DELAPAN BELAS

28.1K 1.6K 115
                                    

Setiap cerita harus dimulai dari vote dulu baru komen ya bestieh

Ramein cerita ini boleh share ke temen-temen kamu supaya mereka ikut baca juga🤍

Happy reading🦋

Balas dendam terbaik itu ialah kita menunjukan kesuksesan kita sendiri. Maka mereka akan diam membisu. — Dia Matahari

Mentari; Neneknya Dewa tiba di rumah cowok itu. Wanita paruh baya mengetuk pintu kamar Dewa yang sedang lagi belajar. Ia menoleh kala ada yang mengetuk pintu kamarnya. Dilihat seorang Neneknya dengan mengulas senyum manis pada cucunya itu. Dahulu Dewa masih sangat kecil saat Mentari juga ikut merawatnya. Jadi anak yang penurut tanpa ada kata membantah sekalipun. Selalu mau berusaha sesusah apapun yang dilalui oleh Dewa. Jarang sekali cowok itu main dengan teman-temannya karna takut dengan Kakeknya yang selalu menuntut Dewa tak karuan.

Dewa mempersilahkan Neneknya untuk masuk ke dalam kamarnya.

Mentari membawakan makanan kesukaan Dewa yang berisikan nasi goreng.

Wajah cowok itu tampak senang kala Neneknya membawa makanan kesukaannya.

"Dari tadi belajarnya?"

"Iya, Nek." Lalu ia mengambil makanan kesukaannya dari tangan Mentari.

Mentari duduk di tepi kasur, "Makan dulu Dewa Nenek sudah bawakan kesukaan kamu nih."

"Tapi, Dewa belum selesai belajar." kata Dewa yang meja belajarnya sudah banyak buku yang berserakan.

"Belajar bisa nanti dilanjut. Kalau kamu nggak makan. Mana bisa fokus?"

Benar apa kata Neneknya. Cowok itu pun membuka tutup bekalnya dan langsung melahapnya seperti orang yang sedang kelaparan. Mentari tampak senang kala Dewa mau nurut untuk istirahat terlebih dahulu karna Dewa anaknya terlalu ambis. Pernah juga Dewa telat makan hanya karna lebih mementingkan belajarnya dibanding kesehatannya sendiri.

Sudah Mentari katakan kadang Dewa suka tidak mau mendengar. Seakan cowok itu takut dengan Kakeknya.

"Kamu nggak ada nelpon Mama-Papa kamu?" tanya Mentari.

Dewa menoleh ke Neneknya. Cowok itu menelan makanan yang sudah dikunyah olehnya. "Waktu itu Dewa nelpon Papa. Tapi sekarang belum lagi. Chat Dewa aja suka nggak dibales."

"Ceklis satu."

"Mama-Papa mu sedang sibuk banget berarti. Bisa dilain waktu." ucap Neneknya.

"Iya, sibuk banget." katanya. Ada rasa sedih sebenarnya. Dewa merindukan kedua orang tuanya yang ada di sana. Di sini Dewa merasa kesepian tanpa adanya orang tua.

"Pas di Amsterdam kamu merasa nyaman sekolah di sana?" tanya wanita paruh baya itu pada Dewa. Cowok itu kembali menoleh. Ia hanya menggeleng kecil. "Kenapa tidak nyaman?"

"Nggak pa-pa Nek. Nggak nyaman aja." katanya lagi.

"Coba cerita ke Nenek. Nenek juga mau tau dulu kamu gimana di sana. Dapet kabar dari kamu aja kadang sekali doang." Susah sekali dulu Mentari ingin tahu kabar Dewa. Kenneth maupun Riana susah sekali untuk ditelpon maupun di chat. Dewa juga posisinya belum diperbolehkan memegang ponsel. Kata Kakeknya takut akan kecanduan sampai lupa dengan belajar.

Dewa membenarkan posisinya menghadap ke Neneknya. "Di sana Dewa punya banyak temen. Cuman manfaatin Dewa doang."

"Manfaatin gimana?"

"Karna Dewa pinter satu kelas pada nyontek. Kalau nggak dikasih Dewa kena pukul sama mereka. Dulu Dewa kan belum berani buat lawan. Belum berani juga buat cerita ke siapa-siapa. Dewa masih takut."

DIA MATAHARI [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang