39. SIAPA DIA?

54 11 0
                                    

“Laut kembali pasang, senja mulai lekang, dan kamu pun menghilang. Tapi tenang, bulan akan datang membawa terang.”

39. SIAPA DIA?

Seandainya kita punya waktu untuk bicara empat mata. Aku hanya ingin mengatakan terimakasih dan maaf. Maaf telah begitu banyak membebanimu dan maaf telah hadir di dalam hidupmu. Terimakasih telah menjadi bagian dari proses pembelajaran dalam hidupku dan juga sempat membuatku merasa menjadi orang yang paling beruntung di dunia. Aku bersyukur karena telah di pertemukan denganmu.

Posisi seperti ini bagaikan berdiri di atas pecahan kaca. Jika kamu bertahan akan terluka. Dan jika kamu pergi, kamu juga akan terluka, namun nanti akan sembuh kembali.

Terkadang kamu harus menerima kebenaran dan berhenti membuang waktu untuk orang yang salah. 

Salam hangat untukmu.

***

Mentari pagi mulai menyapa bumi. Sinar itu menembus jendela seorang gadis yang sedang tertidur pulas dengan wajah lelahnya. Vania meracau tidak jelas ketika ada orang yang berusaha untuk membangunkan dirinya dari alam mimpi. 

“BANGUN, VANIA!”

“YA AMPUN UDAH JAM BERAPA INI KAMU HARUS SEKOLAH!”

Vineta berteriak dan terus mengomeli Vania. Vineta menyibak selimut Vania dan terus berusaha untuk membuat putri kesayangannya itu untuk segera bangun. Sekarang sudah pukul tujuh pagi. Sedangkan sekolah Vania masuk pada pukul setengah delapan. Bisa-bisa Vania akan terlambat.

“Iya-iya ini bangun,” Meskipun demikian, Vania masih enggan membuka kelopak matanya. Ia masih betah untuk tidur di kasurnya yang empuk itu.

Beberapa menit kemudian terdengar dengkuran halus dari Vania. Vineta langsung berkacak pinggang dan mendekatkan mulutnya pada telinga anaknya.

“BANGUN, VANIAAAA!”

Vania tersentak dan langsung terduduk. Vania memegang telinga kanannya yang terasa sakit. “Mama gak sabar banget!”

“Sabar-sabar! Tuh lihat udah jam berapa!” Vineta menunjuk jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh lebih. Vania mengalihkan pandangan dengan malas. Namun beberapa detik kemudian gadis itu membulatkan matanya dan berteriak sekencang mungkin.

Vineta menutup kedua telinganya. Ia menggeleng heran dan mengelus dadanya sabar. Sedangkan anaknya buru-buru turun dari ranjang dan langsung mengambil handuk lalu berlari masuk ke kamar mandi.

Beberapa saat kemudian Vania selesai dengan urusan kamar mandi. Ia dengan cepat memakai seragam sekolahnya dan langsung memasukkan buku dengan asal. Vania tidak ingin terlambat masuk sekolah. Bisa-bisa ia di hukum untuk menghormat pada sang bendera merah putih.

“Vania berangkat dulu ya, Ma!” kata Vania kala menyalimi tangan Vineta.

“Sarapan dulu, Van.”

“Nanti aja di sekolah. Udah terlambat banget!”

“Di luar tadi Mama lihat ada—”

See you, Mom. I love you!

Vineta menghela nafasnya dan tersenyum melihat anaknya yang kini sudah terlihat dewasa. Namun meskipun begitu, Vineta tetap melihatnya seperti anak kecil yang perlu ia jaga hingga sampai Vania menemukan pendamping hidup.

GARIS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang