LTD - Bagian 10

9.4K 826 62
                                    

GAK MAU TAU POKONYA VOTE DULU BARU BACA!!!

“Gue tanya, DIMANA QAILA?!” bentak pria berjas hitam dengan rambut yang acak-acakan. 

“GUE GA TAU!” 

Pria itu kembali mengacakan-acak rambutnya sendiri dengan frustasi. Dan kembali menatap wanita di hadapannya.

“Mustahil kalau lo ga tau,” ucapnya lagi.

“Terserah.” Wanita itu memutar bola matanya kesal lalu melangkah pergi dari hadapan pria itu. Namun, pria itu menahan tangannya dan membantingkan tubuhnya ke tembok secara kasar. 

Wanita yang bernama Hanum itu meringis kesakitan. Ia menatap tajam pria itu. 

“Gue tanya sekali lagi. Dimana Qaila sekarang?” tanya pria itu lagi. 

Belum sempat Hanum membuka mulutnya untuk menjawab. Suara ponsel berdering tiba-tiba mengalihkan mereka berdua. Suara itu berasal dari tas yang di pegang oleh Hanum.

Mereka berdua saling melirik. Hanum pun mengambil ponselnya. Dipikirannya sekarang. Bahwa ia harus mengangkat telepon itu untuk meminta tolong. Karena mereka berada di tempat yang sepi pengunjung.

Hanum terdiam, melihat siapa yang menelponnya. Ia melirik sekilas pada pria itu. 

Karena merasa penasaran. Pria itu mengambil paksa ponsel dari tangan Hanum. 

Qaila. Orang yang menelepon itu adalah Qaila. Hanum segera kembali mengambil ponselnya dari tangan pria itu. Tetapi, pria itu kembali mengambil ponselnya dan mengangkat telepon itu saat kembali berdering. 

“Hallo sayang. Kamu dimana?” Tanyanya tersenyum menyeramkan di mata Hanum. Hal itu membuat Hanum diam. 

Kafka…” 

Sambungan terputus. Kafka mengepalkan tangannya, menahan amarah. 

“Balikin handphone gue.” Hanum mengambilnya saat pria itu memberikannya. 

“Lo mau kemana?” tanya Hanum saat Kafka tiba-tiba melangkah pergi.

“Bukan urusan lo, jalang.” 

“Sialan!” Umpat Hanum.

🐜🐜🐜

'Ko bisa handphone Hanum ada di Kafka?'

Qaila terus bertanya-tanya akan hal itu. Bagaimana bisa? Apakah mereka bertemu? Berarti Kafka sudah pulang dari Amerika? Bagaimana bisa? Ia mendengarnya dengan jelas, bahwa pria itu akan selamanya tinggal di Amerika bersama neneknya. Bagaimana bisa dia kembali ke sini? 

Qaila menatap ponselnya. Ia menjadi ragu untuk menelepon Hanum lagi. Takut pria itu lagi yang mengangkatnya. Tapi, tunggu, apakah Hanum baik-baik saja? 

Qaila pun memberanikan diri untuk menekan tombol panggilan. Tetapi baru saja ia hendak mendekatkan ponselnya ke telingannya, seseorang datang menghampirinya.  

“Ayah pengen bicara sama kamu,” ucap Aldan. Ya, itu adalah Aldan. Pria itu berdiri depan pintu kamar Qaila yang terbuka lebar. 

Love To Death Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang