BAB 16. Lebih Dihargai

921 113 2
                                    

Sejak Kanaya hamil. Satu hal yang membuat Athalla begitu terkejut dengan tingkah istrinya. Yaitu tidak lain adalah ulahnya Kanaya yang selalu semaunya melakukan apa pun. Cemburuan akut, ngomel tanpa ada alasan. Athalla merasa ini merupakan kekerasan mental dalam rumah tangga.

Kadang dia merindukan Kanaya yang jutek dulu, Kanaya yang kasar. Tapi sekarang kebalikannya. Cemburuan, sering menangis sendirian, kadang ngomel kepada Athalla ketika pria tersebut pulang kerja. Menjadi suatu hal yang belum terbiasa bagi Athalla menerima satu hal tersebut.

Setelah dia mandi ketika pulang kerja. Saat itulah Kanaya juga memesan makanan melalui ojek online yang jumlahnya cukup besar.

Athalla melihat deretan makanan itu di atas meja. “Ay, jangan terlalu banyak belanja kenapa sih?”

“Nggak sayang sama aku?”

Pria itu menghela napas panjang. Saldo dalam akunnya Kanaya bahkan tidak ternilai jumlahnya. Bahkan Athalla tidak akan pernah protes mengenai nominalnya. Tapi sang istri yang merasa sangat tidak terima dengan itu.
Wanita itu mengatakan hal yang tidak wajar. “Nggak, Ay. Tapi kamu kan hamil, ngemil terus.”

“Ya aku kan lapar karena anak kamu juga.”

“Nggak ikhlas banget hamil.”

“Tuh kan mulutnya nggak baik banget kalau ngomong.” Jawabnya Kanaya kepada Athalla yang duduk di sofa sembari bersandar. Menonton televisi yang sebagai selingan kalau dia sebenarnya perhatikan istrinya makan.
Lebih baik diam. Athalla tidak akan komentar.

“Sayang, kamu masak apa?”

“Apa ya tadi. Ayam teriyaki deh.”

“Sayur juga?”

“Sayur asam.”

“Mulai masakan kamu nggak nyambung. Sayur asam, ditambah lauknya ayam teriyaki. Nggak lucu kalau makan nanti, Ay. Minimal yang lain kek.”

“Makan ya terserah. Nggak juga nggak masalah. Nggak rugi, jadi besok nggak masak.”

Athalla menghela napasnya. Ke mana Kanaya yang dulu cuek? Bukan terlihat seperti tidak peduli. “Ay, sebenarnya kamu hamil atau emang suasana hati kamu benci banget sama aku?”

Kanaya menoleh dengan tatapannya yang terlihat tidak biasa. “Aku benci kamu sejak hamil, Mas.”

Sudah Athalla duga itu yang terjadi. Banyak kasus yang seperti ini. Tapi Athalla mengiyakan istrinya. “Ya udah terserah kamu. Tapi aku kangen kamu yang dulu. Ketusnya nggak ketulungan. Tapi yang sekarang beda. Dibenci sama kamu kok rasanya aneh banget ya di hati aku.”

“Mas keberatan?”

Athalla menghela napasnya dan mengusap kepala sang istri. “Biar bagaimanapun juga kamu istri aku. Lagi hamil, aku nurut aja.”

“Awas kalau selingkuh pas aku lagi hamil. Duda kedua kali kamu, Mas.”

“Ngomong gitu, nanti nangis. Terus nuduh yang nggak-nggak. Bisa nggak sih jangan bahas tentang selingkuh? Aku trauma lho kamu ngambek.”

Kanaya melanjutkan makannya waktu mendengarkan ucapan dari Athalla.

Tapi Athalla tidak berani protes banyak kepada istrinya. “Nanti Mas beliin alat untuk senam ibu hamil, ya?”

“Boleh sayang. Mau apalagi?”

“Mau itu aja.”

Walaupun sedang marah. Tapi mendengar ucapan dari istrinya justru dia tersenyum. “Katanya benci.”

“Ya benci, tapi kan ATM berjalan aku nggak boleh macet.”
Kanaya duduk semakin rapat dengannya. Athalla merangkul sang istri sembari makan. Kanaya menolehkan kepalanya, pria itu menggesekkan hidungnya pada hidung Kanaya sampai istrinya tersenyum. “Mas, makasih ya.”

Cinta Sang DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang