20. PASIFIK ATLANTIK

258 33 0
                                    


Pulang sekolah Benua hanya duduk diam di atas kasur tempatnya berbagi tidur dengan Ibunya.

Benua meratapi nasibnya. Gagal menjadi seorang anak karena mengecewakan Ibunya, gagal menjadi seorang sahabat sebab Pasifik harus berkorban demi dirinya.

Keputusan Pasifik yang mengatakan laki-laki itu menerima perjodohannya, semata-mata tidak membuat Benua kegirangan.

Beasiswanya memang akan kembali, lantas ia harus bahagia di atas pengorbanan sahabatnya?

Pasifik menderita dan menjadi korban disini. Ia bahkan bergidik memikirkan bagaimana hidup dengan laki-laki yang tidak di cintainya karena perjodohan.

"Ibu juga masih belum mau banyak ngomong sama aku," cicit Benua menenggelamkan wajahnya di lekukan lutut.

Benua berpindah tempat duduk di kusen jendela yang menghadap balkon kamar Pasifik dan Atlantik. Seperti kebiasaannya.

Deg

"Antik!" Benua baru teringat. Atlantik, hampir seharian penuh mereka belum bertemu.

"Telfon Antik cepetan!" Benua turun mengambil ponselnya di atas nakas.

Ponsel kentang, Benua memanggilnya.

Disebut kentang karena kualitas ponselnya murahan berbeda dari ponsel zaman sekarang.

"Gak di angkat?" gumam Benua heran menatap ke layar ponsel.

Tok tok tok

Benua melihat ke jendela yang sempat ia tutup. "Siapa yang ketuk?" cicitnya mulai ketakutan.

Benua melihat jam. Sekarang jam 9.30, siapa yang mengetuk jendela kamarnya di jam selarut itu?

"Nua, buka jendelanya." Samar-samar Benua mendengar suara yang tidak asing.

"Nua, buka!" Suaranya semakin keras begitu pun ketukannya.

"Nua, ini gue Antik!" Benua membekap mulutnya.

"Antik?!" Membuka jendelanya lantas kelopak mata Benua di buat melebar. Atlantik memanjat tangga sampai ke jendela kamarnya?!

"Bantu naik!" Benua mengangguk mengulurkan tangannya menarik Atlantik masuk ke dalam.

Bruk

Namun, sebuah kesialan terjadi. Benua yang tenaganya tidak sebesar Atlantik membuat mereka jatuh bersama-sama ke bawah lantai.

Benua mengerjap linglung. Wajah tampan Atlantik sangat dekat di depannya.

Benua baru menyadarinya sekarang. Atlantik benar-benar definisi titisan dewa Yunani.

"Ganteng," cicit Benua tanpa di sadarinya. Atlantik yang berada di atasnya dan mendengar jelas cicitan itu lantas tersenyum dengan sangat tipis.

"Ma-maaf Antik Benua gak kuat nariknya," gugup Benua menunduk malu mendorong Atlantik dari posisi mereka.

Atlantik masih tersenyum merapikan rambut Benua. "Gapapa. Lagian gue gak rugi jatuh nimpa lo kaya tadi." Detik itu juga semburat merah muncul di kedua pipi Benua.

"Kamu ngapain malam-malam kesini?" tanya Benua setelah menetralkan rasa malu dan pipi blushingnya.

"Kangen aja." Atlantik beranjak duduk di kasur sempit Benua.

Benua ikut duduk bersamanya dengan sedikit menghentakkan bokong perempuan itu ke tempat tidur.

Anak kecil, batin Atlantik.

"Sama! Benua juga kangen sama Antik. Hampir seharian kita gak ketemu. Antik kemana aja?"

"Gak kemana-mana."

PASIFIK ATLANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang