58. DAFA & NAZILA (SELESAI)

100 12 0
                                    

58. DAFA & NAZILA (SELESAI)

Jika hati sudah jatuh kita tidak bisa untuk menghalang-halanginya. Semua berjalan begitu saja dengan cepat. Hingga aku tak bisa menghentikan rasa cinta ini kepadamu.

Kisah cinta kita sudah kalah. Semesta dan takdir tidak merestui kita untuk bersama. Mereka mempunyai rencana lain untuk kebahagiaan kita berdua. Walau ku akui, semua kebahagianku sepenuhnya berada padamu. Namun, apa dayaku?

Takdir tak pernah salah. Semesta tak jahat. Kita yang terlalu memaksa. Kita terlalu yakin bahwa kemustahilan itu akan terjadi. Hingga tak sadar kita hanyalah korban. Kecewa adalah konsekuensi, dan bahagia adalah bonusnya.

Kini aku sadar, tak ada celah untuk kita bisa bersama.

***

Setelah pemberkatan di Gereja selesai, kedua pasangan itu kembali menuju rumah Dafa untuk melanjutkan acara pertunangan ini. Raut wajah Nazila terlihat sangat senang dan puas. Nazila sudah menang untuk memiliki Dafa seutuhnya. Nazila berhasil menyingkirkan Vania di dalam dunia Dafa. Namun, apakah Nazila mampu membuat Dafa  menghapus tinta yang sudah Vania ukir di dalam hidupnya?

“Kamu senang gak Daf dengan pertunangan kita ini?” tanya Nazila dengan senyuman lebar.

Mereka berdiri di dekat dinding yang sudah di dekorasi secantik mungkin. Mereka berdua juga sudah melakukan aksi penyematan cincin di jari mereka masing-masing. Kedua keluarga mereka terlihat sangat senang dengan semua ini. Tidak seperti salah satu dari pasangan itu. Wajahnya murung. Tidak ada kebahagiaan disana. Terlihat sangat hampa. Dafa belum percaya dengan ini.

“Kamu kok diem aja?” tanya Nazila memegang pipi Dafa. “Kamu sakit, ya?”

Dafa tidak meresponnya dengan ucapan. Tangannya bergerak menurunkan tangan Nazila dari pipinya. Ia tidak merasa nyaman. “Gue gak bahagia seperti yang lo pikirkan, La.”

“Kapan sih kamu coba buka hati dan nerima aku, Daf? Kita udah hampir berada di puncak, tapi kamu masih sama aja kayak kemarin.”

Dafa diam dan mengacuhkan Nazila. Gadis itu menjadi merasa tidak dianggap disini. Bahkan ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan untuk mereka. Tapi mengapa ini terasa menyedihkan? Bukan membahagiakan seperti apa yang Nazila pikirkan selama ini?

“Gue ke sana dulu,” ujar Dafa membuat Nazila memperhatikannya. Laki-laki itu menghampiri teman-temannya yang berada di dekat meja makanan dan minuman.

“Eh, Bos!” seru Aldi menepuk pundak Dafa yang terbalut Tuxedo berwarna hitam itu. Aldi dan teman-temannya yang lain terlihat rapi dan berbeda dari biasanya.

“Selamat dan semangat, Daf,” ujar Dazel tersenyum menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi. “Lo pasti bisa lewatin ini semua,”

“Kita pasti selalu support lo.” Laskar menimpali. “Solidaritas kita gak boleh terpecah. Kalo butuh apa-apa lo bisa hubungin kita,” lanjutnya tulus.

Satu arah, satu tujuan. Itu semboyan mereka.

“Yaelah, emang Dafa bisa kekurangan sesuatu? Yang ada kita yang selalu butuh dia!” ujar Aldi mengundang gelak tawa.

“Kekurangan seseorang itu beda-beda kali, Al. Gak selalu tentang harta atau benda. Siapa tau Dafa butuh tempat curhat atau teman support,” ujar Antony bijak.

GARIS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang