Selesai menunaikan shalat isya berjamaah. Aldan dan Ara. Mereka berdua berdiri di halaman depan menunggu Qaila yang sedang siap-siap dari tadi sampai sekarang belum juga selesai-selesai.
Ara menghela napas. Helaan napas Ara terdengar oleh Aldan membuat pria itu berjongkok menatap Ara. “Kenapa?”
“Yama,” jawab Ara cemberut.
Tidak lama Qaila muncul. Ara memutar bola matanya bertepatan helaan napas. “Yama sekayi.”
“Perempuan semakin dewasa maka semakin lama juga kalau mau apa-apa,” balas Qaila. Ia berjalan masuk kedalam mobil lebih dulu.
Ara melirik Aldan lalu berlari masuk kedalam mobil. Aldan pun berjalan masuk kedalam mobil duduk di kursi pengemudi.
Kini Ara duduk di pangkuan Qaila karena saat Ara hendak membuka pintu kursi pengemudi, Qaila menguncinya dan menyuruh Ara duduk bersamanya.
Namun, gadis kecil itu merentangkan kedua tangannya saat Aldan masuk.
Ara tersenyum membuat Aldan luluh. Kedua tangan berotot itu mengangkat Ara ke pangkuannya. Dibalik itu. Qaila kesal melihat mereka. Ia lipatkan kedua tangannya di depan dada dengan ekspresi kesal.
Ara tertawa puas melihat Qaila seperti itu. Saat Qaila meliriknya, dengan sengaja Ara memeluk tubuh Aldan yang lebih besar darinya itu.
Ara semakin keras tertawanya. Ia merasa puas dengan ekspresi Qaila yang kesal itu.
Aldan melirik keduanya bergantian. Ia mencubit pipi Ara gemas lalu mengambil telapak tangan Qaila dan menciumnya.
Kini raut wajah kesal itu berbuah. Kedua sudut bibir Qaila terangkat kemudian Qaila menjulurkan lidahnya pada Ara.
Ara melirik Aldan, sedikit mendongak lalu melipat kedua tangannya di depan dada dengan ekspresi kesal. Kedua bola matanya tertuju pada Qaila.
Aldan menghela napas. Ia kembali melirik mereka secara bergantian. Ada apa dengan mereka? Aldan benar-benar tidak mengerti.
“Kalian kenapa?” tanya Aldan.
“Ayo berangkat. Aku ga sabar mau balikin Ara ke ibunya,” ujar Qaila.
“Apa-apaan ci,” kesal Ara.
Aldan mencium Ara saking gemasnya dia pada gadis kecil itu. Ara tersenyum lebar setelah Aldan menciumnya.
“Wle,” ejek Ara pada Qaila.
Kini ekspresi kesal Qaila kembali terpasang. Ia melipat kedua tangannya di dada dengan bibir maju beberapa senti. Tatapannya menatap ke depan karena mereka berdua terlihat bahagia membuatnya seperti ini. Ia tidak akan tahan melihatnya.
“Berhenti dulu nanti di Agen,” ucap Qaila dengan jutek pada Aldan, tanpa mengalihkan pandangannya.
“Oke,” balas Aldan singkat, padat dan jelas.
Jangan tanya keadaan Qaila sekarang seperti apa. Rasa kesalnya kini bertambah banyak. Saking banyaknya wajah nya sampai memerah.
🐜🐜🐜
Suasana malam ini begitu ramai. Semenjak sampai Aldan dan Qaila berpisah. Mereka sibuk saling membantu satu sama lain dengan yang lainnya. Di halaman belakang Aldan tidak dapat melihat Qaila. Ia beralih mencarinya ke dapur dan ia melihat Qaila sedang memasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love To Death
Random"𝓣𝓲𝓭𝓪𝓴 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓶𝓾𝓷𝓰𝓴𝓲𝓷 𝓽𝓮𝓻𝓽𝓾𝓴𝓪𝓻 𝓪𝓹𝓪 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓼𝓾𝓭𝓪𝓱 𝓐𝓵𝓵𝓪𝓱 𝓽𝓪𝓴𝓪𝓻 𝓭𝓪𝓷 𝓽𝓲𝓭𝓪𝓴 𝓪𝓭𝓪 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓵𝓮𝓫𝓲𝓱 𝓘𝓷𝓭𝓪𝓱 𝓼𝓮𝓵𝓪𝓲𝓷 𝓽𝓪𝓴𝓭𝓲𝓻-𝓷𝔂𝓪." -𝓜𝓾𝓱𝓪𝓶𝓶𝓪𝓭 𝓐𝓵𝓭𝓪𝓷 𝓐𝓵 𝓑𝓪𝓺𝓲. ...