"Udah aku bilang kan! Aku gak keberatan Jungkook! Seokjin hyung juga gak ada masalah kok. Lagipula aku gak mau ya kamu sampai kenapa-napa lagi."
Laki-laki mungil yang tingginya tak jauh lebih rendah dari Jungkook, selalu saja menyela setiap kalimat yang hendak dikeluarkam oleh sepupunya.
"Tapi Jim, tunggu ! Jangan menyela lagi! Setiap kali aku pulang bareng kalian, wajah Seokjin hyung itu kayak yang dingin banget gitu. Aku gak enak. Mungkin dia cuma pengen berdua aja sama kamu Jim. Ini juga aku kan naik kendaraan umum bukan nyetir sendiri. Jadi kamu gak perlu khawatir."
"Ya udah. Sana!"
Jimin berjalan cepat menjauhi sepupu yang selalu bersamanya sejak kecil. Mengambek ceritanya.
Memang benar, Jungkook adalah satu-satunya keluarga yang paling dekat dengan Jimin sejak ia masih kecil. Orang tua Jimin adalah orang yang sibuk. Keduanya bekerja dibawah naungan pemerintahan Korea Selatan di kedutaan luar negeri. Jadi sejak kecil, Jimin sering dititipkan di rumah bibinya yaitu ibunda Jungkook.
Kalau kalian heran kenapa Jimin sampai semarah itu saat Jungkook menolak ajakannya untuk pulang bersama setelah pelajaran kampus selesai? Itu karena dulu Jimin pernah menolak ajakan Jungkook untuk menemaninya pergi ke suatu tempat dan berkahir dengan Jungkook yang harus koma di rumah sakit selama dua minggu. Saat itu dunianya seakan hancur. Ia bahkan tak nafsu untuk sekedar menelan air putih sebab mengingat betapa bodohnya ia yang membiarkan orang yang paling ia kasihi di dunia ini terbaring lemah di ranjang pesakitan. Bahkan nyawanya pun tengah berada di ambang kematian. Tapi sungguh sebuah keajaiban bisa melihat sepupunya kini kembali pulih seperti semula. Hanya saja......
"Jimin! Jimin jangan marah, iya-iya aku ikut kamu. Maafin aku Jimin, tunggu! Aduh!"
Jimin terkejut ketika mendengar suara bedebum yang terdengar dari balik punggungnya. Segera ia menoleh untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Astaga Jungkook! Ya ampun kamu gak apa Kook?"
Biar saja orang mengatainya 'sok' dan terlalu dibuat-buat. Karena kenyataannya jangankan melihat Jungkook sakit, melihat ia tersedak air liur saja sudah membuat Jimin khawatir tak karuan. Sesayang itulah Jimin pada orang yang telah menghabiskan seluruh waktunya untuk mengisi kekosongan hati Jimin yang saat itu tengah membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Jika saja semesta menginginkan ia bertaruh nyawa untuk Jungkook, maka Jimin akan melakukan hal itu.
"Kenapa harus lari sih! Jatuh kan? Tapi ini gak apa? Ini berdarah Jungkook!"
"Aku baik Jimin, cuma luka gores kok. Udah makanya kamu jangan marah, iya aku pulang bareng kalian."
Jungkook pun berdiri tanpa menerima bantuan dari Jimin. Terkadang ia heran, kenapa Jimin bisa begitu sayang padanya bahkan seperti melebihi rasa sayangnya pada kedua orang tuanya. Padahal jika saja Jungkook tau bahwa dalam hidup Jimin, Jungkook adalah nomer satu bahkan diatas dirinya sendiri.
Mereka berdua akhirnya berjalan menghampiri sebuah mobil berwarna hitam klasik. Warna yang sangat disukai oleh Jungkook. Mobilnya begitu mewah dan elegan. Setiap kali Jungkook menaikinya, ia selalu bermimpi jika suatu saat ia akan rajin menabung agar bisa membelinya. Jika membicarakan perihal keuangan, Jungkook bukanlah berasal dari keluarga kurang mampu. Bukan juga dari keluarga sederhana karena orang tuanya termasuk jajaran orang terpandang di kota kelahirannya. Namun jika ia meminta kepada orang tuanya untuk membeli sebuah mobil impiannya tersebut, dirasa masih terlalu memaksakan. Tujuh miliar. Sebanyak itulah kira-kira uang yang harus Jungkook siapkan jika ingin memiliki sebuah mobil impiannya.
********
Dalam perjalanan menuju apartemen Jimin, suasana di dalam mobil begitu dingin. Hanya suara lembut Jimin yang mampu meredakan rasa canggung yang Jungkook alami saat itu. Jimin adalah sosok yang periang. Ia selalu mampu mencairkan segala suasana mencekam menjadi terasa lebih hangat. Meski wajah sang kekasih yang tengah duduk disampingnya dengan kedua tangan yang sibuk mengendalikan setir kemudi terlihat begitu menyeramkan. Dan kali ini masih seperti biasanya, Seokjin akan mengantarkan Jimin pulang terlebih dahulu barulah selanjutnya Seokjin juga akan mengantarkan Jungkook kembali ke apartemennya. Itulah kenapa Jungkook selalu saja menolak ajakan Jimin untuk pulang bersama meski pada akhirnya ia akan menurut juga.
"Bye Kook, bye hyung. Hati-hati di jalan!"
Setelah selesai dengan Jimin, kini Seokjin kembali mengemudikan mobilnya untuk mengantar sepupu dari kekasihnya.
Kekasih?
Jadi Seokjin ini kekasih Jimin? Iya mungkin. Mungkin Seokjin adalah kekasih Jimin. Setidaknya begitulah yang Jungkook tau. Karena Jimin yang selalu tak bisa jauh dari Seokjin, tentu saja akan menjadi sebuah kesimpulan bahwa mereka tengah menjalin sebuah hubungan. Bahkan di setiap akhir pekan saat tak ada tugas kuliah dan Jimin ingin ke suatu tempat bersama Jungkook, maka akan selalu ada Seokjin di tempat yang akan mereka tuju.
Sepanjang perjalanan pun hanya diisi dengan suara lagu dengan jenis musik overripe, genre yang disukai oleh Jungkook. Sejenak Jungkook merasa bahwa seharusnya ia dengan Seokjin bisa berteman baik karena mereka menyukai jenis musik yang sama.
Setelah kurang lebih dua puluh menit menempuh perjalanan, akhirnya keduanya pun sampai di area tempat parkir apartemen milik Jungkook. Meski dengan ragu, tapi Jungkook mencoba menawarkan secangkir kopi untuk Seokjin. Seperti biasa yang ia lakukan meski selalu mendapat penolakan. Tapi ternyata tidak untuk hari ini. Jungkook bahkan menyesal telah berbasa-basi mengajak Seokjin untuk singgah ke tempat tinggalnya barang sebentar.
"Silakan hyung."
Ah, Jungkook tentu takut. Bagaimana bisa ia berada dalam satu tempat tertutup dan hanya berdua bersama kekasih dari sepupunya sendiri? Ia merasa sangat berdosa dengan keadaan saat ini. Tapi ia harus tetap tenang. Bukankah hanya sekedar meminum secangkir kecil kopi hitam tidak akan memakan waktu yang lama?
"Terima kasih."
??????