"mas, nikah yuk?" pria yang sedang menyesap soda itu sontak terbatuk, "apa? Kamu mau ngapain lagi sih Kay?" kuhela napas berat "gue tuh pengin tinggal sendiri tapi nggak dibolehin mama mas, katanya kalo gue nikah baru deh gue bisa keluar dari rumah,"
"memangnya apa yang salah sama rumah kamu sampai kamu mau keluar segala? Kamu belum tahu kejamnya dunia di luar sana Kay,"
"gue itu Cuma mau tinggal sendiri bukan coba hal yang aneh-aneh mas Albiansyah Saadiq yang terhormat," kenapa tidak ada satu orangpun yang mendukungku sekarang?
"dan pontensi kamu terjun ke dunia malam jelas lebih besar,"
Aku berdecak, kenapa orang-orang selalu mengaitkan keinginanku keluar dari rumah dengan dunia malam? Padahal apa yang mereka pikirkan sangat jauh dengan apa yang aku pikirkan.
"gue pikir lo ngerti gue mas,tapi ternyata lo sama aja, gue mau keluar dari rumah bukan supaya gue bisa terjun ke dunia malam, gue pengin gambar dari balik jendela besar dengan pemandangan kota dan laut, udah itu aja, gue nggak pernah mikirin dunia malam atau semacamnya," kuseka air mata yang menetes ke pipiku dan beranjak dari ruang kerja Albi, aku kecewa, sangat kecewa.
Dulu, aku masih bisa menggambar di ruang kerja kantor jika menginginkan ketenangan dan view yang bagus tapi semenjak aku berhenti dan beralih menjadi freelancer tempat menggambarku hanya sebatas di rumah, jika aku ingin staycation pun mama akan menemaniku, padahal aku butuh ketenangan.
Semua ini berawal ketika aku masih duduk di bangku sekolah menengah keatas, saat itu aku aku berbohong kepada orangtuaku jika aku akan datang ke ulang tahun temanku di sebuah hotel padahal acara itu sebenarnya diadakan di sebuah kelab malam.
Aku yang memang masih polos tidak tahu jika minuman yang disajikan mengandung alkohol, rasanya memang sedikit pahit tapi aku terus meminumnya.
Dan sudah bisa ditebak bagaimana akhirnya, aku mabuk dan aku tidak sadar jika aku dibawa ke hotel oleh temanku tapi beruntungnya Albi menolongku, temanku membawaku pergi ke hotel yang ternyata milik keluarga Albi.
Dari apa yang aku dengar Albi memergoki temanku ketika akan pulang dari hotel setelah mengikuti RUPS, dan aku? Aku terbangun keesokan harinya, berada di kamar hotel yang begitu mewah, begitu aku keluar dari kamar di sana sudah ada kedua orang tuaku beserta Albi.
Mama dan papa tidak marah sama sekali tetapi setelah kejadian itu semua gerak-gerikku dibatasi, bahkan aku punya pengawal pribadi, di sinilah awal mula kehidupanku dalam sangkar emas.
"non, ada kiriman bunga," aku yang sedang mengganti-ganti chanel televisi menatap sebuket bunga mawar yang dipegang oleh bi Ami "dari siapa bi?"
"nggak ada namanya non," aku menerima buket itu dan melihatnya, ada kartu ucapan berwarna pink disana dan tertulis kata
'maaf'
Aku berdecak, jelas sekali kalau pengirimnya adalah Albi, "buang aja bi," kuserahkan kembali buket bunga itu kepada bi Ami "loh nggak sayang non? Bunganya kan bagus,"
"enggak, bibi buang aja,"
"kalo buat bibi boleh nggak non? Sayang kalo dibuang," aku mengangguk "pokoknya kalo ada yang kirim bunga dan nggak ada namanya jangan diterima,"
Marah? Dari pada marah sebenarnya aku lebih merasa kecewa, selama ini Albi adalah orang yang paling mengerti diriku, sosok yang selalu melindungiku, bahkan kedua orangtuaku membiarkan aku pergi dengannya tanpa didampingi oleh pengawal.
