38. EVIL FATE

54 11 0
                                    

“Aku sudah berkali-kali dibuat patah. Namun mengapa kali ini begitu susah untuk aku ukir kembali hatiku yang patah ini?”

38. EVIL FATE

Sekali lagi, selamat berpisah.

Semoga kamu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Aku bahagia jika melihatmu bahagia. Dan sepertinya kamu menjadi orang pertama yang aku cintai sedalam ini.

Perpisahan ini, bukan aku yang ingin. Tetapi kata orang, melepas orang yang kita cintai demi melihatnya bahagia adalah bentuk mencintai paling tinggi.

Janji untuk bahagia setelah ini, ya? Aku tidak mau rasa sakit yang aku rasakan ketika aku melepaskanmu hanya sia-sia.

Munafik sekali bukan?

Jika aku berkata ini tidak sakit?

***

Di perjalanan Rafa dan Vania hanya saling larut dalam pikiran masing-masing. Tidak ada yang memulai perbincangan, selain Rafa menanyakan arah jalan ke rumah Vania.

Vania menatap kosong ke arah jendela mobil. Berkali-kali ia menghela nafas ketika rasa sesak kembali menghantam dadanya. Bayangan Dafa terus-menerus menghantui pikirannya. Ia masih tak menyangka harus melepaskan orang yang ia sayangi ini.

“Lo mau liat ondel-ondel?”

Vania menoleh lalu menautkan alisnya tidak mengerti. “Ondel-ondel? Maksud kamu?”

“Lo liat ke jalan terus itu kenapa? Mau liat ondel-ondel? Kan di situ suka ada ondel-ondel,”

“Aku gak suka ondel-ondel!”

“Terus sukanya apa? Gue?” Rafa menaik-turunkan alisnya.

Vania bergidik ngeri. “Kak? Kita baru aja kenal,”

“Terus? Lo mau mengenal gue lebih dalam?”

Rafa meringis kala mendapatkan pukulan dari Vania di lengannya yang terluka. “Galak amat,”

“Kamu jadi cowok ngeselin banget! Sama kayak pas pertama aku kenal Daf ...” Vania menghentikan ucapannya. Mengapa mulutnya terus menerus ingin mengucapkan nama Dafa? Bagaimana bisa ia merelakan cowok itu jika terus seperti ini?

“Daf? Daftar riwayat hidup?” Rafa masih sempat saja memberikan lelucon.

“Daftar riwayat dosa kamu!”

“Oh, ya jelas!” Rafa terlihat membanggakan dirinya. Vania bingung mengapa laki-laki ini terlihat aneh? Mengapa sangat menyebalkan?

Vania menggelengkan kepalanya heran. Ia memilih untuk mematikan topik yang tidak jelas ini. Vania kembali menatap ke arah jendela mobil dan terlihat rintik-rintik hujan mulai turun.

Usai menempuh perjalanan yang cukup jauh akhirnya mereka sampai di kediaman Vania. Rafa menoleh dan melihat Vania yang kini malah tertidur pulas. Wajah gadis itu terlihat sangat kelelahan. Apalagi ia masih mengenakan seragam sekolahnya.

Rafa tersenyum tipis. Wajah Vania yang cantik itu terlihat sangat tenang ketika sedang tertidur. Tanpa berniat membangunkan, Rafa lalu keluar dari mobilnya.

***

Hujan deras kembali mengguyur wilayah kota Jakarta Malam ini. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Dafa kini sedang duduk di kursi meja belajarnya dan menatap kosong ke depan sambil memegang sebuah pena.

Dari pukul sembilan malam yang di lakukan Dafa hanya memainkan pena itu. Hingga menimbulkan suara seperti arah jarum jam bersamaan dengan derasnya hujan. Saat Dafa membuka buku tebalnya untuk belajar, pikirannya malah kembali mengingat Vania. Dafa mencoba fokus dan konsentrasi untuk menghafal materi karena mengingat Ujian Nasional semakin dekat.

Namun, usaha itu semua gagal.

Dafa terus memikirkan Vania. Siapa yang akan menjaganya sekarang? Bagaimana jika ada seseorang yang mengganggunya? Apakah dia bahagia dengan perpisahan ini? Siapa yang akan menggantikannya di hati Vania? Dan berbagai macam pertanyaan yang terus bercabang dan mulai mengusik ketenangan Dafa.

Dafa kehilangan semangat untuk hari seterusnya. Dafa merasa telah kehilangan arah. Kehadiran Vania sangat berpengaruh bagi dirinya. Dan kali ini ia harus mencoba melepaskan dan merelakan kebahagiaan itu. Apakah ia akan bisa?

Berkali-kali Dafa memukul dadanya dan menarik rambutnya. Rasa sakit itu tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Vania lagi-lagi berhasil membuat Dafa menjadi gila dan hampir kehilangan akalnya. Dafa nyaris membenci takdirnya sendiri.

Kita yang dahulu pernah saling berjanji untuk saling tidak meninggalkan dan berjanji untuk menjadi yang terbaik selamanya. Namun ternyata itu semua gugur dalam proses itu sendiri. Aku dan kamu harus saling melepaskan karena semesta tidak merestui sepasang perasaan kita.

Sakit. Sakit sekali.

Aku sudah berkali-kali dibuat patah. Namun mengapa kali ini begitu susah untuk aku ukir kembali hatiku yang patah ini?

Meskipun begitu. Aku hanya ingin melihat kamu bahagia bersama seseorang pilihan kamu nanti. Perlakukan dia seperti satu-satunya seseorang yang kamu miliki.

Berbahagialah. Nikmati semua yang ingin kamu coba. Siapapun nanti yang akan menjadi rumahmu untuk pulang, semoga tidak pernah membuatmu merasa kurang.

TO BE CONTINUE

GARIS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang