Aku mengerjap mencoba menyesuaikan diri dengan ruangan yang begitu terang, kepalaku masih terasa sakit karena ingatan-ingatan yang sempat kulupakan kini muncul kembali satu persatu.
"Kay? Kayla?" Bukan suara Albi tapi suara orang lain, aku memicing karena silau untuk memastikan suara siapa itu.
"Kayla?" Tanpa sadar aku menghela napas setelah melihat bukan Albi yang ada di sini membuat laki-laki di sampingku ini berdecak kesal "lo nggak suka lihat gue? Lo jahat banget sama kakak sendiri,"
Aku mendengus mendengar ucapannya "lo berisik banget sih kak, kepala gue masih sakit nih,"
"Sori sori, gue panggilin dokter bentar," aku mencekal lengan Mahendra "jangan kak, mending lo bantuin gue kabur dari sini," Mahendra menatapku tidak percaya.
"Lo bilang apa dek? Kabur? Otak lo geser?" Kupukul lengan Mahendra kesal "gue nggak bercanda kak, gue harus kabur dari sini, gue nggak mungkin nikahin Albi sedangkan Albi cinta sama Stefani,"
Suara tawa Mahendra mendadak membahana di ruang perawatanku, akupun menatapnya bingung.
"Jadi semua kejadian ini beneran cuma karena lo ngira Albi ada rasa sama dia?" Aku mengangguk dan tawa Mahendra kembali membahana.
"Dek, dek, Albi masih normal kali, masih doyan cewek,"
"Stefani juga cewek Mahendraaa,"
"Lo beneran mikir dia cewek?"
"Kalo bukan cewek apa lagi? Banci?" Seruku.
"Bentar," Mahendra merogoh saku jasnya dan mengambil ponsel lalu ia menekuri ponselnya sejenak kemudian memberikannya kepadaku.
"Coba lihat ini," aku menerima ponsel Mahendra, di sana terpampang foto Albi dan Mahendra bersama seorang temannya di depan kampus.
Tapi wajah teman mereka nampak familiar "ini siapa? Sodaranya Stefani?" Wajah laki-laki ini sedikit mirip dengan Stefani.
"Itu Stefani," aku menatap bingung Mahendra "ini cowok Mahendraaaa, Stefani itu cewek, lo mau ngibulin gue?"
"Buat apa juga gue ngibulin lo? Itu emang dia sebelum jadi Stefani,"
"Dia," aku menggantungkan ucapanku karena sakit di kepalaku tiba-tiba bertambah membuatku meringis dan menjatuhkan ponsel Mahendra begitu saja.
"Kay lo kenapa? Kayla," aku tidak mampu menjawab pertanyaan Mahendra hingga kemudian suara pintu terbuka terdengar dan siluet orang-orang berpakaian putih mengelilingiku lalu semuanya jadi gelap.
Entah berapa lama aku kembali tak sadarkan diri, ketika terbangun lagi kamar yang kutempati hanya diterangi lampu tidur hingga membuatku memicing untuk melihat keadaan di dalam kamar ini.
Semua tirai sudah ditutup dan tidak ada pencahayaan lain selain lampu tidur meninggalkan kesan temaram membuatku merasa tidak nyaman.
Aku hendak bangkit namun aku menyadari jika tanganku tertindih sesuatu, kumiringkan kepala untuk melihatnya.
Kudapati Albi tertidur dengan posisi duduk dan kepalanya ia tumpukan di lengannya sedangkan tanganku digenggam dengan kedua tangannya.
Meskipun ruangan ini temaram aku masih bisa melihat wajah Albi yang kini nampak lelah.
Kurubah posisiku menjadi berbaring menyamping agar aku bisa melihat lebih jelas dan menyentuh Albi.
Kuusap lembut kepala Albi membuatnya menggeliat pelan dan segera kuhentikan usapanku agar Albi tak terbangun namun ternyata Albi sudah terbangun.
Melihatku sadar Albi segera bangkit menyalakan lampu "mas panggilkan dokter dulu," kutahan lengan Albi dan dengan susah payah aku bangkit dari posisi rebahku.
![](https://img.wattpad.com/cover/324270945-288-k723979.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH YUK?
ChickLitSetelah kupikir berulang kali, penikahan kita tidak akan adil bagi kamu mas. Kita akan terikat dengan pernikahan, tapi kamu menikahiku bukan karena cinta. Pernikahan yang akan kita jalani nanti akhirnya akan menjadi beban untukmu. Kamu harus berpura...