44. PERMINTAAN

60 11 0
                                    

“Kepercayaan itu seperti kertas, sekali hancur tidak akan sempurna.”

44. PERMINTAAN

“Pergi,”

Raisya menghela nafasnya untuk mencerahkan isi pikirannya. Memilih untuk tidak menyerah, Raisya mendongak memberanikan diri untuk menatap netra Dafa secara lekat. “Kak ... Untuk kali ini gue mohon lo percaya sama gue. Gue sama sekali gak menyangkal, ini semua benar adanya,”

Dafa menatap bola mata Raisya dengan dalam. Seolah sedang mencari kebenaran dan keyakinan di matanya itu. Detak jantung Raisya berdegup semakin kencang mendapati Dafa yang hanya diam menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.

Sekelibat bayangan kejadian beberapa tahun lalu melintas di benak Dafa. Kejadian yang memang benar-benar membuatnya tidak lagi percaya dan membenci Raisya. Hal ini membuat emosinya yang sudah hilang kini kembali memuncak dengan secepat kilat. Kedua tangannya terkepal kuat hingga menampakkan urat-urat di tangannya.

“Lo pikir gue bisa tertipu sama lo?”

Kedua mata Raisya memanas dan terasa perih. Sulit sekali rasanya untuk mengembalikan kepercayaan seseorang lagi walaupun kejadian beberapa tahun lalu itu hanya kesalahpahaman belaka dan bukan sepenuhnya kesalahan Raisya.

“Lo gak bisa semudah itu untuk mempermainkan gue lagi,”

“Kak ... Gue gak bermaksud untuk ...”

“GUE GAK PEDULI!” bentak Dafa membuat Raisya memejamkan kedua kelopak matanya.

Raisya menghela nafasnya gusar dan membuka matanya. “Oke, gue pergi.” ujarnya. “Tapi tolong ... Tolong sadari semuanya sebelum terlambat. Gue gak mau ada salah satu pihak yang gak di adili,”

“Gue pamit ya Kak, permisi.”

Raisya berlalu meninggalkan Dafa di dalam kamar. Laki-laki itu kini diam mencoba mencerna baik-baik ucapan Raisya barusan. Lagi-lagi Dafa merasa diberatkan dengan dua pilihan. Siapa yang harus ia percaya?

***

Seorang lelaki mengenakan jaket hitam dengan motor sport sedang melaju dengan kecepatan tinggi. Pasalnya, ia sedang berusaha untuk menyusul kendaraan seseorang yang sudah ia cari dari sejak kemarin lalu.

Rafa berhasil untuk mendahului motor yang ia susul. Rafa menghalangi jalan dan menepikan motornya disana agar orang itu berhenti. Rafa sendiri sudah membuka helm full face nya dan perlahan menghampiri seseorang itu.

Dafa membuka helmnya kemudian turun dari motor. Perlahan ia juga menghampiri Rafa yang sudah semakin mendekati. Jarak mereka kini sudah dekat. Mereka hanya saling menatap mata satu sama lain dengan pikiran yang sudah hanyut terbawa masalalu.

Masih dengan seseorang yang sama.

“Daf ...” Rafa memecah keheningan.

Rasanya kedua mata Dafa seperti di beri bawang. Sangat terasa perih. Dafa langsung memeluk Rafa dengan air mata yang luruh. Tangis Rafa dan Dafa pecah saat itu juga. Mereka berdua mencoba menyalurkan kerinduan yang selama ini mereka pendam selama Rafa meninggalkan Dafa dan keluarganya tanpa ada kabar sama sekali.

GARIS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang