54. BEST BROTHER

47 10 0
                                    

“Pada akhirnya kamu menjadi luka terbesarku yang tidak bisa ku sembuhkan.” — Vania Larissa.

54. BEST BROTHER

Setitik memori tentang uraian kata cinta yang telah di ikrarkan kini semuanya menghilang. Dua daksa yang berusaha saling merelakan kini mengharuskan melewati kesakitan yang begitu dalam.

Keharusan yang menyakitkan karena sedari awal mereka sadar bahwa takdir masing tak bisa memberikan kata 'kita' dalam bayangan takdir mereka.

Aku belajar dari sang rembulan, yang selalu setia menyinari langit malam dengan cahayanya. Walau awan menyapa kelam, walau bintang terlihat suram, seperti aku yang mencintaimu dari balik kegelapan.

Menjagamu di balik bayangan, tersembunyi. Tanpa pernah kau tau, aku akan tetap menjagamu dalam bentangan sayapku.

Ku maknai arti cinta dalam renungan. Cinta bagiku adalah ketulusan. Mengihlaskan saat cintamu bukan lagi milikku. Dan melepaskanmu, saat kau tak lagi bahagia bersamaku.

***

Sudah satu pekan sejak Dafa dirawat Vania tidak lagi dapat melihat kondisinya. Lagi-lagi, ia harus memendam rasa ingin tahu itu sendirian. Vania sadar, ia sudah tak lagi berhak untuk semua hal yang berkaitan tentang Dafa.

“Van, are you ok?

Tersadar dari lamunan, akhirnya Vania mengadahkan kepala untuk mencari tahu siapa yang mengajaknya berbicara.

Fine, Kak,” Vania mengulas senyuman.

Dazel mendudukkan dirinya di samping Vania. Laki-laki itu jelas tahu Vania saat ini sedang berbohong. Terlihat jelas dari sirat wajah gadis itu. Semuanya tidak baik-baik saja seperti apa yang baru saja Vania ungkapkan.

“Lo udah tahu kondisi Dafa sekarang?”

Seperti tau apa yang Vania sedang pikirkan, gadis itu hanya menggeleng pelan. Vania merasakan ekor matanya yang kembali penuh dengan buliran bening. Entah mengapa, rasanya masih saja menyakitkan sampai detik ini. Vania benar-benar merasa kehilangan.

“Dia udah sembuh, Van.”

Netra legam Vania berbinar mendengar penuturan Dazel. “Serius, Kak?”

Dazel tersenyum lalu mengangguk. Pasti gadis itu sangat senang mendengar kabar baik ini. Vania tersenyum lebih lebar dari sebelumnya. Dazel menyadari, Vania sudah sangat dalam mencintai Dafa. Begitupun sebaliknya. Namun ternyata, semesta punya rencana lain yang harus memisahkan mereka secara paksa.

Tidak ada yang ingin berpisah dengan siapapun yang sangat mereka cintai. Namun, apakah kita masih mampu bertahan ketika takdir terang-terangan tidak merestui?

***

“Lo harus makan, Dafa Sanjaya!”

Dafa memutar bola matanya malas. Lagi-lagi ia harus menghadapi gadis gila ini. Tidak saat ia sakit, maupun ia sembuh. Nazila tidak lelah untuk selalu mengganggunya. Dafa mengusap pangkal hidungnya. Dafa bisa ikut gila jika disaat ia bangun selalu disuguhi oleh celotehan tidak penting dari Nazila. Baiklah, ia akan mengakhiri penderitaannya.

GARIS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang