Bagian 4

149 10 0
                                    

Aku terbangun ketika matahari sudah bersinar terang dan begitu kagetnya aku mendapati Albi duduk di atas sofa yang ada di sudut ruangan, "lo kok di sini mas?"

"kamu Kay, sudah berapa kali mas bilang berhenti pakai elo gue," aku mendengus mendengar ucapan laki-laki itu.

"ihh kita kan nggak jadi nikah ngapain panggil aku kamu segala," Albi mendesah kemudian bangkit dari duduknya, dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku Albi menghampiriku.

"siapa yang bilang kalau kita nggak jadi nikah?"

"Gue, gue kan udah bilang ke orang-orang kalo kita nggak jadi nikah mas, gue nggak mau jadi perusak hubungan orang" bibir Albi berkedut menahan tawa "mas sama Stefani pure cuma teman Kay,"

"tapi kayaknya lo care banget sama dia," Albi berdecak "kamu Kay kamu, harus berapa kali lagi mas bilang?" aku mencibir tanpa suara "iya deh, aku nih aku,"

"mas dan Stefani sebenarnya habis kena tipu investasi, kalau mas sih cuma dua puluhan tapi Stefani sampai ratusan jadi ya gitu deh dia," jelas Albi "oh gitu, eh terus mas kok bisa masuk ke sini?"

"mas ke rumah kamu semalam dan orang tua kamu bilang kamu belum pulang, mas cari ke seluruh hotel keluarga mas tapi nama kamu nggak terdaftar akhirnya mas telepon Mahendra, dia bilang kemungkinan kamu ada di apartemennya lalu kita ketemuan di sini dan benar kamu ada di sini,"

"kakak udah pulang?" Albi mengangguk "iya, tidur di kamar sebelah dia," mataku melotot mendengar ucapan Albi "kok bisa-bisanya dia biarin kamu sekamar sama aku mas? Dia nggak takut apa kalau kamu macem-macemin adeknya?"

"gue sih lebih percaya Albi dari pada elo dek," Mahendra tiba-tiba saja muncul di depan pintu kamar yang sepertinya sengaja dibuka oleh Albi semalam.

"elo mah gitu nggak sayang sama adek sendiri," dumalku sementara Mahendra mengendikkan bahunya tidak peduli, "mandi lo, habis ini lo harus minta maaf ke tante sama om karena udah bikin orang kaget malem-malem, mama sama papa juga, mana pake acara ngilang segala,"

"haduh mama pasti marah-marah," kurasakan usapan lembut Albi di kepalaku "nanti mas yang jelasin, kamu jangan takut," Mahendra berdecak.

"jangan dibelain terus nih bocah, lama-lama ngelunjak nanti," Aku menatap Mahendra dengan tatapan mengejek lalu pergi ke kamar mandi.

Tidak sampai sepuluh menit aku sudah selesai mandi dan mendapati dua orang laki-laki itu sedang meminum kopi sambil menonton berita tentang bisnis "sudah selesai?" aku mengangguk sambil menyandang tasku, "gue cabut dulu Ndra,"

"lo nyelonong aja nggak mau pamitan sama kakak lo ini?" aku berbalik dan menatap Mahendra dengan sebal "bodo, sebel gue sama lo," aku kembali berbalik dan berjalan keluar apartemen tidak memerdulikan umpatan-umpatan yang dilontarkan oleh Mahendra.

Ketika mobil Albi sudah berhenti di carport aku mendadak cemas, bagaimana jika semua orang memarahiku nanti? "Kay?" Albi menyentuh tanganku dengan lembut membuatku berjengit karena terkejut.

"it's okay, kamu percaya mas kan?" aku menatap Albi dalam diam, sebuah senyum hangat menghiasi wajah Albi.

Ketika kami masuk, orang tuaku dan orang tua Albi sudah duduk di ruang keluarga "ya ampun Kayla," tante Arum langsung menghampiri dan memeluk erat tubuhku "maafin Albi ya, kamu tenang aja tante udah marahin Albi kemarin,"

"jangan gitu mbak nanti besar kepala itu anak, lihat calon suami sama perempuan lain bukannya disamperin minta penjelasan malah kabur, pakai bilang batalin pertunangan segala," tuh kan mama sudah mulai mengomel.

"ini salah Albi kok tan, apa lagi Albi juga lupa jadwal fitting kita kemarin, Kayla sampai berjam-jam nunggu di butik," ucapan Albi membuatku memasang senyum penuh kemenangan.

Setelah kesalah pahaman ini kami diluruskan Albi berpamitan untuk berangkat kerja, mama memberikan aku kode untuk mengantarkan Albi ke depan, hampir saja aku mendengus untung saja aku masih sadar jika ada orang tua Albi disini.