Tapi sekarang, Albi tidak ada bedanya dengan mereka semua.
kumatikan televisi dan beranjak ke dalam kamar, sebuah ide terbersit di benakku, di dalam kamar aku membuka brankas dan mengambil beberapa tumpukan uang kertas lalu memasukkannya ke dalam hand bag.
Kutenteng hand bagku setelah mengganti baju, aku melangkahkan kakiku ke pos security sekaligus tempat bang Andi pengawalku berada, "bang anterin gue ke PI ya, bosen di rumah,"
"siap non," bang Andi segera mengambil kunci mobilku.
"non lagi marahan sama mas Albi?" aku mengenal bang Andi sudah lima tahun, dia salah satu tempatku memuntahkan kekesalan, "nggak usah sebut-sebut nama dia deh bang,"
Bang Andi segera menutup mulutnya sampai kami tiba di PI, ini adalahweekend kebiasaan bang Andi ketika weekend adalah menurunkanku di depan lobby karena mencari tempat parkir saat weekend seperti ini sedikit sulit.
Dan ini adalah kesempatan emas untukku, begitu melihat mobil yang diekndarai bang Andi berlalu aku memutar langkah menuju pintu keluar, dengan terburu-buru aku masuk ke dalam taksi yang baru saja menurunkan penumpang.
"mau kemana mbak?" tanya sang supir "ke hotel Queen Palace ya pak," begitu taksi mulai berjalan aku menghembuskan napas lega.
Begitu kakiku menginjak lobby hotel senyum tidak pernah lepas dari wajahku, hotel ini benar-benar bagus bahkan lebih mewah dari fotonya. Hotel Queen Palace ini adalah hotel baru yang banyak mendapat apresiasi oleh masyarakat Jakarta karena pelayanannya yang sangat baik, belum lagi view kamar dan berbagai fasilitas yang ada di sini.
"Shakayla?" langkahku terhenti ketika pria di depan meja resepsionis memanggil namaku, Albiansyah Saadiq berdiri disana.
NO NO NO
Aku harus segera melarikan diri sebelum dia menyadari jika aku sedang berusaha untuk kabur dari rumah, dengan cepat aku bebalik dan berlari keluar lobi, dan sialnya aku yang terlalu panik tidak menyadari sebuah mobil memasuki pelataran hotel.
BRAAAKKKK
Semua terjadi begitu cepat, pengemudi mobil tersebut membelokkan mobilnya ke arah kanan dan menabrak kolam air mancur.
"SHAKAYLA!" aku yang masih terkejut tidak bisa bergerak, tubuhku terasa kaku bahkan ketika Albi memelukku aku masih terdiam dan berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.
Aku bahkan hanya terdiam ketika Albi merangkul tubuhku dan menuntunku kembali masuk ke dalam hotel.
"iya, Kayla sama saya, kamu bilang saja sama tante kalo Kayla sama saya," aku duduk di atas ranjang dan menatap Albi dengan tatapan kosong.
"Kay?" Albi mematikan telepon dan berlutut di depanku, "ada yang sakit?" aku menggeleng.
Albi mengusap-usap punggung tanganku, "istirahat di sini dulu ya, nanti sore mas antar kamu pulang," Albi membantuku untuk berbaring dan menyelimutiku.
Kejadian tempo hari sepertinya meninggalkan sedikit trauma, aku benar-benar membayangkan bagaimana jika sang pengemudi tidak membelokkan mobilnya, Aku sudah pasti berada di rumah sakit saat ini.
"Kayla?" mama membuka pintu kamarku, senyum terpatri di wajah ayunya, "Albi sama keluarganya mau datang kesini minggu depan,"
"terus? Ada masalah?" Albi dan keluarganya datang kesini adalah hal yang bisa, bahkan setiap bulan selalu ada acara makan malam bersama yang dilakukan secara bergantian di rumah ini dan di rumah Albi.
"tujuan Albi sama keluarganya kesini itu bukan untuk makan malam seperti biasa tapi untuk melamar kamu,"
"ha? Ngelamar aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH YUK?
ChickLitSetelah kupikir berulang kali, penikahan kita tidak akan adil bagi kamu mas. Kita akan terikat dengan pernikahan, tapi kamu menikahiku bukan karena cinta. Pernikahan yang akan kita jalani nanti akhirnya akan menjadi beban untukmu. Kamu harus berpura...