarin?”

“Itu cuma formalitas doang, Van. Sebenarnya gue ikut karena harus jagain lo,” Dafa terkekeh pelan setelah Vania memukul punggungnya.

“Kakak mau aku kasih bintang satu?”

“Bintang sepuluh sih kalo bisa,”

“Ojek pribadi harus sopan!”

GARIS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang