LTD - Bagian 5

8.8K 594 19
                                    

Kafka
gue mau kita balikan lagi.

Setan apa yang merasuki pria itu? Sungguh, tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba ngajak balikan. Yang benar saja. 

Qaila terus membaca pesan itu berulang-ulang kali. Ia bingung harus membalas apa. 

Suara deheman mengalihkan perhatiannya. Suara seorang pria yang tidak asing di telinganya. Entah berasal dari mana dan masuk lewat mana. Aldan sedari tadi sudah berada di belakangnya. 

"Dari kapan lo disini?" tanya Qaila tampak terkejut.  

"Dari tadi," jawab Aldan, sedikit membuka mulutnya, ingat. Hanya sedikit yang terbuka. 

"Lagi chatan sama siapa?" tanya Aldan. 

"Kepo banget," balasnya, lalu ia kembali memainkan ponselnya tanpa memperdulikan keberadaan Aldan.  

Aldan melihat jam tangannya. Sudah lewat 2 menit Qaila bermain ponsel. Tanpa izin, ia  dengan cepat mengambil ponsel dari tangan Qaila, membuat Qaila menatapnya kesal. 

"Balikin! Itu handphone gue!" 

"Waktunya sudah habis," jawab Aldan kemudian beranjak pergi dari sana begitu saja. 

"Gue bakal perkosa lo kalau lo gak balikin handphone gue sekarang!" ucapan Qaila itu membuat langkah Aldan berhenti. Aldan tersenyum tipis tanpa membalikan badan 

Aldan berkata. "Sini kalau berani," ucap Aldan santai, dan sedikit menolehkan kepalanya ke samping. 

"Berani lah!" 

Aldan membalikan seluruh badannya kemudian merentangkan tangannya membuat alis Qaila mengerut. "Silahkan. Dengan senang hati.”

Qaila semakin yakin bahwa Aldan itu memang ustaz gadungan. Buktinya sekarang, di perkosa oleh wanita pun dia mau. Bukankah seorang ustaz itu sangat menjaga pandangannya dan sangat menjaga kehormatannya dan juga sangat-sangat menjaga jarak dengan wanita yang bukan mahramnya. 

Qaila tersenyum miring sembari berjalan mendekat pada Aldan. "Gue semakin yakin, lo itu ustaz gadungan, kan?" 

"Lo itu orang jahat yang menyamar jadi ustaz, dan lo, berusaha melecehkan semua santri wati kayak kyai yang melecehkan muridnya itu kan?" tuduh Qaila, ia tampak sedikit ketakutan sebenarnya. Namun, harus terlihat biasa saja untuk melindungi dirinya sendiri. 

"Astaghfirullah. Saya tidak punya niatan seperti itu." 

"Beneran? Yakin? Serius? Apa iya?" 

Aldan mengangguk. "Iya." 

"Beneran mau?" 

"Iya. Kalau kamu mau juga," jawab Aldan.  

"Oke." 

Dengan pelan Qaila membuka kancing kemeja yang dikenakan Aldan satu persatu. Bertepatan dengan itu ponsel Qaila berdering tanda seseorang menelponnya. 

Suara itu mengalihkan mereka berdua. Qaila mengintip ponselnya dari tangan pria itu lalu dengan gesit ia mengambil ponselnya dan mengangkat telponnya.  

"Hallo, ada apa?" tanya Qaila cepat pada orang di seberang telpon. 

"Lagi dimana?" Suara itu, suara laki-laki. 

"Di rumah," jawab Qaila. 

"Gue gak suka dibohongi. Paham?" 

“Gue bohong? Ko, lo ga tau malu, ya.” 

"Siapa yang telpon?" tanya Aldan tiba-tiba menyela obrolan mereka. 

Qaila menoleh, memberi isyarat untuk diam pada Aldan.

Love To Death Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang