43. UAS

124 19 0
                                    

Haiii👋

Bumi dan Langitnya comeback💕

Mari, taburkan banyak cinta untuk cerita ini❤

Happy reading😊

●●●

43. UAS

Dengan wajah seriusnya, gadis itu mulai menuliskan jawaban di kertas folio yang sudah tertera cap khusus yang ada tulisan nama, nomor induk mahasiswa, nama dosen, mata kuliah dan juga tanggal dilaksanakannya Ujian Akhir Semester.

Tangannya begitu gesit menulis, kepalanya bahkan tak menoleh ke kiri atau kanan ketika mahasiswa yang lainnya sibuk berbisik-bisik untuk saling berbagi jawaban.

"Ara!"

"Ra ... bagi jawaban nomor satu, dong, Ra. Dua, tiga juga, hehe."

"Ra, minta jawaban, boleh?"

"Araaa!"

Sumpah, demi apapun, ingin rasanya Ara membungkam mulut mereka. Mereka terlalu berisik, sedangkan dirinya perlu konsentrasi dengan suasana yang kondusif.

"Ara cantik, bagi jawaban, dong!" Kali ini, suara Claudia---sahabat Ara---yang terdengar. Sahabatnya itu duduk di barisan kursi sebelah Ara, tepatnya di nomor kedua dari depan.

Ara hanya menghela napas kasar. Matanya lalu menatap ke arah depan. Ke meja dosen yang kini tengah kosong. Ya, mereka sedang melaksanakan UAS tanpa ada seorang pengawas. Makanya, teman sekelas Ara bisa leluasa ribut untuk saling berkerja sama membuat jawaban.

"Kerjain sendiri, Clau. Kan udah pernah aku ajarin," tutur Ara, menatap sahabatnya, Claudia.

Claudia mendengus. "Lupa, Ra," sahut gadis itu akhirnya. Sebenarnya bukan juga lupa, tapi gadis itu memang tak pernah berniat untuk mengingatnya.

"Deritamu!" celetuk Ara, lalu mulai kembali fokus untuk menjawab soal yang tinggal terisa dua.

"Tega, ih!"

Ara tak lagi menghiraukan Claudia ataupun teman sekelasnya yang lain. Mereka terlalu sering meminta jawaban secara instan, menjadi kebiasaan dan keterusan. Apa begini contoh perilaku pemuda pembangun negeri?

"Maaf, aku bukan pelit. Aku hanya nggak suka berbagi hal secara instan."

"Udah sering aku ngajarin kalian agar bisa menjawab dengan hasil sendiri. Tapi, kenapa masih aja minta jawaban saat ujian? Yang dosen dan aku ajari nggak ada nyangkut sama sekali di otak?" batin Ara. Sungguh, di lain sisi Ara merasa kesal. Namun, di sisi lain, Ara juga kasihan melihat mereka kesusahan.

"Aku nggak jahat, kan? Yang aku lakukan itu benar, kan? Aku hanya ingin mereka mandiri dan percaya sama kemampuan sendiri," batinnya lagi.

"Beneran nggak jahat, kan?" batinnya bertanya sekali lagi. Namun, dia tahu dirinya tak akan pernah menemukan jawabannya karena dirinya hanya sebatas bertanya dalam hati.

"Aku itu hebat, dan aku itu bisa!" kata Ara dalam hati. Itu merupakan kalimat penyemangatnya, sekaligus kalimat yang sering dia ucapkan ketika sedang mengajari seseorang.

●●●

Hari ini sampai tiga hari ke depan, Ara memang melaksanakan ujian. Namun, gadis itu tetap menyempatkan diri untuk datang ke kafe, seperti saat ini contohnya. Gadis itu sudah berdiri di depan meja, mengelapnya setelah menyemprot meja itu dengan cairan khusus terlebih dahulu.

Bumi dan Langitnya | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang