Bagian 12

192 16 0
                                    

Albi

Kutatap surat yang ditinggalkan Kayla lekat-lekat. Ini semua salahku seharusnya aku menyatakan perasaanku sebelumnya agar Kayla tidak berpikir macam-macam.

"Sori Al, gue pikir adek gue bakalan langsung konfrontasi ke elo soal perasaan elo, tapi nyatanya dia malah minggat begini, bingung gue sama sikapnya yang kekanakan itu,"

"Bukannya Kayla kekanakan, tapi Kayla sedang berusaha untuk berpikir jernih, dia pergi karena merasa terus mencari pembenaran akan keinginannya, Kayla hanya berpikir dengan pergi semuanya akan selesai tidak akan ada drama-drama yang lainnya,"

Mahendra menghela napas berat, selama ini Kayla selalu berada di bawah pengawasan kami dan kini entah ada dimana dia.

"Lo udah pastiin si Affan nggak ada hubungannya sama kaburnya Kayla? Gue nggak nyangka Kayla masih berhubungan sama dia,"

"Udah, sampai gue bikin dia babar belur di kantornya tapi ternyata dia memang nggak tahu,"

Aku benar-benar terkejut setelah memeriksa isi ponsel Kayla dan mendapati dia masih berteman dengan Affan, bisa-bisanya dia masih berteman dengan laki-laki yang hampir menidurinya dulu.

Tapi semua itu tidak penting sekarang yang paling penting adalah menemukan Kayla.

Tok tok tok

Seseorang masuk ke dalam ruangan Mahendra, awalnya kupikir dia adalah sekretaris Mahendra tapi ternyata bukan.

"Gimana?" Laki-laki itu menyerahkan sebuah amplop cokelat kepada Mahendra, "nona Kayla terlihat di terminal dan tertangkap kamera menaiki bus tujuan Bandung,"

Rupanya dia adalah orang suruhan Mahendra. Mahendra membuka amplop lalu memberikan dua lembar foto kepadaku.

Rasa cemas merayapi hatiku, bagaimana tidak? Shakayla tidak pernah ke tempat seperti ini sebelumnya, bagaimana kalau terjadi sesuatu yang tidak-tidak kepadanya?

Ya tuhan aku tidak akan sanggup memaafkan diriku sendiri jika sesuatu yang buruk terjadi kepada Kayla.

"Lanjutkan pencarian ke Bandung, kalau sudah dapat awasi saja dan pastikan keselamatannya," laki-laki itu mengangguk lalu keluar dari ruangan.

Kutatap Mahendra dengan tatapan nyalang "lo mau biarin Kayla keliaran di luar sana seorang diri?"

"Kita akan awasi dia tapi tidak mengusiknya, yang penting Kayla baik-baik saja,"

"Gue masih nggak ngerti jalan pikiran lo, di sana tempat asing Ndra, kalau Kayla kenapa-kenapa gimana?"

Mahendra mendengus "gue kan udah bilang kita bakal awasin dia, gue cuma mau kasih waktu supaya perasaannya lebih baik,"

"Perasaannya bisa lebih baik kalau dia udah tahu perasaan gue ke dia itu sebenarnya gimana, gue nggak mau pemikiran Kayla yang salah itu berlarut-larut apa lagi kalau sampai dia menganggap gue punya perasaan sama Stefani,"

Bukannya menanggapi ucapanku dengan serius Mahendra malah tertawa "anjir gila aja sama Stefani, gue yakin elo masih punya otak dan sampe kiamat pun lo nggak akan naksir Stefani,"

Ucapannya membuatku mendengus "gue masih waras Ndra," cibirku.
Drrrt drrrtttt

Sebuah nomor tidak dikenal menghubungiku, mungkinkah itu Kayla? Buru-buru kuangkat panggilan itu.

"Mas Albi,"

Bukan suara Kayla, tapi suara seorang laki-laki.

"Ini Affan, gue cuma mau kasih tahu kalau-,"

Suara Affan tercekat di ujung sana, mungkinkah terjadi sesuatu dengan Kayla? Hatiku bergemuruh menunggu ucapan Affan selanjutnya.

"Kayla kecelakaan mas, dia sekarang ada di rumah sakit Persada kota Malang, sori ya mas gue nggak bisa jagain Kayla,"

Ucapan Affan berputar berulang-ulang di kepalaku bagaikan kaset rusak, apa yang kutakutkan kini benar-benar terjadi.

"Woii, lo kenapa?" Kumatikan sambungan telepon itu lalu dengan tergesa bangkit dari dudukku.

"Kayla kecelakaan Ndra, sekarang ada di rumah sakit Persada kota Malang," wajah Mahendra nampak pias.

Kami berdua keluar dari ruangan Mahendra dengan tergesa, sambil menunggu lift kuhubungi seseorang.
"Siapkan pesawat sekarang,"

Bukannya turun, Mahendra malah menekan tombol ke lantai teratas. "Ada heli siaga di atas, jam segini jalanan ibu kota nggak memungkinkan untuk bisa sampai ke bandara dalam waktu singkat,"

"Affan berengsek, dia nipu gue dan sekarang setelah apa yang terjadi kepada Kayla dia baru hubungin gue,"

kupukul dinding lift dengan satu tangan sedangkan tanganku yang lainnya meremas ponsel yang kupegang.

*****
Semua perasaan cemas, takut dan marah meluap jadi satu hingga aku tak sadar kami sudah sampai di kota Malang.

Kakiku mendadak gemetar ketika turun dari mobil, takut sesuatu yang buruk terjadi kepada Kayla.

"Pak Albiansyah?" Seorang perempuan yang kutahu adalah asisten Affan mendatangi kami, dia mengantarkan kami ke kamar rawat Kayla.

Dengan tangan gemetar kubuka pintu bercat cokelat di hadapanku, hatiku mencelos seketika, Kayla terbaring di atas sana dengan keadaan lemah tak berdaya, kepalanya dibalut dengan perban.

Kualihkan tatapanku kepada Affan membuat emosiku naik seketika. Kuhampiri laki-laki itu dan kulayangkan tinju tepat di wajahnya.

"Lo bilang lo nggak tahu Kayla kemana, tapi nyatanya?" Seperti orang kesetanan kutarik kerah baju Affan dan kulayangkan kembali tinjuku ke wajahnya.

"Al udah Al," Mahendra mencoba memisahkan kami tapi aku yang sudah terlanjur dikuasai amarah tidak memerdulikannya dan terus menghajar Affan sampai asisten Affan menjerit ketakutan melihat atasannya yang kini kembali babak belur ditanganku.

Beberapa orang security masuk dan menghentikanku, dengan napas tersengal-sengal aku masih menatap nyalang Affan yang kini sudah babak belur dan dipapah oleh asistennya keluar dari kamar.

" gue juga marah Al, tapi yang terpenting sekarang adalah Kayla, kita bisa bikin perhitungan lain kali sama dia, sekarang kita fokus ke Kayla dulu,"

"Engghhh," erangan Kayla membuatku tak menggubris ucapan Mahendra dan memilih mendekat ke arah brankar tempat dimana Kayla sedang terbaring.

"Kay? Kayla? Shakayla?" Matanya perlahan terbuka dia menatapku sambil mengerjap pelan tapi kemudian matanya tertutup kembali membuatku cemas, dengan cepat kutekan tombol untuk memanggil dokter.

"Dok, tadi Kayla sudah sadar dok tapi kenapa matanya terpejam kembali?" Dokter memeriksa kondisi Kayla dengan seksama.

"Pasien memang masih dalam keadaan setengah sadar, benturan di kepalanya cukup keras, menurut pemeriksaan yang sudah kami lakukan pasien mengalami gegar otak. Tapi kami harus menunggu kesadarannya kembali sepenuhnya untuk melihat seberapa parah gegar otak yang dialami oleh pasien,"

Penjelasan dokter membuat bahuku terkulai seketika, semua ini salahku, kalau saja aku menyatakan perasaanku dari awal kepada Kayla semua ini tidak akan pernah terjadi.

Mahendra mengusap pundakku "ini kesalahan gue, jangan salahin diri lo, gue yang bikin Kayla mikir yang enggak-enggak. Gue emang kakak yang nggak berguna," aku menoleh dan menatap Mahendra yang menatap Kayla dengan tatapan sedih.

"Kita berdua salah Ndra, kalau seandainya waktu bisa diputar kembali gue akan bilang perasaan gue lebih dulu ke Kayla tapi nyatanya kita tidak bisa melakukan apapun, semuanya sudah terjadi. Sekarang kita hanya bisa berharap kesembuhan Kayla,"

Kutatap Kayla yang sedang tertidur dengan tatapan nanar, kepalanya dibalut perban, terdapat beberapa goresan di wajah cantiknya dan ini semua karena salahku.

NIKAH YUK?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang