9. Pudar

3K 333 17
                                    

Happy Reading.














"Tupai yang terus melompat, pasti akan jatuh juga. Jadi, jangan terlalu memaksakan diri atas kehendak orang lain, ya? Kamu juga manusia."

Christy Pov.

Aku memandang langit langit rumah dengan tatapan kosong. Kejadian tadi membuatku terjatuh kembali, aku sangat terpukul dengan omongan ayahku sendiri. Kondisiku masih sama, tergeletak di atas lantai yang dingin, aku benar benar tak bisa bangkit..
Ah, ya. jika kalian menanyakan tentang 'Dimana Chika? Dimana Zee?' Chika sedang membersihkan dirinya di kamar, sedangkan Zee entah pergi kemana, nampaknya Zee mempercayai perkataan ayah yang mengejutkan tadi. Jadi, yang terjadi barusan ialah, ayah memberontak dan mengamuk di dapur, ia memberantakan semuanya..

Flashback.

Prang!

Piring piring itu jatuh begitu saja ke atas lantai. Tentunya aku yang sedang bersantai santai di kamar pun terkejut atas kegaduhan itu, karena penasaran pun aku menghampiri dapur untuk mengecek... apa yang di lakukan Papa?
Pria itu nampak berdiri tegap dada dengan wajah yang menyeramkan, ia menghampiriku dengan langkah yang cepat. Karena aku takut, lantas akupun mundur, sedikit demi sedikit..

Namun nihilnya usahaku disana. Kerah bajuku sudah duluan di tarik oleh tangan besar miliknya, aku sama sekali tak memberontak, jika memberontak pasti akan lebih hebat konsekuensinya.

"Akhirnya kau datang juga. Enyah lah kau, bocah tak tahu diri!" Pria itu mengambil pisau di meja makan. Ia mengarahkan pisau itu ke wajahku, aku berusaha melepaskan tangan besarnya dari kerah bajuku, namun tak bisa. Tenaganya terlalu besar di bandingkan tenagaku. Entah apa maksudnya ia tiba tiba mengataiku seperti ini, sampai sampai ia akan membuatku hilang nyawa. Saat tangannya itu hendak menancapkan pisau tersebut ke arah wajahku, dari arah tangga sana, ada yang berteriak dengan suara yang mengeras sekaligus melengking. Tak asing dengan suara itu, ayahku langsung mengurungkan niatnya, tangannya perlahan turun, namun tangan yang satunya masih menggenggam keras kerah bajuku.

"Papa!" Pekiknya. Akhirnya ada yang menghentikan tindakan membahayakan ini, yang memekik ialah kakak keduaku, Zee. Kalian pasti tahu juga, kan? Memangnya siapa yang tak mengetahui kakak ku, haha.

"Papa mau apa lagi, sih?!" Tanyanya dengan raut wajah cemas tercampur bingung. Papa atau ayahku malahan tersenyum kecut, "Papa mau menghabisinya. Kenapa, kau mau protes, Zee? Dia pembunuh! Jangan memihak kepada pembunuh!" Genggamannya semakin mengeras, aku merasa tercekik, hampir tak bisa bernafas.

Zee melenguh panjang, ia mengambil alih pisau yang sedang di pegang oleh ayahku. "Dengan cara ego Papa sendiri, Papa mau bunuh anak Papa? Dia satu satunya anak yang dipercayakan Mama ke Papa!"

"TAPI DIA YANG MEMBUNUH MAMA MU, MAMA KALIAN, ISTRI PAPA JUGA!" Aku dan Zee mematung, berusaha mencerna perkataan Papa. Aku sama sekali tak mengerti, aku? Membunuh Mama? Apakah Papa tak tahu betapa aku sangat menyayangi wanita itu? Aku berfikir Zee juga memikirkan hal yang sama.

Seingat dulu, aku sedang bermain boneka dinosaurus bersama Mama di ruang tamu. Saat itu aku masih kecil, belum mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Hingga tak lama, datanglah seorang wanita menghampiri, disaat aku fokus bermain, Mama seperti sedang berbicara dengan wanita itu. Sudah sampai situ saja ingatanku, tahu tahu Mama sudah tergeletak penuh darah aan tak sadarkan diri saat aku selesai bermain, dan wanita itu juga sudah menghilang entah pergi ke mana, namun wanita itu berpesan "Saya akan kembali." Lalu ia memberikan sebuah pisau dan menepatkannya di tangan kecilku. Karena aku masih tak mengerti apa apa, aku menghampiri Mama yang masih tergeletak itu, berniat untuk bertanya. Namun saat bertanya, ia tak menjawab, tapi aku masih berfikir positif, mungkin Mama tidur. Karena masih kecil dan rewel, aku kesal Mama tak kunjung bangun, jadinya aku menangis sejadi jadinya sambil memeluk Mama, aku menggoyangkan goyangkan tubuhnya guna membangunkannya. Namun Mama tak terusik, badannya dingin dan membeku. Dan saat itu juga Papa dan kak Chika datang, mereka mematung saat melihat pemandangan di dalam rumah. Huh... apa lagi, ya? Aku sudah lupa, mungkin karena ini sudah terlalu lama.

Little Angel | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang