DUA PULUH SATU

29.6K 1.8K 264
                                    

Jangan lupa ramein terus dengan cara vote dan komen kalian ya

Ayo gak boleh pelit, biar kuburannya gak sempit😁👊🏻

Happy reading🦋

"She looks cute up close." — Dewangga Putra Alvarez

"Nih," Dewa memberikan makanan untuk Matahari yang ada di Taman sedang menyendiri sambil mengayunkan kedua kakinya. Matahari hanya melirik yang ada di tangan cowok itu dan belum mau mengambilnya. "Ambil, buat lo." Dewa memilih duduk di samping Matahari yang akhirnya cewek itu mau mengambilnya dari tangan Dewa.

"Makasi. Seharusnya kamu nggak usah repot-repot."

"Nggak repot."

"Kamu tau dari mana kalau aku belum makan?" Dewa hanya melirik.

Sebelum cowok itu ke sini Dewa sempat balik lagi ke kantin. Kebetulan juga masih ada temannya Arjuna. Cowok itu sudah pindah duduk di dekat kedua perempuan yang Dewa tahu itu temannya Matahari. Mereka juga yang sempat membela Matahari sewaktu itu di kantin. Niatnya ingin bertanya ke mereka yang ada di sana namun gengsinya kembali muncul yang membuat Dewa mengurungkan niatnya. Akhirnya ia memilih untuk memberi pesan pada Arjuna agar cowok itu yang bertanya pada kedua temannya Matahari biar nanti Arjuna yang akan memberi kabar padanya kalau Matahari sudah makan atau belum?

Arjuna membalas pesan setelah beberapa menit Dewa menunggu di sana. Di tempat yang awal Dewa dan Arjuna duduk namun di ganggu oleh Elsa.

"Perut lo bunyi kedengeran sama gue dari jauh." kata cowok itu berbohong pada Matahari.

"Masa sih? Bohong nih!"

Kemudian suara perut dari gadis itu berbunyi. Ia pun bergumam kecil pada dirinya sendiri. Namun melihat itu membuat bibir Dewa sedikit terangkat seolah cowok itu sedang meledek Matahari.

"Tuh, bener kan perutnya bunyi? Gue nggak bohong." Matahari sungguh malu ia pun menundukkan kepalanya membuat Dewa terkekeh kecil. "Udah makan ngapain nunduk? Malu? Emang lo bisa malu ke gue?"

"Ish, Dewa!"

Kedua tangan Dewa berinisiatif untuk membuka kotak styrofoam yang Matahari pegang terus sedari tadi. "Makan, gue udah beliin lo. Jangan dipegang aja."

Matahari menoleh pada cowok itu yang sedang menatapnya juga.

"Kenapa? Mau gue suapin? Sini gue suapin." Saat Dewa hendak mengambil kotak makanannya Matahari justru menjauhkan.

"Nggak usah, aku bisa sendiri tau!"

"Bisa sendiri tapi dari tadi dipegang terus. Nggak suka sama makanan yang gue beli?"

"Suka."

"Yauda cepet makan. Keburu masuk,"

"Iya-iya!"

Dewa hanya melirik saat Matahari sedang menyuapkan sendok pada mulut gadis itu. Beberapa menit kemudian keduanya kembali canggung. Hingga akhirnya Dewa mencoba untuk memulai duluan walau sebenarnya ada sedikit gengsi pada cowok itu.

"Kenapa lo balik lagi tadi?" Matahari menoleh yang sedang mengunyah makanan di mulutnya.

"Nggak pa-pa. Emang mau balik lagi aja soalnya rame."

"Bukan karna lo takut sama Elsa?"

"Elsa?"

"Cewek yang udah bully lo namanya Elsa. Gue kenal dia dari awal gue masuk sekolah ini."

"Oh, kalian udah saling kenal?"

"Sebatas nolongin dia doang waktu itu. Cuman kenal tapi nggak deket." Matahari manggut-manggut mengerti. Ia kembali menyuapkan makanannya ke dalam mulutnya lagi.

DIA MATAHARI [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang