"Kau menghabiskan waktu sendiri lagi? Jungkook tolong! Tidak bisakan sekali saja tidak membuat kami khawatir?"
Jimin, pria berhati lembut yang selalu menjadi malaikat bagi semua orang, berbicara suatu hal yang membuat Jungkook muak dan jijik. Baginya, Jimin tak sebaik yang orang-orang bayangkan. Jika semua manusia di luar sana mengira bahwa Taehyunglah satu-satunya orang yang ingin mengambil Seokjin dari Jungkook maka kalian salah. Jungkook tau. Lelaki mungil yang begitu cantik ketika tersenyum dengan kedua bola matanya yamg menghilang, menyimpan perasaan cinta sejak lama pada Seokjin. Persetan dengan segala kejujurannya yang mengatakan bahwa ia hanya mengagumi Seokjin karena tak ada yang bisa mengenal Jimin lebih baik dari Jungkook.
"Kenapa harus mengkhawatirkanku? Apa menurutmu aku masih seperti anak kecil? Anak kecil yang gampang dibodohi? Anak kecil yang gampang dibohongi? Begitu maksudmu hyung?"
"Apa yang kau katakan Jungkook?"
"Berhentilah berpura-pura mengkhawatirkanku. Kau bebas hyung. Seokjin sudah tidak lagi denganku. Kau bisa memilikinya."
Tut...tut...tut...
Sambungan suara yang sengaja dihentikan sepihak, terdengar begitu menyayat hati. Jimin tau ini semua tidak benar. Ia tau dirinya salah. Jungkook bukan lagi anak kecil. Adiknya sudah dewasa. Sekeras apapun Jimin mencoba menyembunyikan perasaannya pada hyung tertua, tentu kekasihnya bisa menilai. Jungkook bisa membaca sorot mata Jimin yang dipenuhi binar.
Jimin pov
Melegakan, bagai berada di tengah badai pasir di padang gersang. Namun ketika sebuah senyum merekah dari bibirnya, aku merasa hausku hilang. Suaranya, tawanya, semua. Semua hal yang ia lakukan selalu berhasil mendamaikanku.
Jujur aku tak pandai mengungkapkan perasaan. Entah itu melalui ucapan maupun perbuatan. Tak seperti adik kecilku. Terkadang aku iri, melihat ia bisa dengan mudahnya menggeser posisi kami berlima agar dapat bersanding dengan Seokjin. Belum lagi caranya menarik perhatian Seokjin bahkan ketika pria itu tengah besenda gurau dengan kami, itu sungguh tak dapat kuterima. Aku cemburu. Tapi aku bisa apa? Dalam dunia mereka, aku bukan siapa-siapa. Bahkan tidak untuk sekedar menjadi figuran.
Jika saja aku tak ingat bahwa Jungkook adalah adikku, maka aku sudah bersumpah akan bersaing dengan siapapun itu yang berani menyentuh lelakiku. Tapi sekali lagi ku katakan, aku bukan siapa-siapa.
Adikku audah bertumbuh dewasa. Kini ia bisa merasakan apa yang aku rasakan terhadap kekasihnya. Sakit bukan? Tapi bolehkah kuulangi lagi? Akan kutegaskan bahwa, Demi Tuhan! Aku tidak pernah memiliki niat merebut Seokjin darinya. Semua yang terjadi diantara kami berdua, itu hanya kebetulan. Dulu aku sempat berpikir bahwa mungkin saja pertemuan-pertemuan tak sengajaku dengan Seokjin adalah takdir dari Tuhan agar Seokjin bisa lebih memantapkan pilihannya dalam menentukan pasangan hidup. Tapi ternyata aku salah. Di setiap pertemuan kami yang tak disengaja ataupun disengaja, sekalipun tak ada Jungkook disana maka Seokjin akan tetap membawa nama Jungkook bersamanya.
Cemburu? TENTU! Marah? TENTU! Kecewa? SUDAH PASTI! Tapi aku tetap tak akan pernah bosan untuk mengatakan satu kalimat pada diriku sendiri bahwa 'Jimin, kau bukan siapa-siapa.'
____
"Bagaimana keadaannya sekarang Namjoon? Hyung tau dia dimana. Tapi orang suruhanku tak mungkin kumintai penjelasan tentang bagaimana raut mukanya saat ini. Apakah sedih? Senang? Marah? Atau sebaliknya. Jadi kumohon! Kumohon Namjoon, jangan ada yang kau sembunyikan dari hyung."