"nanti jangan lupa lagi, kemarin pegawai mami Boh sampai pasang tampang kasihan ke aku loh mas," aku mendumal ketika kami sudah sampi di samping mobil Albi.

"mas janji mas nggak akan lupa, sekarang mas kerja dulu," dengan cepat sebuah kecupan mendarat di puncak kepalaku membuatku berjengit "cari kesempatan ya?"

"kamu kan calon istri mas, jadi apa salahnya?" ucpan Albi membatku salah tingkah, "muka kamu merah,"

"udah ih sana berangkat," aku segera berbalik lalu berlari meninggalkan Albi, penjaga di depan pasti melihat apa yang dilakukan oleh Albi, aku malu sekali.

****

Pukul sepuluh pagi mama sudah memerintahkanku untuk ke dapur, mulai hari ini mama akan mengajariku memasak. Aku yang memang tidak bisa memasak disuruh untuk memasak sendiri, sedangkan mama hanya mengawasi.

Kalau seperti ini posisinya aku merasa mama bukannya mengajariku malah menjadi seorang juri seperti yang ada di kontes memasak.

Jadilah aku harus membawa ipad ke dapur untuk melihat resep masakan terlebih dahulu sebelum memasak, "aku masak nasi goreng aja gimana ma? Ini kan ada bumbu instannya tinggal campur-campur aja" mama langsung berdecak setelah mendengar ucapanku.

"sekalian aja kamu bikinin mi instan Kay, kok ya yang benar gitu loh masak buat calon suami, ayam goreng sama tumis apa gitu kan bisa,"

"yaudah ayam goreng terus tumis jagung muda sama brokoli gimana ma?" anggukan mama membuatku segera meletakkan ipad dan beralih mengambil bahan masakan dari lemari es.

"mama nggak punya bumbu ayam goreng?" mama kembali berdecak membuatku meringis "nanti kalau ada rice box yang tinggal panasin doang mama jamin setiap hari Albi pasti makan itu kalo kamu jadi istrinya nanti, bikin bumbu ayam goreng nggak sampai lima menit loh Kay,"

"iya ma iya, Kayla bikin sendiri nih," aku segera mencari resep ayam goreng, bawang merah dan bawang putih aku jelas tahu, kunyit pun tahu "ma lengkuas itu yang mana?" aku mengambil dua rempah dan menyodorkannya ke mama yang sedang duduk santai di kursi pantry sambil mencatat tamu undangan untuk acara pernikahanku nanti.

"cari di google kan ada,pokoknya mama hari ini ngawasin kamu aja kamu harus belajar sendiri," aku menahan diri untuk tidak memutar bola mataku dan berdecak kesal di hadapan mama.

Setelah tahu gambarnya aku memotong sedikit bagian lengkuas kemudian membauinya agar aku bisa mengenali ciri khas baunya. Aku melakukan semua proses seperti yang tertera di layar ipad.

Sembari menunggu bumbunya meresap aku beralih memotong sayuran, warna jagung muda yang pucat disandingkan dengan brokoli yang hijau menurutku kurang pas akhirnya aku menambahkan wortel untuk mempercantiknya.

"Kay mama tinggal sebentar ya," aku hanya berdeham karena sibuk memotong wortel, tanganku sangat berharga dan aku tidak boleh ceroboh ketika menggunakan pisau seperti saat ini.

Selesai memotong sayuran aku melihat bumbu ayam ungkep sudah mengental dan tersisa sedikit, kuangkat segera pancinya lalu menggantinya dengan penggorengan, kutuangkan satu liter minyak goreng ke dalam penggorengan, beberapa kali aku meletakkan telapak tanganku di atas penggorengan untuk memeriksa suhunya.

Setelah merasa cukup panas aku memasukkan satu potong ayam, karena ayam itu masih berair dan langsung masuk ke dalam minyak panas membuat minyaknya meletup-letup, seketika aku menjauh.

Dengan jarak yang sedikit menjauh aku kembali memasukkan potongan ayam yang kedua, reaksinya meletupnya lebih parah membuatku mundur sampai membentur kitchen island.

Masih tersisa dua potong lagi tapi letupan minyaknya tidak berhenti malah makin parah, aku berusaha mendekat untuk mematikan kompor karena takut ayamnya hangus.

Dengan was-was aku mendekat ketika tanganku hampir saja menyentuh pengatur suhu kompor letupan besar terjadi dan mengenai tanganku seketika aku kembali mundur sambil mengibaskan tanganku yangterkena minyak panas, sialnya aku lupa jika menaruh panci panas di atas kitchen island dan lenganku tidak sengaja menyentuh pinggiran panci yang masih panas itu karena terkejut dengan letupan minyak panas yang mengenai tanganku.

"mamaaaaaa mamaaaaa mamaaaaaa,"

NIKAH YUK?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang