"Nah, sudah sampai, ayo turun," kepalaku yang sedari tadi tertunduk fokus ke arah ponsel langsung mendongak ketika Albi mengatakan kami sudah sampai di rumah.
Tapi......
Kami tidak berhenti di rumahku melainkan di pelataran gedung apartemen milik keluarga Albi.
"Kay?" Pintu mobil di sebelahku terbuka, rupanya Albi yang membukanya dari luar. "Kay? Kamu ngelamunin apa?"
"Kita ngapain di sini mas?"
"Pulang, di sini tempat tinggal baru kamu,"
"Ha?"
"Sakit kepala kamu baru mulai berkurang jadi tempat asing akan lebih baik untuk proses penyembuhan kamu, dokter takut jika kamu kembali ke rumah akan ada ingatan-ingatan yang muncul kembali dan memicu serangan sakit kepala yang berkepanjang jadi menurut dokter tempat terbaik untuk kamu sekarang adalah tempat asing,"
Setelah mendengarkan penjelasan panjang lebar dari Albi aku turun dari mobil.
"Kayla!" Kedua orang tuaku beserta Mahendra keluar dari lobi dan menyambut kami, mama langsung memelukku dengan erat.
"Kamu beneran udah baikan kan sayang? Gimana tadi selama di perjalanan pusing lagi nggak?"
Aku menghela napas berat kemudian melepaskan pelukan mama, mata beliau nampak berkaca-kaca.
"Ma, dua jam yang lalu sebelum aku take off mama udah nanya ini loh, bahkan tiap hari mama selalu nanya ini. Kalau dokternya bolehin aku pulang berarti aku udah sehat,"
"Mama khawatir banget sama kamu Kay, kamu itu anak perempuan mama satu-satunya,"
"Iya Kayla tau, Kayla juga ngerti tapi mama bisa lihat sendiri kan aku sekarang gimana? Aku bisa berdiri di depan mama dengan keadaan baik tanpa kekurangan satu apapun, jadi stop khawatir lagi oke?"
"Cukup ya ma, ingat kata dokter kita nggak boleh bikin Kayla stress, kasian Albi nggak kerja-kerja karena jagain Kayla terus,"
"Ihhh mas Albi tetap kerja kok meski nemenin gue, sok tau lo,"
"Omong kosong! Lo nggak tau emangnya dek ka-"
"Ndra gue rasa cukup pembahasan ini," Albi menatap nyalang Mahendra membuatku menatap mereka berdua secara bergantian dengan tatapan bingung.
Mahendra berdeham pelan "meskipun kerja tapi kan dia cuma kerja secara virtual jadi ada beberapa kendala apa lagi lo yang manja banget ini itu harus dibantuin,"
"Gue udah minta mas Albi buat balik aja biar gue ditungguin sama mama tapi mas Albi nggak mau,"
"Mama kamu nggak mungkin bisa jagain kamu yang ada kamu malah stress liat mama kamu nangisin kamu terus jadi opsi terbaik adalah meminta Albi untuk jaga kamu," jelas papa.
"Gimana nggak sedih pa? Kay-"
"Cukup sampai di sini, ayo masuk. Kayla masih butuh banyak istirahat,"sela papa membuat obrolan kami akhirnya terhenti dan mulai berjalan memasuki gedung apartemen.
"Aku tinggal di lantai berapa mas? Kemarin kan projectku cuma untuk bagian penthousenya jadi aku nggak tahu gimana desain unit lainnya,"
"Kita tinggal di penthouse,"
"Kita?"
"Ya, mas sama kamu mulai sekarang tinggal di penthouse,"
"Mama sama papa izinin aku tinggal sama mas Albi?"
"Iya, kamu harus punya lingkungan yang kondusif untuk proses penyembuhan kamu,"
"Berdua aja?"
"Sama gue," aku mendadak cemberut mendegar ucapan Mahendra "adanya gue makin sakit kalo tinggal sama lo!" Dumalku.
"Sudah-sudah, kalian ini kalau ketemu selalu ribut," papa menengahi kami "Kayla tinggal sama Albi aja, tapi nanti mama sering kesini,"
Kepalaku mengangguk-angguk mendengar ucapan mama.
Ting
Akhirnya kami tiba di lantai dua puluh satu, begitu masuk ke dalam penthouse aku tersenyum melihat hasil karyaku.
"Gimana pa? Ma? Bagus nggak desain aku?"
"Bagus, terlihat nyaman dan hangat,"
"Kata mas Albi dulu konsep penthouse ini adalah keluarga kecil bahagia jadi ya begini,"
"Papa bangga sama kamu, kamu bisa membuktikan apa yang kamu pilih tidak mengecewakan kami," aku terenyuh mendengar pujian papa.
Selama ini papa tidak pernah memujiku bahkan beliau terdengar sangsi ketika aku memilih untik menjadi freelancer, beliau sempat mengatakan jika aku tidak punya sisi kompetitif dan pemalas.
Sebenarnya yang dikatakan papa tidak sepenuhnya salah, aku memang pemalas jika dihadapkan dengan tekanan dalam bekerja , aku lebih suka berkerja sesuai dengan moodku.
*****
Hampir dua minggu aku tinggal di apartemen ini, kesehatanku sudah sangat baik, pusing yang kurasakan juga sudah sangat jauh berkurang, tapi meskipun begitu aku masih harus mengkonsumsi obat-obatan untuk pemulihan syaraf otakku agar bisa pulih seratus persen.
Karena merasa keadaanku sudah sangat baik dan tinggal di sini membuat imajinasiku kembali melanglang buana karena disuguhkan view yang sangat cantik dari berbagai sisi tempat ini kuputuskan untuk kembali menggambar desain.
Sesuatu yang kuimajinasikan terlihat jelas di dalam kepalaku dan aku tidak bisa berhenti sampai selesai. Dari pukul tujuh malam aku begadang sampai pukul setengah empat dini hari.
Beruntungnya sejak dua hari yang lalu Albi sedang pergi ke Bali jadi aku tidak takut terpergok begadang hampir semalaman.
Tapi rupanya apa yang kulakukan semalam langsung berdampak negatif terhadap tubuhku.
Entah pukul berapa bi Aya mengetuk pintu kamarku membuatku terjaga dari tidur dengan keadaan kepala terasa sangat pening.
Aku bahkan mengerang kesakitan karena kepalaku semakin berdenyut.
Rasa yang sudah lama tak kurasakan kini kurasakan kembali dengan rasa sakit yang semakin menjadi-jadi.
Ceklek
"Kay? Kayla?" Suara Albi terdengar menembus gendang telingaku, lalu kemudian terasa tangan hangat Albi menyentuh tubuhku mencoba untuk memeriksa keadaanku.
Sedangkan aku hanya bisa meraih apapun yang bisa kuraih sambil mengerang kesakitan aku meremas baju Albi lalu kemudian kegelapan menelanku.
*****
Suara gemuruh membuatku terjaga, aku terbangun di dalam kamar tapi ada yang aneh sekarang, meja kerjaku yang biasanya berada di sudut kamar kini hilang menyisakan ruang kosong di sudut. kamar
Aku mencoba untuk bangkit dari posisi rebahku dan rupanya sebuah selang infus sudah terpasang di tangan kananku.
"Kayla!" Aku duduk dengan tergesa "meja kerjaku dimana?" Aku bertanya dengan panik kepada Albi.
Wajah Albi mendadak mengeras "mas, jawab meja kerja dan seluruh peralatan gambar aku kemana?"
"Sudah mas singkirkan. Mas nggak kasih izin kamu gambar apapun mulai sekarang," mataku membulat mendengarnya.
"Mas nggak ada hak ya buat larang-larang aku, kembaliin mas, ada desain-desain yang belum aku selesaikan,"
"Nggak, dan kamu harus patuh dengan keputusan mas,"
"Kenapa mas jadi egois begini? Aku cuma gambar,"
"Cuma gambar kata kamu? Kamu kolaps tadi pagi Kay karena terlalu memaksakan diri dan kamu masih bilang cuma?"
"Aku cuma kurang tidur udah itu aja, mas nggak usah terlalu berlebihan, aku baik-baik aja,"
"Kamu memang belum pernah melihat orang yang kamu cintai dengan segenap hati terbaring nggak berdaya berjuang diantara hidup dan mati makanya kamu masih bisa bilang seperti itu tapi untuk mas beda Kay, prioritas mas adalah kamu dan apapun yang menyangkut kesehatan kamu adalah tanggung jawab mas,"
Albi menghela napas kasar kemudian berbalik dan keluar dari kamar begitu saja membuatku menatapnya tidak mengerti.
Diantara hidup dan mati?
Bernahkah aku pernah ada di posisi itu?

KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH YUK?
ChickLitSetelah kupikir berulang kali, penikahan kita tidak akan adil bagi kamu mas. Kita akan terikat dengan pernikahan, tapi kamu menikahiku bukan karena cinta. Pernikahan yang akan kita jalani nanti akhirnya akan menjadi beban untukmu. Kamu harus berpura...