Paksaan

1K 68 8
                                    

"Ergh... Sakit"
Ucap pelan Ultra bernama Geed sambil memegangi lengannya yang hampir dibuat patah.

"lemah. aku tidak pernah punya keturunan lemah sepertimu!" Suara berat dari seorang Ultra bertubuh besar dihadapan Geed.

Tampak jelas raut wajah Geed menunjukkan kesedihan, tapi juga menyiratkan kemarahan yang begitu besar.
Dua perasaan yang berkecamuk di hatinya membuat mata Geed basah. Setetes air mata pun lolos tapi dengan segera dihapusnya.

"Tak berguna! Menangis tak akan membuatmu menjadi kuat, bodoh!" Lanjut ultra itu sambil berjalan pergi. Geed hanya diam sambil menunduk dan berusaha menahan air matanya.

****

Saat ini Geed berada dalam kamarnya. Sembari mengobati dirinya sendiri, Geed terus memikirkan kata kata ayahnya hari ini. Sebenarnya hampir setiap hari dia terus mendapat perkataan seperti itu dari mulut ayahnya sendiri.

"Jangan dipikirkan. Ayah hanya ingin kau menjadi kuat"
"Tapi ini menyakitkan! Apa aku terlahir hanya untuk dicaci maki?! Apa dia tak punya hati?!"
"Kau kan udah biasa. Jangan dibawa perasaan. Lupakanlah Geed. Ayo lupakan... Lupakan..."

Geed berbicara dengan dirinya sendiri dalam hati. Tiba-tiba dia tertawa sendiri melihat betapa lucunya dirinya saat menyemangati diri sendiri.

"Geed, mau kubantu?"
Tanya alien yang tiba tiba muncul dari lantai.

"Ah, Pega. Kau darimana saja?"
Tanya Geed.

"Aku hanya dibawah. Hei Geed, apa kau menangis?" Tanya Pega lagi.

"apa? T-tidak kok hahaha" Geed berusaha tertawa.

"Yaudah, sini aku bantu obati" Pega duduk di sebelah Geed dan mulai mengobatinya.

Selama diobati, Geed terus memperhatikan tubuh Pega sambil sesekali tersenyum.

"Kenapa ngeliatin?" Tanya Pega merasa diperhatikan.

"Hehe, gapapa. Em.. Pega, boleh aku nanya?" Tanya Geed.

"Boleh. Ada apa?" Jawab Pega.

"Apa itu keluarga?" Pertanyaan singkat Geed membuat Pega terdiam. Dia memikirkan dulu sebelum menjawabnya.

"Em.. mungkin sekumpulan manusia yang terikat hubungan darah yang sama. Kenapa kau tiba-tiba nanya begitu?" Pega bertanya balik.

"Kalau begitu, apa aku dan ayahku adalah keluarga?" Tanya Geed lagi.

"Tentu saja. Pertanyaanmu aneh-aneh saja" jawab Pega.

Geed diam sebentar memikirkan jawaban Pega.

"Oi!" Panggil Pega.
"Hehehe, oke. Makasih udah jawab" ucap Geed lalu tertawa sendiri.

"Tapi, aku dibuat di laboratorium. Jadi dimana adanya darah ayah di tubuhku?"
Tanya Geed yang membuat Pega sedikit kaget.

"Kalau gitu mungkin kau dibuat menggunakan DNA ayahmu. DNA ada di darah jadi darah ayahmu dan darahmu itu sama" jelas Pega.

Geed antusias menyimak jawaban Pega. Geed lalu mengangguk setelah mendapat jawaban dari Pega.

"Kenapa sih kau tiba-tiba nanya beginian?"
Tanya Pega.
"Aku hanya berpikir, jika aku dan ayah keluarga, bukankah keluarga harusnya bisa menjadi senderan satu sama lain dan menjadi sosok yang paling menyayangi? Kenapa aku dan ayah tidak begitu?" Pertanyaan Geed membuat Pega tambah bingung.

"Kau berpikir ayahmu bukan keluargamu?" Tebak Pega.
"Aku berusaha tidak berpikir begitu. Tapi sikap ayah kepadaku selama ini membuat pemikiran itu muncul" jawab Geed.

Setelah mendengar jawaban Geed, Pega menghela nafas lalu tersenyum lembut.

"Kau benar" ucap Pega.
"Benar apa?" Tanya Geed bingung.
"Jika yang kau tanya adalah keluarga, artinya sekumpulan orang yang saling menyayangi satu sama lain. Dan jika kau tanya apa itu keluarga kandung, artinya orang-orang yang terikat hubungan darah" jelas Pega.
"Akh ini membuatku tambah bingung!"
Ucap Geed.

"Kau bilang aku dan ayah adalah keluarga yang terikat hubungan darah, tapi aku dan ayah tidak saling menyayangi. Yang bener yang mana??" Geed malah membuat Pega tertawa.

"Kau juga bertanya gak jelas, kau juga membuatku bingung tau! Huhh!" Ucap Pega.

"Kau pernah bilang padaku kalau aku adalah keluargamu padahal kita kan tidak punya hubungan darah, sementara ayahku yang jelas-jelas satu darah denganku tapi kami tidak bertingkah seperti keluarga. Dia terus menyiksa dan memaksaku agar jadi ultra yang kuat. Dia  memaki ku padahal dia harusnya tau kalau itu malah membuatku semakin merasa lemah!"
Geed semakin meninggikan suaranya diakhir ucapannya. Pega hanya diam sambil mendengarkan curahan hati Geed. Sebagai sahabat, Pega lah yang paling mengerti keadaan dan perasaan Geed.

Geed menahan matanya yang sudah basah sambil mengepalkan kedua tangannya di atas paha. Pega mengelus punggung Geed dan berusaha menenangkannya.
Tiba-tiba saja Geed memeluk erat Pega sambil menangis.

"Lah lah, kok malah nangis... Pangeran harus kuat dong.." ucap Pega lalu memeluk balik Geed.

Geed melepas pelukannya lalu tertawa sambil menghapus air mata yang sudah membasahi wajahnya.

"Lalu pangeran gak boleh nangis gitu??"
Ucap Geed.
"Gak boleh" jawab Pega sambil tersenyum.

****

Di ruangan paling besar dikerajaan yaitu ruang tahta, duduklah seorang Ultra bertubuh besar dengan warna hitam bercampur merah di singgasana nya. Tampak sekitarnya memancarkan aura menyeramkan dan raut wajahnya menunjukkan kebencian walau ekspresinya hanya datar.

"Anak itu masih terlalu lemah..."  Ultra itu berkata pada dirinya sendiri.

"Apakah ada masalah, kaisar Belial?"
Tanya seijin (alien) yang bertugas menjaga.
"Tidak. Hanya... Geed itu, kenapa dia bisa selemah itu?!" Jawab ultra bernama Belial.
"Saya rasa dia hanya belum siap untuk mendapat pelatihan yang berlebihan ini, yang mulia" ucap seijin itu dengan nada lembut.

"Maksudmu kau meragukan pelatihan ku Vincent?!"
"Tidak yang mulia bukan itu yang saya maksud" jawab seijin bernama Vincent.

"Ah sudahlah, aku lelah dengannya. Periksa dia dikamarnya sekarang" perintah Belial.
"Baik kaisar" ucap Vincent lalu segera pergi ke kamar Geed.

Tok tok
Ceklek..

"Permisi panger–" ucapan Vincent terpotong karena dilihatnya sang pangeran bersama alien lain yang tak dikenalnya.

"Hei siapa kau?!" Dengan siaga Vincent langsung menjauhkan Geed dari Pega dan berusaha melindunginya.

"E-eh Vinn dia temanku!" Ucap Geed.
"Teman?" Tanya Vincent bingung.
"Em.. panjang ceritanya. Tapi sebelum itu, tolong lepaskan dia. Dia tidak berbahaya dan dia tak akan menyakiti kita" Pinta Geed lalu Vincent pun melepas pegangan tangannya dari Pega.

"Siapa dia, pangeran?" Vincent meminta penjelasan.
"Kalau kuceritakan, ku mohon berjanjilah padaku jangan beritahu ke ayah. Boleh?" Tanya Geed. Vincent diam sebentar sambil menatap Geed. Melihat mata Geed sangat serius, Vincent pun menyetujuinya.

"Sesuai permintaan mu, yang mulia" ucap Vincent.

.
.
.

Welcome to my new story!
I hope you like it.
Thanks and don't forget to vote and comment.

To be continued~
See you next chapter!♡

Dear Enemy - Ultraman GeedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang