30. PASIFIK ATLANTIK

127 27 1
                                    


"Astaga kalian kok bisa basah kuyup gini, sih?!" tanya Zoya meringis menelisik penampilan Benua yang datang bersama Atlantik ke rumah sakit dalam keadaan lepek.

"Benua kok bisa bareng lo, Ta? Bukannya lo sama Naina?" tanya Zio.

"Pikiran lo semua kemana? Gak liat gue basah dan lo semua malah banyak tanya," ketus Atlantik cerewet.

"Yaudah ganti sono pake baju pasien."

BUGH

Atlantik langsung menendang mata kaki Dendi memakai jurus tendangan kapten Subasah. "Gue gak sakit kambing!" Ingin rasanya Dendi menonjok mulut Atlantik yang mengatainya kambing.

"Ya terus lo ganti baju pake apa kambing? Jangan lupa Ta ini rumah sakit bukan pameran baju tradisional," kata Dendi dengan kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ya terus lo ganti baju pake apa kambing? Jangan lupa Ta ini rumah sakit bukan pameran baju tradisional," kata Dendi dengan kesal. Atlantik malah menghiraukannya menoleh menatap Benua.

"Temenin Nua ganti baju," perintahnya pada Zoya melihat Benua kedinginan.

"Baju pasien gapapa, kan?" tanya Zoya sengaja membuat Atlantik kesal. Atlantik menatap Zoya dengan tajam sadar dirinya dipermainkan gadis menyebalkan itu.

"Terserah sialan!"

***

"Gimana ceritanya lo bisa basah-basahan kaya gini?" Zoya duduk di sofa ruang rawat kosong yang mereka gunakan untuk Benua mengganti pakaiannya. Selesai mengganti baju Benua bergabung dengan Zoya duduk di sofa yang sama.

"Dari kantin gue ke warungnya Tok Ipong. Gue ninggalin Centayong disana dan mutusin pulang jalan kaki." Benua menunduk dalam, tatapan kembali sedih. "Gue cuma gak terima Ya nama Cipik di ambil orang lain karena di satu sisi gue merasa nama itu milik gue."

"Salah gak sih kalo gue kecewa dan.. marah?" Zoya menatap sahabatnya itu dengan tatapan iba namun terselip sedikit rasa tidak suka pada Benua.

Menyukai Pasifik terkadang membuatnya melupakan persahabatan mereka.

"Nua." Ketika Benua mendongak Zoya bisa melihat kesedihan dan pancaran rasa cemas di mata itu.

"Gue mau ngomong soal Khai." Benua duduk dengan tegak. Setelah kejadian di kantin sekolah itu membuat nama Khai sangat berpengaruh baginya.

"Khai adalah Naina, perempuan yang di jodohin sama Pasifik." Zoya tertawa kesal. "Kita di tipu termasuk sama Dendi dan Zio yang tau dari awal kalo Naina Mikhaila itu adalah Khai."

"Dan lo tau kenapa Atla bawa lo ke rumah sakit?" Benua diam tidak bersuara. Lidahnya sudah cukup kelu mendengar setiap informasi yang disampaikan Zoya kepadanya.

"Kami temukan Pasifik babak belur di kamarnya. Dan Ibu lo bilang, Sifik di siksa Bokapnya disana."

Deg

Benua merasakan jantungnya berhenti untuk sesaat.

***

"Lo sadar?" Atlantik masuk ke dalam ruang rawat Pasifik saudaranya itu menatapnya yang baru saja membuka pintu ruangan.

"Gimana keadaan lo?" tanya Atlantik mendekat ke arah brangkar. Pasifik membuang muka darinya lantas menarik napasnya dalam. Setidaknya hal itu yang dilihatnya dari dada Pasifik yang di tekan ke dalam.

"Sifik," panggil Atlantik. Pasifik masih enggan buka suara.

"Gak pernah baik," paparnya. Jawaban itu menimbulkan sengatan listrik di dada Atlantik dimana Pasifik mengucapkannya dengan senyuman miris di bibir laki-laki itu.

"Bang." Atlantik menatap tangan Pasifik sebelum membawa tangan itu ke genggamannya. "Lo harus kuat." Suaranya mulai bergetar.

"Demi Atla."

Pasifik tersenyum seperti ingin meledeknya yang tampak lemah kali ini. Cukup lama Pasifik menahan senyuman menjengkelkan itu sebelum menarik tangannya dan memeluknya secara jantan.

Air mata kembali mengenang di pelupuk mata Pasifik begitu pun Atlantik yang merasakan suhu tubuh saudaranya sangat panas. "Lo demam?"

"Lo berlebihan Ta," sambar Pasifik terkekeh memukul punggung lebar Atlantik.

"Itu karena gue sayang sama lo sialan! Lo saudara gue satu-satunya," ketus Atlantik kesal di katain berlebihan.

"Kenapa Papa pukulin lo kaya gini?" tanya Atlantik menuntut jawaban Pasifik setelah melepas pelukan mereka.

"Kejadian di kantin sampe ke telinga Papa. Dia datang ke sekolah dan seret gue ke rumah." Mengingat kejadian itu membuat perasaan Pasifik kembali sesak dan terasa diiris benda tidak kasat mata.

"Masalah sikap lo sama Naina?" Pasifik mengangguk.

"Tapi Papa gak ngancam lo sesuatu, kan?" Pertanyaan Atlantik kali ini sukses membuatnya tidak berani membalas tatapan Adiknya.

"Jawab gue, Fik," desak Atlantik.

"Nggak," jawabnya namun Atlantik curiga dengan keaslian jawaban itu. Membaca dari raut wajah Pasifik, Atlantik merasakan keanehan sebab Pasifik bicara tanpa mau menatap ke matanya.

"Lo gak bohong?" tanya Atlantik sekali lagi. Ia tahu Atlantik kini mencurigainya. Dengan begitu Pasifik memberanikan diri membalas tatapan Atlantik.

"Sekali gue bilang nggak jawabannya tetap nggak," pungkasnya memberi penegasan. Baru saja Atlantik ingin menyambut ucapannya pintu ruangan kembali terbuka. Mereka berdua serempak memutar kepala menatap ke arah sana.

"Cipik..." Mereka melihat Benua yang berdiri di ambang pintu dengan air mata di pipi gadis itu. Dia terisak kecil melihat banyak bekas tamparan di rahang sahabatnya.

Pasifik merasa gelenyar hangat menghampiri dadanya saat tatapannya bertemu dengan Benua. Sudut bibirnya tertarik ke atas sangat menantikan Benua yang berlari memeluknya. Ia sangat ingin di peluk gadis itu. Pelukan yang bisa menghilangkan bebannya dari ia kecil sampai kini ia remaja.

Atlantik mundur teratur dari posisinya memberi Benua tempat di dekat Pasifik.

"Hiks, maafin Nua.." Benua terisak menyesali perbuatannya hari ini yang menjauh dari Pasifik. Jika saja ia selalu berada di dekat laki-laki itu mungkin kejadian ini tidak akan terjadi. Benua berhambur memeluk erat Pasifik dan menangis di pelukan laki-laki itu.

Pasifik tersenyum getir mendengar suara tangis Benua yang selalu membuatnya tidak nyaman. Kenapa gadis ini bisa menangis untuk luka oranglain?

"Jangan cengeng," ucap Pasifik 2 kata yang selalu diingatkannya saat Benua menangis.

Atlantik tersenyum segaris hanya senyuman tipis melihat keperdulian Benua untuk Pasifik. Namun, disisi lain dahinya berkerut dalam melihat Pasifik yang tidak sama sekali membalas pelukan Benua.

"Gue gak suka lo cengeng," ucap Pasifik melempaskan pelukan Benua darinya. Biasanya saat mengatakan hal itu Pasifik selalu menghampus air matanya dengan senyuman di bibir laki-laki itu. Namun, kali ini tidak begitu.

Benua mengangkat tangannya ingin memegang wajah Pasifik tapi lebih dulu lelaki itu menjauh darinya. "Gue baik-baik aja," ujar Pasifik menolak sentuhan Benua. Benua mematung di tempatnya.

"Fik, lo-" Pasifik mengintruksi Atlantik untuk tidak berbicara.

"Gue mau istirahat. Lo bisa bawa Benua keluar." Sadar atau tidak ucapannya terdengar mengusir Benua secara tidak langsung.

"Dan satu lagi, gue minta lo bawa Naina setelah lo bawa Benua keluar darisini. Gue mau calon istri gue bukan yang lain," ucap Pasifik dengan jelas dan fasih.

***

follow
@atlannntik
@pasifik.sifik
@benuakiyowo

PASIFIK ATLANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang