1. Pertemuan pertama

4K 522 31
                                    

Tap tap ⭐
Happy Reading!

***

Terik matahari menyapa Sekar ketika dirinya berjalan keluar dari gerbong kereta api. Tak butuh waktu lama untuknya sampai di pelataran stasiun. Baru saja ia akan membuka gawai, sebuah panggilan mengurungkan niatnya.

"Kinan!"

Sekar tersenyum cerah. "Pakdhe!"

"Ayu tenan ponakanku, sehat Nduk?" (Cantik sekali ponakanku,)

"Terima kasih, Pakdhe. Kinan sehat, Pakdhe."

"Yowes, ayo muleh. Ngobrol di jalan aja yo," (Yasudah, ayo pulang.)

Sekar mengangguk patuh. Lantas mengikuti pria paruh baya itu ke parkiran.

"Dari Semarang jauh ya, Pakdhe?" Tanya Sekar saat mobil yang mereka tumpangi keluar dari Stasiun Poncol.

"Lumayan. Dua jam lebih."

"Maaf ya Pakdhe, soalnya Kinan pengen naik kereta. Kinan kira nggak terlalu jauh dari rumah Pakdhe." sesal Sekar.

Pakdhe tertawa. "Pakdhe malah seneng, bisa jalan-jalan. Capek ngurus sawah terus," kelakarnya.

Sekar tersenyum sungkan. Merasa tak enak karena merepotkan Pakdhe nya. Mobil pun melaju membelah keramaian Kota Semarang.

***

"Beda kan hawanya?" tanya pakdhe tiba-tiba.

"Ya?" Jujur, Sekar tak tahu konteks dari pertanyaan itu.

"Hawanya beda toh. Tadi di Semarang panas pol. Pas disini adem pol."

Sekar mengangguk membenarkan. "Ini daerah mana, Pakdhe?"

"Bandungan. Ini yo lurus terus ngikutin jalan utama, nanti masuk Temanggung." jelasnya.

"Oh gitu,"

Sekar mengedarkan pandangannya ke jalan lewat jendela mobil. Netranya terpaku pada keramaian pasar. Hari sudah siang menjelang sore, namun pasar di pinggir jalan ini masih ramai. Banyak bunga-bunga segar yang dijajakan. Hampir saja ia menyuruh Pakdhe memberhentikan mobil. Sekar sangat menyukai bunga.

Semakin lama mobil ini melaju, suasana pedesaan semakin terasa. Inilah yang Sekar butuhkan. Suasana pedesaan yang menyegarkan. Udara yang dingin, pepohonan yang rindang serta keramahan penduduk setempat.

Di kanan-kirinya berjejer macam-macam pohon seperti trembesi dan ketapang kencana. Jalanan pun semakin berkelok-kelok. Berkali-kali mereka melewati sebuah hutan kecil. Tak ada rumah penduduk. Hanya ada pengendara yang melewati jalanan ini.

Pemandangan hijau nan asri telah memanjakan matanya, karena itu Sekar tak sadar jika ia masuk ke dalam lamunan. Memikirkan suatu hal yang sudah ia tinggalkan jauh-jauh di belakang sana.

Pernikahannya yang gagal.

***

Setelah melewati dua jam perjalanan, akhirnya mobil yang dikendarai pakdhe memasuki sebuah jalan setapak tak beraspal. Karina melihat kanan-kirinya. Disini banyak rumah berjejer rapi dan terisi. Sekar cukup lega jika kediaman pakdhe nya tidak jauh dari pemukiman warga.

Akhirnya mobil berbelok ke halaman rumah yang Sekar tebak adalah tempat tinggalnya untuk beberapa waktu kedepan. Budhenya sudah menunggu di teras rumah—siap menyambut kedatangannya. Ia berlari ke arah wanita paruh baya itu setelah menutup pintu mobil.

"BUDHEEEEEEE"

Mereka berpelukan.

"Nduk, Budhe kangen. Wes sakmene gedene." (Sudah segini besarnya.)

Latibule✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang