PENGIKAT (WAMIL)

2K 117 10
                                    





"Hikssss.." lelaki dengan tubuh yang tidak sebesar beberapa bulan lalu saat konser di LA, masih betah terisak di dekapan sang kekasih.

"Sayang, sudah ya. Berhenti nangisnya. Kamu belum makan dari pagi, bahkan semalam kamu hanya makan ramyeon sewaktu live. Kamu lemes banget ini, makan dulu ya? Aku suapi."

Seokjin masih sibuk membujuk Jungkook yang tak berhenti menangis sejak semalam. Isaknya tak terdengar hanya saat ia tertidur, entah karena terlalu lelah menangis atau karena tidak ada tenaga sebab nafsu makannya yang tiba-tiba hilang sejak perdebatan kecil dengan Seokjin sepulang dari konser.

"Yeobo." Mata cantik milik orang yang sangat dicintai oleh seokjin terlihat sangat indah namun juga sangat menyakitkan. Jungkook menatap lekat mata almond milik Seokjin.

"Maaf."

"Maaf untuk apa sayang?"

"Maaf karena selalu egois, selalu memikirkan diri sendiri. Maaf."

Jungkook kembali menitikkan air mata yang sebelumnya sibuk menggenang di pelupuknya. "Maaf sudah membebanimu yeobo. Hikss."

"Aku sama sekali tidak merasa terbebani olehmu sayang. Coba lihat aku. Aku sangat mencintaimu. Aku bukannya tidak setuju jika kita berangkat wamil bersama, dan belum tentu juga jika kita mendaftar bersama, kita akan diletakkan di tempat yang sama pula. Jadi sayang, kamu tau kan? Bukan aku tidak memikirkanmu. Aku sangat memikirkanmu, bahkan diatas army. Kamu lah orang pertama yang selalu aku pikirkan atas segala tindakan yang aku ambil."

Mendengar penuturan sang kekasih yang seperti itu, membuat Jungkook menjadi semakin merasa bersalah. Sebelum konser, mereka berdua sempat tinggal seminggu di kediaman keluarga Kim. Perdebatan-perdebatan kecil sudah terjadi sejak saat itu. Bahkan eomma Kim pun sampai turun tangan saat tengah malam mendapati Jungkook yang masih memakai piyama tipis hanya di lapisi cardigan, berjalan menuruni tangga sembari membawa koper dengan wajah merah dan mata bengkak seperti habis menangis berjam-jam.

"Aku mencintaimu Jungkook. Bahkan melebihi apapun yang ada di dunia ini. Aku mungkin sangat mencintai eomma, tapi eomma sudah memilik appa yang aku yakin akan mencintainya lebih dari aku mencintainya. Tapi kamu? Meskipun kamu memiliki banyak orang yang mencintaimu, aku yakin hanya aku yang kamu butuhkan. Kekasihmu yang sangat tampan ini, benarkan?"

"Yeobooo!!" Ingin berteriak tapi suara enggan keluar, ingin mengangkat tangan untuk melayangkan pukulan pada bahu Seokjin pun namun sayang, ia tak juga cukup kuat untuk melakukannya. Tenaganya bahkan sudah habis dari beberapa jam lalu.

"Sayang, kamu masih ingatkan kita ada dimana? Kamu tau gak? Setiap aku keluar dari kamar kamu, tatapan eomma Jeon terlihat sangat khawatir. Aku sudah menyuruh beliau untuk masuk, tapi kata beliau percuma. Kamu pasti akan lebih mendengar perintahku daripada perintah eomma. Benarkah itu?"

Jungkook diam, tak menjawab karena memang begitulah yang sebenarnya. "Hsssss, dasar kelinci nakal. Bagaimana mungkin kamu lebih mendengar kata-kataku dibanding apa yg diperintahkan eomma? Aku bahkan belum jadi suamimu kenapa kamu sebucin itu padaku hmm?"

Jungkook masih tetap bergeming dalam dekapan Seokjin, tak berniat mengeluarkan sepatah katapun.

"Huffff..." Seokjin menghembuskan nafasnya kasar. "Sayang bolehkah kamu percayakan hatimu padaku?"

"Maksud yeobo?" Jungkook menengadahkan wajahnya menghadap Seokjin.

"Kamu harus kuat untuk army, untukku juga. Aku janji, saat semuanya selesai nanti. Aku akan mengikatmu."

Hening sejenak, mata bulat nan bengkak itu mengerjap beberapa kali.

"M-mengikat? Maksudnya apa yeobo? Aku tidak paham."

Seokjin tau, Jungkooknya mungkin saja paham, hanya ia takut berekspektasi terlalu tinggi.

Krucukkkkkk...

"Hahahahha, sudah jangan dipikirkan. Mending kita ke bawah. Kamu tidak dengar cacing-cacing di perutmu itu sudah berteriak ingin makan masakan eomma Jeon?"

Jungkook menunduk malu, terlihat bibirnya mengerucut lucu sambil menahan senyumnya. "Mau ku gendong? Sayangku ini kurasa tidak terlalu berat sekarang."

Bagaimana mungkin berat badannya tidak turun drastis, jika setiap berdebat dengan Seokjin, Jungkook selalu kehilangan nafsu makan. Bukan berarti Seokjin tidak begitu. Namun Seokjin masih bisa berfikir lebih jernih, jika saja dia juga menuntaskan amarah dengan mogok makan, mungkin ia sudah terkapar saat ini. Fisiknya tidak sekuat Jungkook, jadi ia harus tetap menjaga kesehatannya demi Jungkook. Demi bisa memberi bahu di setiap Jungkook membutuhkan sandaran.

"Yeobo."

"Hng."

"Bolehkah aku makan disini saja?"

"Oh, tentu saja boleh. Biar ku ambilkan ya." Seokjin beranjak dari tempat tidur Jungkook ,namun lengannya segera ditahan oleh Jungkook.

"Ada apa sayang?"

"Aku mencintaimu Seokjin, aku akan sangat merindukanmu, jadi jangan coba-coba untuk tidak memikirkanku barang sedetikpun saat kamu melaksanakan tugasmu!"

"Hahahha." Seokjin berbalik, menangkup wajah tirus sang pujaan hati. "Mana mungkin bisa, bahkan jika kamu membelah kepalaku, isi di dalam otakku hanya ada wajahmu."

"Gombal."

"Ahhahahhaha." Seokjin masih terus tertawa dan berlalu meninggalkan Jungkook untuk mengambilkan sarapan yang merangkap makan malam.

*****

"Aku sangat beruntung karena memilikimu Seokjin, aku yakin akulah orang paling beruntung di muka bumi ini. Bahkan jika nanti aku terlahir kembali, kamu lah orang pertama yang akan kucari."

Sementara itu...

Dibalik dinding...

Ada nafas yang berat, ada senyum getir, dan ada mata yang terpejam, berusaha agar usahanya untuk tak mengeluarkan air tak sia-sia.

"Aku mungkin orang yang bahkan lebih terpukul dari siapapun Kook. Jangan lebih dari setahun, sehari saja tak melihatmu aku rasanya ingin mati. Tapi aku melakukannya untuk kita, untuk bangtan. Semoga kamu mengerti. Jaga hati mu, tunggu aku kembali dengan perasaan yang sama. Aku mencintaimu.... Jungkook-ah. "

Tbc

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tbc.... (Maybe)

One shot - AU JINKOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang