12. Pernah

241 36 28
                                    

Happy Reading

"Pernah ada kehangatan sebelum kehancuran. Segala yang indah berakhir pada kata 'pernah'."

___________________________________

✯✯✯


Gundukan tanah berlapis rumput hijau itu begitu tenang. Menandakan sang makhluk telah ikhlas berpulang pada sang pencipta. Namun, denyut pedih tak kunjung pulih. Masih setia temani hari mereka yang menolak ditinggal.

Qila perlahan menurunkan tubuhnya, menaruh bunga yang ia bawa lalu mengusap batu nisan yang bertuliskan 'Alex Vernan Dininghrat'.

"Halo Bang, sombong banget sih nggak pernah mampir ke mimpi Qila. Aku baik-baik aja kok, masih kuat kayak dulu," sapanya seolah batu nisan itu bisa mendengar.

Gadis itu menatap nanar pusara sang kakak lalu tersenyum getir. Alta yang sedari tadi berdiri cukup terkejut. perlahan ia ikut berjongkok untuk mengusap lembut kepala gadis di sampingnya.

"Oh, aku ke sini nggak sendiri Bang, aku sama temen. Kenalin, dia Alta. Tenang aja dia baik kok, buktinya dia mau nganterin aku ke rumah terakhir Abang. Ya, biarpun sering ngeselin sih."

"Biasanya yang ngeselin itu suka ngangenin. Iya, kan?" ujar Alta membela diri. Sementara Qila hanya mendelikkan bola matanya.

Alta terkekeh melihat raut muka gadis itu. "Yang bener dong, ulang! Masa ngenalin calon pacar begitu, kalo nggak direstuin kan bahaya."

Qila seolah tak mendengar perkataan Alta. "Tuh kan, Abang liat sendiri  nyebelinnya udah mulai," adunya seolah manusia dibawah batu nisan itu benar-benar bisa berinteraksi.

"Emang nggak mau?" tanya Alta.

"Apa?"

"Pacaran."

Qila melirik ke arah cowok itu "Emang siapa yang mau pacaran?"

Tangan yang semula mengelus puncak kepala gadis itu kini turun mengusap lembut pipinya. "Kamu- sama- aku."

Entah sejak kapan bahasa yang Alta gunakan menjadi campur aduk. Kadang dia bertutur lembut menggunakan kata aku atau kadang menggunakan kata gue.

Qila memutus pendangan dengan pria di depannya itu lalu menyikut perutnya. "Ini di kuburan ya, bisa-bisanya bahas begituan!"

Alta kembali terkekeh lalu mencubit pipi Qila. "jangan blusshing dong, tambah lucu. Kasian guenya makin gemes pengen cubit pipi lo terus."

"Kak Alta! Ih ngeselin ya!" balasnya memukul lengan cowok itu yang tak terasa sakit bagi Alta.

Bisa-bisanya Alta bicara enteng begitu sedangkan jantung Qila sudah hampir membludak. Ini adalah definisi menyebalkan yang menyenangkan.

Alta berhenti tertawa, kemudian mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih serius. "Hei Lex. Mungkin kalo lo bisa liat sekarang bakal sama kagetnya kayak gue. Dunia sempit ya ternyata." Cowok itu tersenyum lalu melanjutkan kalimatnya.

"Tenang aja, gue pastiin Adek lo yang keras kepala ini aman di tangan gue. Apapun resikonya gue bakal jaga dia dari siapapun. Itu bukan janji gue ke lo, tapi janji gue ke diri gue sendiri."

ALTAQILA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang